Di luar katanya/sepertinya/seharusnya sedang hujan: Evidensialitas

Bagamaimana bukti muncul dalam sebuah bahasa

Lutfhi Variant Hanif
BahasBahasa
5 min readMar 17, 2021

--

Untuk orang Indonesia, ketika kita mendengar teman atau seseorang berkata, “Diluar sedang hujan.”, kita bisa bertanya: Tahu dari mana? Atau, tahu dari siapa?

Teman kita mungkin melihatnya, “Di luar tampaknya sedang hujan.”, atau mungkin dia mendengar dari orang lain, “Di luar katanya sedang hujan,” atau bisa jadi dia mendengar suara rintikan hujan dan menyimpulkan bahwa di luar sedang hujan, “Di luar suaranya seperti sedang hujan.”. Bagi bahasa Indonesia, beginilah cara kita biasanya memaparkan bukti. Tetapi, dalam bahasa di dunia belahan lain, bukti bisa muncul dalam berbagai macam bentuk.

Ilmu Linguistik menyebut indikasi adanya bukti seperti di atas sebagai evidensialitas. Evidensialitas dapat muncul dalam berbagai bentuk; sebagai awalan, partikel, modalitas, atau tenses. Kalian mungkin menyadari bahwa tidak ada kategori kata di sana. Hal ini karena memang kata, seperti tampaknya, katanya, dan suaranya, umumnya tidak termasuk sebagai salah satu penunjuk Evidensialitas.

Untuk lebih jelasnya, mari kita berkelana Kalifornia Utara untuk mengunjungi Orang Pomo. Bahasa mereka memiliki empat jenis evidensialitas: -ink’e( indera bukan penglihatan), -ine (kesimpulan), -·le (kabar burung), dan -ya (pengetahuan langsung).

Kembali ke contoh sedang hujan di atas. Misalnya, teman kamu ingin mengatakan bahwa dia merasa bahwa di luar sedang hujan, maka dalam bahasa Pomo dia bisa mengatakan:

Di luar sedang hujan-ink’e
“Aku
merasa di luar sedang hujan”

Atau misalnya dia melihat bahwa jalan di luar sedang tergenang air dan Ia berkesimpulan bahwa di luar sedang hujan:

Di luar sedang hujan-ine
“Di luar
seharusnya sedang hujan.”

Bisa juga dia mendengar dari pembicaraan orang di sekitar:

Di luar sedang hujan-·le
“Di luar
katanya sedang hujan.”

Terakhir, mungkin teman kalian baru datang dan dia melihat sendiri bahwa di luar sedang hujan:

Di luar sedang hujan-ya
“Aku
melihat langsung kalau di luar sedang hujan.”

Mungkin beberapa dari kalian masih belum perbedaan bahasa yang memiliki fitur evidensialitas dengan bahasa yang tidak memilikinya, “Dua-duanya sama-sama bisa ngomong sepertinya, katanya, dan seharusnya,” pikir kalian.

Disini kita bisa membedakan antara pengetahuan kita (tahu/tidak tahu) dengan dari mana kita mendapatkan pengetahuan kita. Evidensialitas adalah fitur yang dapat membantu seseorang untuk melakukan hal yang kedua. Dengan fitur ini, kita dapat menyampaikan informasi sekaligus memberikan sumber informasi yang kita terima tersebut.

Mengapa kita harus membedakan kedua hal tersebut?

Salah satu manfaat dari fitur Evidensialitas ini adalah para penutur bahasa terkait harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi. McClendon, misalnya, mengatakan kalau kesalahan dalam penggunaan Evidensialitas dapat berujung pada dilabeli pembohong oleh orang-orang terlepas informasi yang disampaikan betul atau tidak. Hal ini juga membuat fitur Evidensialitas dapat membantu penutur bahasa terkait untuk mengukur krebilitas seseorang dengan lebih baik.

Fitur Evidensialitas juga memberikan pengaruh pada strategi pembicaraan, salah satunya ada rekonstruksi kejadian. Kita sudah pernah membahas tentang penanda-penanda kebahasaan yang dapat mengindikasikan seseorang berbohong atau tidak. Salah satu penanda tersebut adalah sikap pembicara yang berusaha menyampaikan hal-hal yang tidak relevan.

Dalam bahasa yang memiliki fitur Evidensialitas, seorang pembicara yang mencari aman malah mungkin ingin sebisa mungkin terkait dengan kejadian dalam jarak yang cukup aman. Michael Lev dalam penelitiannya dalam bahasa Nanti menemukan bahwa ketika seseorang tidak ingin ditemukan bersalah maka orang itu akan sebisa mungkin membangun hubungan yang jelas dengan kejadian yagn sedang dipertanyakan.

Rosa adalah seorang gadis di suku Nanti yang mengalami pembakaran pada kakinya. Dalam suku Nanti, biasanya peran atau tanggung jawab untuk menjaga seorang anak hingga usia dewasa ada pada seorang ibu yang berarti jika sesuatu terjadi pada seorang anak maka ibunya lah yang akan dicari untuk bertanggung jawab.

Mecha adalah ibu dari Rosa dan dia adalah yang pertama kali ditanyai tentang kejadian tersebut. Mecha banyak menggunakan strategi kabar burung dimana Evidensialitas dalam jawaban-jawabannya banyak muncul dengan membawa informasi-informasi dari yang Ia dapat dari orang lain, misalnya Mecha mengatakan kalau Ia tahu kalau Rosa mengalami pembakaran dari Rosa sendiri ketimbang Ia melihat Rosa mengalaminya secara langsung. Mecha juga memperjelas kaitan dirinya dengan kejadian yang menimpa Rosa dengan menyimpulkan tempat dimana Rosa mengalami pembakaran ketimbang melihat langsung di mana Rosa mengalami pembakaran.

Apa yang dilakukan Mecha berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan suaminya, Pastoro. Pastoro tidak banyak menggunakan Evidensialitas ketika membicarakan hubungannya dengan kejadian yang menimpa Rosa. Ketiadaan Evidensialitas, kata Michael Lev, cenderung diartikan bahwa pembicara melihat langsung atau memiliki pengetahuan langsung tentang kejadian yang dibicarakan. Hal ini bisa membuat Pastoro dihakimi karena tidak mencegah atau melindungi Rosa dari api walaupun Ia tahu dan melihat secara langsung ketika Rosa dalam bahaya.

Tetapi, seperti yang sudah dijelaskan di atas, tanggung jawab untuk menjaga seorang anak dalam suku Nanti cenderung jatuh pada seorang ibu. Michael Lev berkesimpulan kalau sikap Pastoro yang tidak terlalu perhatian pada Evidensialitas dalam ujarannya muncul karena Ia tahu Ia relatif sangat aman dari hukuman. Sikap Mecha sementara itu dapat dimaknai sebagai usahanya untuk meyakinkan orang-orang bahwa hubungan dia dengan kejadian yang menimpa anaknya hanyalah sebatas kabar atau informasi dari orang lain yang membuat dirinya berada dalam batas aman dari tanggung jawab.

Bagi penutur bahasa Indonesia, fitur Evidensialitas bisa jadi adalah fitur yang paling unik yang dapat dimiliki sebuah bahasa. Kita sudah terbiasa sehari-hari mengkonsumsi dan memberikan informasi yang sumbernya kita sendiri tidak kita sampaikan dengan jelas. Hal ini sayangnya sering berujung pada misinformasi yang tentunya dapat merugikan banyak pihak.

Dari fitur Evidensialitas kita setidaknya bisa melihat bahwa menyampaikan sumber informasi bisa menjadi sebuah kewajiban atau hal penting dalam bertindak tutur. Walaupun bahasa Indonesia tidak memiliki fitur ini, kita setidaknya bisa membiasakan untuk menelusuri lagi informasi yang kita terima dan berusaha untuk memberikan sumber kredibel saat menyampaikan informasi.

Referensi

Michael, L. (2006). The moral implications of evidentiality in Nanti society: epistemic distance as a pragmatic metaphor for moral responsibility. In Proceedings of the Thirteenth Symposium about Language and Society-Austin (Vol. 13).

Michael, L. (2012). Nanti self-quotation: Implications for the pragmatics of reported speech and evidentiality. Pragmatics and Society, 3(2), 321–357.

--

--

Lutfhi Variant Hanif
BahasBahasa

Senang menghabiskan waktunya untuk mempelajari hal-hal baru dan mengonsumsi anime dan manga dengan porsi yang wajar.