Peran Keluarga Prabowo Subianto dalam Penurunan Tanah di Jakarta

Literasi.co
Literasi
Published in
4 min readNov 21, 2018
Sumber: detik.com

Oleh Bosman Batubara

Pada 21 November 2018, laman finance.detik.com menayangkan berita dengan tajuk “Prabowo: Air dari Tanjung Priok akan Sampai HI di 2025”. Dalam berita itu dikutip pernyataan Prabowo Subianto (PS), salah satu kandidat presiden dalam kampanye yang sedang berlangsung, sebagai berikut:

“Diprediksi bahwa air dari Tanjung Priok di 2025 akan sampai ke depan Kempinski, di depan Grand Hyatt Hotel. Air di utara, Priok akan sampai di Bundaran HI,”

Selain itu, berita tersebut meneruskannya dengan menyebutkan bahwa menurut PS, kenaikan air laut terjadi karena penurunan permukaan tanah. Menurut PS, seperti yang terdapat dalam berita itu, beberapa warga Jakarta yang tinggal di dekat laut sudah merasakan pengalaman bagimana air laut masuk ke rumah mereka. Semua pernyataan PS ini, menurut laman finance.detik.com, disampaikan dalam Indonesia Economic Forum pada 21 November 2018.

Komentar PS terhadap peristiwa penurunan permukaan tanah di Jakarta, dan kemungkinan air dari Tanjung Priok akan sampai di HI pada 2025, di satu sisi barangkali adalah salah satu upaya PS sebagai calon presiden untuk menunjukkan bahwa dia memiliki kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi oleh Jakarta, dalam kasus ini penurunan permukaan tanah tersebut. Bagi PS, barangkali, narasi politik seperti ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan berbagai variabel (popularitas, elektabilitas) yang akan mengantarkan PS terpilih sebagai presiden dalam Pilpres 2019.

Namun, tampaknya PS atau tim yang menyiapkan materi pembicaraan calon presiden mereka, tidak mengetahui atau meluputkan satu hal, bahwa justru keluarga PS berperan dalam menciptakan permasalahan penurunan permukaan tanah di Jakarta ini. Tulisan ini, dengan demikian, akan menjelaskan peran keluarga PS dalam menciptakan penurunan permukaan tanah di Jakarta.

Apa yang disampaikan PS, bahwa air Tanjung Priok akan sampai di HI pada 2025, memang bukan tanpa dasar. Saya sendiri, berdasarkan data pengukuran yang diambil dari 26 stasiun pengamatan di Jakarta yang didapatkan melalui 8 seri pengukuran pada periode 1997–2005, melakukan pemodelan penurunan tanah di Jakarta. Pemodelan ini dilakukan dengan cara menginterpolasi (menyambungkan tempat-tempat yang ada datanya sehingga di semua tempat di Jakarta model bisa menunjukkan berapa nilai penurunan tanah) data dari 26 stasiun pengamatan tersebut.

Model menunjukkan bahwa kawasan seperti Senayan mengalami penurunan tanah sekitar 44 cm pada periode 1997–2005. Kawasan seperti HI, yang muncul dalam pidato PS, dalam model yang saya buat mengalami penurunan dengan nilai sekitar 45 cm pada periode 1997–2005. Kawasan lain di Jakarta, misalnya Pantai Mutiara, dalam model yang saya buat memperlihatkan penurunan sekitar 50 cm pada periode 1997–2005. Publikasi lain yang sudah beredar menunjukkan tingkat penurunan tanah di kawasan macam Pantai Mutiara mencapai lebih dari 20 cm/tahun.

Jadi kalau dihitung-hitung menuju 2025 (sekitar 7 tahun dari sekarang), kalau di suatu tempat terjadi penurunan permukaan tanah senilai sekitar 20 cm/tahun, maka dalam 7 tahun akan ada penurunan permukaan tanah sekitar 1,4 m — ini dengan asumsi berbagai variabel yang berkaitan tetap. Maka mungkin saja kalau air Tanjung Priok, atau air laut dalam hal ini, sampai ke HI.

Apa yang menyebabkan terjadinya penurunan tanah di Jakarta? Sejauh ini, sependek yang dapat saya ikuti, para pakar menyebutkan bahwa setidaknya ada empat penyebab terjadinya penurunan tanah di Jakarta, yaitu: over-ekstraksi air tanah dalam, pembebanan karena adanya bangunan-bangunan berat, kompaksi sedimen, dan aktivitas tekntonik. Dari beberapa publikasi yang dapat saya simak, untuk sementara tampaknya para ahli berpendapat bahwa ekstraksi air tanah dalam dan pembebanan karena adanya bangunan-bangunan berat menjadi penyebab paling dominan. Namun, mana yang lebih berperan antara ekstraksi air tanah dalam atau pembebanan gedung, sejauh ini belum ada publikasi yang bisa memberikan penjelasan secara meyakinkan.

Persis di sinilah peran keluarga PS dapat dilacak. Kausalitas ini bisa dipahami kalau kita mengarahkan perhatian kita pada sejarah penggunaan tanah di kawasan Senayan. Pada tahun 1962, sekitar 279 hektar area di lokasi yang sekarang kita kenal dengan Senayan telah dialokasikan untuk menjadi tempat pusat olahraga dan sabuk hijau. Penduduk yang tinggal di sana pada waktu itu digusur, mereka disuruh pindah ke Tebet untuk melenggangkan proses pembangunan lokasi olahraga dan sabuk hijau ini.

Namun apa yang terjadi? Saat ini (2018) di area ini hanya tersisa sekitar 39,5 hektar lagi saja yang menjadi area hijau. Selebihnya sudah “ditumbuhi” oleh gedung-gedung. Keberadaan gedung-gedung inilah yang, salah satunya, menjadi penyebab penurunan permukaan tanah Jakarta. Hubungan sebab akibat yang paling pasti adalah melalui berat yang disumbangkan oleh gedung-gedung ini. Kalau gedung-gedung tersebut mengekstrak air tanah dalam, berarti dia menyumbang bagi penurunan permukaan tanah di Jakarta komplit di kedua faktor yang paling dominan.

Keterlibatan keluarga PS dalam konversi area di Senayan adalah melalui pembangunan Plaza Senayan pada 1990an. Titi Prabowo, mantan istri PS, berkongsi dengan Hashim Djojohadikusmo, adik kandung PS, dan bersama mereka memiliki 20% saham melalui perusahaan patungan mereka PT. Aditya Wirabakti (salah satu developer Plaza Senayan).

Baik Titi Prabowo dan Hashim, keduanya sekarang terlibat pada proses pencalonan PS sebagai calon Presiden. Titi adalah salah satu aktivis Partai Berkarya yang didirikan oleh adiknya, Tommy, dimana partai mereka sekarang mendukung PS. Sementara Hashim, menurut pemberitaan yang muncul di media daring, pada medio 2018 adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, partainya PS.

Sebagai penutup, kiranya cukup jelaslah sudah peran keluarga PS dalam penurunan tanah di Jakarta. Jadi, kalau PS mau memperlihatkan kesungguh-sungguhannya mengatasi persoalan ini, maka pihak pertama yang harus ia persalahkan adalah orang yang berada di sekelilingnya. Karena merekalah yang berperan kunci dalam proses produksi penurunan tanah di Jakarta. Adapun warga di pantai Jakarta yang rumahnya sudah kemasukan air laut, kemungkinan besar hanyalah merasakan dampaknya.

--

--

Literasi.co
Literasi

Media Kooperasi yang diinisiasi oleh Gerakan Literasi Indonesia (GLI)