TNI AD Kembali Berusaha Memagari Tanah Warga Urutsewu

Literasi.co
Literasi
Published in
2 min readJun 24, 2015

Oleh Nurul Fitriyan Nawie

Selasa, 23 Juni 2015. Warga Ds. Kaibon Petangkuran kembali digegerkan oleh ulah TNI yang terus berusaha melakukan pemagaran untuk wilayah pesisir selatan Desa Kaibon Petangkuran. Sejak pagi, warga mulai berbondong menuju tempat di mana akan dilakukan pemagaran tersebut, di lahan mereka. Mereka melakukan penolakan. Ini sudah yang kedua kali berturut usaha pemagaraan dilakukan. Setelah kemarin, Senin (22/06), usahanya dapat digagalkan oleh para warga, kali ini TNI membawa personil yang lebih banyak lagi untuk berjaga diri dari serangan masyarakat yang kapan saja bisa dilakukan. Beberapa warga tidak hanya datang dengan tangan kosong. Mereka membawa persenjataan, mulai dari kayu, cangkul-cangkul mereka, bahkan sabit juga clurit.

Ratusan warga tumpah ruah di sekitar lokasi rencana pemagaran. Tidak hanya kaum pria saja, terlihat juga beberapa perempuan, ibu-ibu, yang bahkan menggendong anaknya yang masih balita, Ada juga belasan anak-anak usia SD ikut serta dalam demo penolakan tersebut. “Demo rebutan tanah,” kata Dewi, gadis kecil kelas 5 SD yang menjawab dengan lugu saat ditanya tentang keberadaannya di situ.

Truk Material
Dalam aksinya kali ini, pihak TNI sudah menyiapkan material untuk bahan pondasi pagar yang dibawa oleh sebuah truk. Namun, belum sempat truk itu menghantarkan material sampai lokasi, warga berhasil mencegahnya. Bahkan salah satu warga mengancam akan membakar truk dengan bensin yang ada di tangannya jika truk itu tetap menerobos masuk. Memilih selamat dan tidak mau rugi, supir truk memilih untuk pergi. Untuk mengantisipasi akan datangnya truk-truk pembawa material itu, warga membuat lubang-lubang di beberapa titik di sepanjang jalan yang dimungkinkan bisa saja dilalui oleh truk pembawa material tersebut.

Mulyadi adalah salah satu pemuda yang tergabung dalam satuan warga, tetapi bukan warga asli Desa Kaibon Petangkuran. Dia dari Kalimantan dan hanya berniat menemui saudara di sini. Bertindak sebagai orang asing yang sangat baru mengetahui konflik ini, dia tertarik untuk mengambil gambar untuk diabadikan. Tapi di luar dugaannya, dia tiba-tiba ditarik oleh seorang TNI dan diancam akan dilaporkan ke polisi karna telah memotret tanpa izin. “Bahkan salah satu pekerjanya menyuruh untuk menembak saya.”, begitu katanya. Ia juga mengatakan bahwa kejadian itu cukup membuatnya panik.

Sampai lewat dzuhur, pasukan warga dan TNI pun belum terlihat bubar. Warga memutuskan membuat tenda yang dijadikannya sebagai tempat berteduh dan beristirahat, sembari menunggu para TNI bubar dan tidak melanjutkan rencana pemagaran. “Kalau sampai maghrib, kita bisa buka puasa di tenda ini.”, kata Pak Mukhlis, Lurah di Desa Kaibon Petangkuran.

Bahkan untuk menghibur para warga, ada seorang lansia yang terus berdendang, nembang, agar menghilangkan kepenatan mereka dalam menunggu TNI bubar.

Begitu ringkasan cerita tentang penolakan pemagaran di desa Petangkuran. Bukan tidak mungkin TNI akan terus berusaha untuk terlaksanakannya rencana tersebut. Dan bukan tidak mungkin warga terus resah karena aktivitasnya mencari nafkah hari itu terganggu lantaran mereka harus menjaga lahan mereka.
Bagaimanakah solusinya saat sudah tidak bisa dibicarakan lagi? Siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini? Mau sampai kapan?[]

--

--

Literasi.co
Literasi

Media Kooperasi yang diinisiasi oleh Gerakan Literasi Indonesia (GLI)