Mistifikasi Kesadaran Rakyat yang Menderita oleh Cak Nun

Literasi.co
Literasi
Published in
3 min readDec 17, 2017

Dari kemarin ada polemik — yang berujung pada cacian dan ancaman gebuk — di beberapa akun Facebook, terkait soal hubungan antara Emha Ainun Nadjib (EAN) dan proyek bandara baru Jogja (New Yogyakarta International Airport/NYIA) yang menghancurkan lima desa di Kulon Progo.

Polemik itu berkisar pada dua asumsi yang bertolak belakang:

Asumsi pro/fanatik-EAN: EAN membantu menghibur warga yang tergusur agar supaya ikhlas dan legowo di tempat baru. Apa menghibur warga bukan kebaikan? Menyenangkan “wong cilik”, sedekah.

Pandangan kritikus EAN: EAN melegitimasi penggusuran dan hanya jadi kepanjangan tangan kepentingan PT Angkasa Pura (AP) I, penyelenggara acara “Hijrah Angon Kahanan Anyar” beberapa bulan lalu. Otomatis, EAN terlibat dalam dosa struktural melegitimasi penggusuran, yang berujung pada terusirnya ribuan rakyat dari rumah mereka.

Pada prinsipnya, kita tidak perlu mencari-cari kesalahan orang lain. Tapi kalau orang yang dikira berbuat “baik”, ternyata kebaikannya itu diam-diam punya maksud untuk mendukung suatu kesalahan, maka itu harus dikoreksi. Kita tak tahu niatan EAN, atau “isi hati”-nya — serahkan hal itu kepada Dzat Yang Maha Mengetahui.

Tapi yang kita tahu, secara lahir: 1) EAN difasilitasi acara oleh PT AP I yang sedang melakukan penggusuran secara zalim terhadap para warga di kecamatan Temon, Kulon Progo, dan ia hadir secara publik untuk menunjukkan dukungannya atas proyek bandara, dan 2) EAN terang-terangan menyebut perpindahan paksa warga gusuran dengan “hijrah”, konsep Islam yang merujuk pada hijrah-nya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah.

Menurut para ulama, hukum dan penilaian hanya berlaku pada hal-hal lahir.

EAN bukan tokoh publik pertama, seniman yang mendukung bandara NYIA. Selain EAN, ada Butet, serta sejumlah seniman Jogja terkenal lain yang juga mendukung NYIA, dan otomatis tutup-mata terhadap penggusuran di baliknya.

Namun, yang membuat EAN sedikit berbeda, ia menggunakan agama sebagai panggung dan jargonnya. Membawa-bawa agama untuk melegitimasi suatu proyek pembangunan kapitalistik, tentu bukan tanpa masalah.

Tidak usah jauh-jauh. Cukup diteliti dengan kepala jernih, sudah benarkah konsep “hijrah” ini dipakai untuk membenarkan perpindahan paksa warga dari kampung halamannya ke lokasi baru — yang itu pun bukan tanah milik sendiri (tanah kas desa) dan kapan-kapan dapat kembali digusur?

Kalau benar, maka konsep “hijrah” ini bisa dipakai juga untuk membenarkan pengusiran warga Palestina oleh penjajahan Israel, dan otomatis membenarkan kolonialisme itu sendiri.

Nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah bukan untuk bersenang-senang, tapi karena beliau dan sahabat-sahabatnya tertindas — dan perintah Allah merestui hijrah ini. Namun, hijrahnya Rasul adalah untuk kembali memenangkan tanah airnya, tanah kelahirannya, Mekkah tercinta, dengan segenap jihad fi sabilillah.

Apakah EAN sudah menganjurkan agar warga tergusur melakukan jihad untuk supaya dapat kembali ke kampung halamannya yang digusur? Tidak, semua orang tahu.

Di sini keganjilan retorika agama EAN dalam menyikapi persoalan rakyat.

Melihat hal ini, yang dilakukan EAN sebenarnya adalah persis kerja ideologi dalam konteks kepentingan kelas berkuasa (pemodal, “ruling class”), yaitu “mistifikasi kesadaran”. Agama dibuatnya kali ini untuk memistifikasi kesadaran rakyat yang menderita.

Dalam bahasa lain, EAN telah memanipulasi konsep “hijrah” — konsep yang progresif dalam ajaran Islam, konsep yang diajarkan Islam bagi kaum tertindas untuk berjihad, bukan untuk menyerah dan tunduk pada penindasan.

Semoga tulisan ini memunculkan diskusi yang cerdas, bukan polemik berujung makian yang tak perlu — betapapun sukanya pada EAN. Karena kebenaran bukan soal suka atau tak suka.

Dan semoga para penggemar EAN dapat berempati pada korban gusuran, lebih dari empatinya pada EAN, tokoh yang sudah punya seabrek-abrek sebagai “seleb” (popularitas, kekayaan, dst.).

— — — — -

(kutipan & link berita; rekaman acara bisa dicari di YouTube)

“Hijrah! Bahwa orang-orang beriman yang berhijrah dan berjihad dengan motivasi karena Allah dan tujuan untuk meraih rahmat dan keridhaan Allah, mereka itulah adalah mu’min sejati yang akan memperoleh pengampunan Allah, memperoleh keberkahan rejeki dan nikmat yang mulia, dan kemenangan di sisi Allah. Semoga hijrah yang dilakukan masyarakat Kulon Progo ini dapat diniatkan karena Allah sehingga memperoleh keberkahan rejeki dan kemenangan di sisi Allah SWT. Aamiin” ujar Cak Nun dalam tausyiahnya.

--

--

Literasi.co
Literasi

Media Kooperasi yang diinisiasi oleh Gerakan Literasi Indonesia (GLI)