Mengenal Carbon Offset dan Apa yang Dapat Kita Lakukan

Perubahan iklim yang sudah tidak dapat disangkal lagi sebagai fenomena yang sedang terjadi, dan dampaknya yang mengerikan…

Abiyyi Yahya Hakim
LindungiHutan
5 min readJul 8, 2020

--

Sumber : https://stapala.id/wp-content/uploads/2020/06/luca-bravo-ESkw2ayO2As-unsplash-scaled.jpg

Perubahan iklim dan pemanasan global sudah tidak dapat disangkal lagi sebagai fenomena yang sedang terjadi. Ancaman perubahan iklim bahkan makin parah dengan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang makin cepat dewasa ini. The Paris Agreement 2015 [1] telah menyepakati bahwa emisi karbon global harus ditekan untuk mencegah kenaikan suhu bumi hingga 1,5°C dibandingkan masa pra-industri.

Isi Paris Agreement atau Kesepakatan Paris tersebut juga menyebutkan soal penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan. Kesepakatan yang melibatkan negara-negara di dunia itu memaksa pemerintah maupun pemangku kepentingan untuk memikirkan dampak emisi yang dikeluarkan atas tanggung jawabnya, dengan menurunkan tingkat emisi dan melakukan netralisasi.

Netralisasi karbon tersebut yang kemudian dikenal dengan carbon offset. Carbon offset bisa berarti suatu aktivitas atau kebijakan yang menetralisasi pelepasan karbon yang telah dihasilkan. Berguna untuk mengurangi dampak yang dihasilkan akibat aktivitas yang telah dilakukan, setidaknya jika belum bisa mengganti sumber emisi menjadi lebih ramah lingkungan, bisa dilakukan “pembayaran” emisi yang didapat dari sumber lain.

Carbon Offset sebagai Kebijakan

Ilustrasi Proses Carbon Offset — UN Environment

Jika melihat peta kontribusi pelepasan emisi karbon, terdapat ketidaksetaraan pelepasan emisi. Menurut data dari Carbon Disclosure Project [2] tahun 2017, tercatat setidaknya 100 perusahaan besar bertanggung jawab pada 71 persen pelepasan emisi karbon global sejak 1988. Sedangkan jika dilihat berdasarkan negara, 10 negara dengan penghasil emisi karbon tertinggi bertanggung jawab atas 75 persen emisi karbon global, dengan China dan AS memimpin di depan.

Melihat sebaran data tersebut, bisa kita nyatakan bahwa sesungguhnya upaya mitigasi yang signifikan seharusnya dilakukan oleh negara-negara dengan emisi terbesar, sebagaimana perusahaan besar (dengan emisi terbesar) seharusnya bertanggung jawab lebih besar. Maka dari itu upaya mitigasi perubahan iklim atau lebih konkret lagi pengurangan emisi karbon butuh didukung oleh kebijakan (policy).

Pada tingkat ini, The Kyoto Protocol [3] menjadi tonggak penting kebijakan dalam memulai upaya mitigasi perubahan iklim melalui kesepakatan antarnegara. The Kyoto Protocol atau Protokol Kyoto menjadi salah satu hasil dari konferensi penting PBB yaitu UNFCCC (United Nations Framework Convention of Climate Change) pada tahun 1997. Dan sebenarnya protokol ini telah mengatur kewajiban bagi negara-negara maju untuk bertanggung jawab lebih, yang kemudian dikenal dengan common but differentiated responsibility (CBDR).

Perbedaan tanggung jawab ini kemudian yang mendasari terbentuknya pasar karbon, di mana pihak (negara atau perusahaan) yang tidak dapat melakukan pengurangan emisi, dapat “menyuruh” pihak lain yang mampu. Dalam perkembangannya kemudian, protokol ini yang oleh negara-negara dibahas lagi dalam Kesepakatan Paris pada 2015, yang mengikat negara yang ikut serta untuk menurunkan emisi secara transparan dan terukur.

Jika pada tingkat negara terdapat pasar dan perdagangan karbon yang berbasis pada komitmennya dalam protokol atau kesepakatan PBB, pada kasus dalam negeri, kita bisa melihatnya menjadi tanggung jawab tiap pemangku kepentingan. Perusahaan atau pihak lainnya yang melakukan aktivitas penghasil emisi memiliki tanggung jawab untuk mengurangi dampaknya dengan melakukan carbon offsetting. Salah satu upaya carbon offset yang populer adalah melakukan penanaman pohon.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Namun carbon offsetting bukan hanya soal wilayah tanggung jawab pemerintah atau perusahaan besar. Berbagai kampanye dan ajakan komunitas dan pegiat lingkungan untuk hidup ramah kepada lingkungan bukan tidak berdampak. Karena sektor rumah tangga juga menghasilkan emisi karbon. Seperti disebutkan dalam situs WRI-Indonesia, setiap individu di Indonesia rata-rata menghasilkan 2,03 ton emisi karbon tiap tahunnya.

Jika perusahaan ada pada segi produsen, maka sektor rumah tangga menjadi konsumen yang justru menjadi tonggak pelepasan emisi. Yang melakukan pemakaian atau konsumsi barang atau aktivitas adalah konsumen itu sendiri. Jika produksi suatu barang menghasilkan sekian emisi karbon, maka konsumen dapat mengendalikannya dengan mengurangi pemakaian, dan secara tidak langsung akan mengurangi emisi.

Dalam hal carbon offset, Usaha yang bisa langsung dilakukan individu atau sektor rumah tangga adalah ikut serta menanam pohon. LindungiHutan telah memberikan wadah dan mempermudah berbagai pihak melakukan penanaman pohon untuk mengurangi emisi, atau dengan kata lain juga merupakan carbon offsetting, bagi pihak yang merasa melakukan penanaman pohon untuk mengganti emisi yang dihasilkannya.

Jika pada tingkat makro, pasar karbon yang terbentuk lebih kompleks, maka bagi individu atau rumah tangga, mekanisme pengurangan karbon butuh dilakukan oleh pihak yang peduli. Sekurang-kurangnya untuk mengganti pihak lain yang belum memiliki kesadaran atas emisinya. Dan jika belum bisa ikut serta menanam secara langsung, maka LindungiHutan juga merupakan penyedia donasi bibit pohon yang akan ditanam langsung oleh Sahabat Alam.

Namun ada satu hal yang harus kita perhatikan begitu membicarakan kembali proses carbon offset. Kita bukannya menghilangkan usaha pengurangan emisi yang kita hasilkan. Usaha yang lebih sehat daripada mengobati adalah mencegah penyakit itu sendiri. Mekanisme ini yang dievaluasi dalam Kesepakatan Paris, di mana mekanisme CBDR dikaji ulang dan dipertegas menjadi apply to all, bagi negara-negara yang menandatanganinya.

Maka walaupun kita menanam pohon, berdonasi, atau mengajak teman dan saudara untuk melakukan hal serupa, bukan berarti kita abai dengan emisi yang kita hasilkan dengan dalih kita sudah melakukan carbon offset. Karena emisi yang manusia keluarkan masih begitu tinggi, dan segala netralisasi karbon yang telah dilakukan belum bisa menetralkan emisi yang dikeluarkan. Dan yang lebih penting, karena kepedulian ini bukan soal diri kita sendiri, sedangkan jika batas kenaikan suhu 1,5°C, saat ini suhu sudah naik 1°C sejak pra-industri.

Penulis : Abiyyi Yahya Hakim

LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Yuk pelihara lingkunganmu dengan ikut menyuarakan kampanye alam yang ada di sekitar lingkunganmu dengan klik tautan berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam!

Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!

Referensi Tulisan

[1] “The Paris Agreement”. Unfccc.int. https://unfccc.int/process-and-meetings/the-paris-agreement/the-paris-agreement

[2] Griffin, Paul. 2017. “The Carbon Major Database”. CDP Report, dalam https://b8f65cb373b1b7b15feb-c70d8ead6ced550b4d987d7c03fcdd1d.ssl.cf3.rackcdn.com/cms/reports/documents/000/002/327/original/Carbon-Majors-Report-2017.pdf?1499691240

[3] “Kyoto Protocol — Target for the first commitment period”. Unfccc.int. https://unfccc.int/process-and-meetings/the-kyoto-protocol/what-is-the-kyoto-protocol/kyoto-protocol-targets-for-the-first-commitment-period

Referensi Bacaan

“Carbon Offsetting, The Necessary Stopgap That Indonesians Can Implement”. Wri-indonesia.org. https://wri-indonesia.org/en/blog/carbon-offsetting-necessary-stopgap-indonesians-can-implement

Hindarto, Dicky Edwin. 2018. #pasarkarbon: Pengantar Pasar Karbon untuk Perubahan Iklim. Jakarta: PMR Indonesia, dalam http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Media/Buku_pasar_karbon.pdf

“Perusahaan Indonesia Mulai Tertarik Ikut Tren Carbon Offsetting demi Kurangi Emisi”. Vice.com. https://www.vice.com/id_id/article/vb58gx/perusahaan-indonesia-mulai-tertarik-ikut-tren-carbon-offsetting-demi-kurangi-emisi

Tosiani, Anna. 2015. Buku Kegiatan Serapan dan Emisi Karbon. Jakarta: Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian LHK, dalam

http://appgis.dephut.go.id/appgis/download/Pemantauan%20Hutan%20Nasional/Buku%20Pemantauan%20Emisi%20dan%20Serapan%20Karbon_2015_Tosiani.pdf

--

--

Abiyyi Yahya Hakim
LindungiHutan

membaca untuk menulis, mendapatkan untuk berbagi, merasakan untuk menceritakan kembali