Radikalisasi Kebijakan AS di Venezuela

Lingkaran Solidaritas
Jurnal Lingkaran Solidaritas
3 min readFeb 3, 2019

Oleh: Steve Ellner Associate Managing Editor of “Latin American Perspectives” and is the editor of “The Pink Tide Experiences: Breakthroughs and Shortcomings in Twenty-First Century Latin America” (2019).

https://venezuelanalysis.com/analysis/14258

Pengakuan Washington terhadap pemerintahan bayangan yang dipimpin oleh presiden Majelis Nasional Venezuela Juan Guaido, merupakan salah satu demonstrasi tentang bagaimana pemerintahan Trump telah meradikalisasi posisi kebijakan luar negerinya, dan dalam melakukan tidakan itu secara tidak langsung telah melanggar hukum internasional, termasuk piagam OAS.

Isu ini sebenarnya sama dengan konteks problem yang lainnya. Sebelumnya, pemerintahan Obama telah menjadi peletak dasar bagi upaya radikalisasi kebijakan luar negeri Trump, tetapi dalam konteks ini lebih terpisah. Obama mengeluarkan perintah eksekutif yang menyebutkan Venezuela ancaman bagi keamanan nasional AS dan membuat daftar pejabat Venezuela yang akan dikenai sanksi.

Eskalasi sanksi administrasi muncul di era Trump, salah satunya memberikan sanksi keuangan terhadap pemerintah Venezuela dan langkah-langkah perlawanan terhadap industri minyak negara tersebut. Selain itu, pejabat tinggi pemerintahan telah memainkan peran aktivis secara terbuka dengan melakukan perjalanan ke seluruh benua dan meluaskan isu, untuk mempromosikan kampanye guna mengisolasi Venezuela.

Sinyal pertama terkait kelompok pro-AS, dimulai ketika beberapa komunitas internasional akan mengakui pemerintahan Guaido, saat dia datang dari Washington bersama dengan sekutunya yang paling kanan, Jair Bolsonaro dari Brazil. Pada tahun lalu saja, pemerintah Inggris (kelompok konservatif, Theresa May) bermaksud untuk tidak mengakui Maduro, setelah ia menjabat untuk masa jabatan keduanya pada 10 Januari. Hal itu dilakukan oleh Inggris dengan maksud untuk mempertahankan hubungan diplomatik dengan AS. Kini, Washington mendorong untuk posisilebih radikal yang tidak hanya medelegitimasi Maduro, tetapi juga mendorong membangun hubungan diplomatik dengan pemerintah bayangan.

Pendekatan aktivis dengan mengajukan upaya diplomasi merupakan suatu bukti, jika sehari setelah protes yang dilakukan oleh oposisi pada tanggal 23 Januari, ketika Menteri Luar Negeri Pompeyo menawarkan 20 juta dolar sebagai “bantuan kemanusiaan” kepada penduduk Venezuela. Banyak rakyat Venezuela melihat ini sebagai hal yang memalukan dan bagi mereka bantuan tersebut dirancang untuk menekan negara itu agar tunduk.

Sejak revolusi Kuba tidak pernah lagi, pemerintah AS memainkan peran aktivis yang terang-terangan di seluruh benua demi mengisolasi pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dalam proses tersebut AS telah lebih jauh mempolarisasi Venezuela dan benua secara keseluruhan. Kaum moderat sebagai oposisi di Venezuela, termasuk dua mantan calon presiden dari dua partai tradisional utama, yakni Claudio Fermín dan Eduardo Fernández, lebih menyukai perihal partisipasi pemilihan (pemilu) dan mengakui legitimasi pemerintah Maduro. Tindakan Washington tersebut telah menarik karpet dari kalangan moderat dan memperkuat posisi para ekstremis di oposisi.

Pada bulan Agustus 2017, partai-partai oposisi menerima seruan Majelis Konstituante Nasional (ANC) untuk pemilihan gubernur pada bulan Oktober tahun itu. Sekarang sebagian besar dari partai-partai yang sama menolak untuk mengakui pemerintahan Maduro, dengan alasan bahwa ANC yang menyelenggarakan pemilihan presiden. Sementara mereka menggap pemilu yang dimenangkan oleh Maduro, diselenggarakan oleh badan yang tidak sah.

Pemerintahan Trump telah mempromosikan radikalisasi serupa di seluruh belahan dunia. Sebagian besar negara yang telah mengakui Guaido berada di posisi kanan (berlawanan dengan tengah). Tetapi presiden dari kelompok kanan Chile (Sebasián Piñera), Argentina (Mauricio Macri) dan Brasil (Michel Temer) menolak pernyataan Sekretaris Jenderal OAS Luis Almagro bahwa intervensi militer di Venezuela harus dipertimbangkan. Trump, Bolsonaro dan presiden Kolombia yang baru terpilih, Iván Duque telah mendorong para presiden dari kelompok kanan ini ke posisi yang bahkan lebih ekstrem di Venezuela.

Tetapi, di sana hanya kelompok oposisi moderat Venezuela yang mendukung adanya dialog, dan hal itu diabaikan oleh media mainstream, selain itu kelompok moderat lain dari komunitas internasional juga mendukung dialog serupa. Figur-figur ini termasuk Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador, Paus Francis, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan juga mantan presiden Chili Michelle Bachelet. Apa yang mereka usulkan tersebut mewakili harapan terbaik bagi bangsa yang tengah terpukul ini.

*Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan pandangan editorial Analisis Venezuela.

Resource: https://venezuelanalysis.com/analysis/14258

--

--