Jangan Jamah Gunung Kendeng: Nonton Bareng Film Samin vs Semen di IAIN Cirebon

Literasi.co
Literasi
Published in
3 min readMar 24, 2015

Oleh: Reni Azizah[1]

Cirebon, Senin (23/3/2015), himpunan mahasiswa jurusan Pengembangan Masyarakat Islam mengadakan pemutaran film dokumenter “SAMIN VS SEMEN.” Pemutaran film ini sebagai bentuk aksi penyadaran untuk SaveGunung Kendeng, terutama lewat nonton bareng dan diskusi film. Setelah diskusi, semua mahasiswa dengan lantang menyuarakan “Jangan Jamah Gunung Kendeng.” Pemutaran film dokumenter ini disaksikan oleh lebih dari seratus mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang berlangsung ramai.

Selain untuk penyadaran akan arti penting keberadaan ekosistem karst Pegunungan Kendeng Utara yang salah satunya bagiannya berada di wilayah Rembang, kegiatan ini juga merupakan bentuk penyadaran pentingnya akademisi dan mahasiwa untuk memiliki ilmu yang berguna bagi masyarakat, bukan untuk membanggakan diri dan semata-mata untuk mengumbar keserakahan. Setelah film dokumenter ini selesai diputar, salah seorang mahasiwa memberikan apresiasi serta kesan mengenai film dokumenter SAMIN VS SEMEN. Salah satu kesan yang muncul adalah,kalau manusia itu mempunyai hati nurani maka hati dan nurani ini sepatutnya berempati dan bersimpati terhadap masyarakat. Caranya bisa dilakukan dengan bersatu dan bergerak melakukan gerakan dukungan/perlawanan seperti apa yang dilakukan ibu-ibu Rembang dalam cuplikan film dokumenter SAMIN VS SEMEN.

“Ya kita sebagai manusia yang punya hati nurani sudah seharusnya bersimpati terhadap sesama masyarakat.Kita harus bersatu dan bergerak membantu warga Rembang. Lebih jauh lagi, saya ingin bisa di tengah-tengah mereka membantu mereka,” ujar Humaidullah Irfan, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Muhammad Mubarok,mahasiwa lain juga berkomentar dan mengungkapkan rasa salut yang sangat tinggi atas gerakan penolakan yang dilakukan oleh warga dengan dimotori oleh kaum perempuan.

A.Syatori, Kordinator UmumFront Nahdiyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam(FNKSDA) yang didaulat menjadi pemantik diskusi, menyatakan perasaan yang sangat miris terhadap akademisi yang sama sekali tidak hadir dan terjun langsung untuk membantu masyarakat, bahkan justru sebaliknya. Apa yang dilakukan dua akademisi UGM menurut Syatori merupakan aib bagi dunia akademik. Terlihat jelas sekali di film dokumenter itu masyarakat tidak mempunyai kekuatan apapun, bahkan aparat pemerintahan malah melukai dan mencaci masyarakat. Mahasiswa dan para akademisi yang selama ini dipandang tinggi derajatnya oleh masyarakat seolah-olah menutup mata atas aksi ibu-ibu yang hanya ingin mempertahankan keberlangsungan air dan tanah bagi kehidupan mereka.

“Ke mana para akademisi itu? Kemana mahasiswa yang selama ini dibanggakan masyarakat? Seharusnya mahasiswa sadar akan posisi mereka di masyarakat,” ujar Syatori.

[caption id=”attachment_3215" align=”aligncenter” width=”733"]

Dok: Reni Azizah[/caption]

Syatori juga menambahkan bahwa masyarakat ini butuh air, pangan, dan tanah. Jikadaerah Rembang dijadikan tambang dan pabrik semen, maka ini akan membuat masyarakat Indonesia semakin rentan mengalami krisis pangan yang setiap saat bisa mengancam. Sangat menggelitik sebenarnya, ketika Indonesia yang kaya akan sumber daya alam harus memenuhi kebutuhan pangan dengan impor pangan dari negara lain. Sementara, pabrik-pabrik semen yang hendak didirikan ini hanya untuk memenuhi hasrat pihak-pihak tertentu saja yang mempunyai kepentingan tanpa peduli atas dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

“Kita ini butuh air, pangan, dan tanah tho?Ironi negeri agraris ini, misalnya, adalah bawang saja sudah impor dari luar.Apalagi kalau Rembang “dijual” kita akan mengalami krisis pangan (pokok) yang sebenarnya. Sangat lucu sekali bukan? Untuk apa pabrik-pabrik semen? Di film tadi, masyarakat sudah merasa cukup dengan bertani.Tanah itu tidak akan pernah habis dan bisa diwariskan turun temurun. Uang itu hanya bersifat sementara,” ujarnya Syatori menambahi.

Maka dari itu, pentingnya kesadaran para akademisi untuk ikut serta melakukan gerakan sosial yang pro masyarakatkarenaorang pinter itu bukan untuk minteri.Tanah Indonesia harus kita jaga. Jawa Tengah yang jaya harus dijaga. Sekali lagi teriakan “Jangan Jamah Gunung Kendeng,” kembali menggema di akhir diskusi.

[1]Reni Azizah adalah mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam semester 5 di IAIN Syekh Nurjati Cirebon

[icon icon=’Icomoon/icomoon-calendar||size:17px’]24 Maret 2015

--

--

Literasi.co
Literasi

Media Kooperasi yang diinisiasi oleh Gerakan Literasi Indonesia (GLI)