Mereka yang tidak tahu, Mereka yang Tahu

beruang kutub
Mahitanawala
Published in
3 min readMar 9, 2017

Jam menunjukkan pukul 21.35 malam waktu Bandung setempat. Hujan telah berhenti tapi suasana sendunya masih tersisa. Sudah biasa, Bandung memang akan sedih di sore hari dan marah di siang hari.

Sama seperti hari ini. Munculnya kejadian di siang ini membuat Bandung sedih semenjak sore. Ribuan supir angkutan kota yang berdemonstrasi jadi bahan pembicaraan sampai sekarang. Dari rekaman kejadian para supir angkutan kota mengamuk kepada salah satu mobil warga secara acak, supir angkutan kota yang menabrak supir ojek online dengan sengaja, sampai aksi balas dendam komplotan ojek online yang menghancurkan mobil angkutan kota.

Apa yang saya dengar dari orang-orang di sekitar saya adalah banyaknya keluhan terhadap mereka yang melakukan kekerasan dalam aksi demonstrasinya.

“Buat apa mereka demo, malah nanti tidak ada yang mau naik.”

“Wah, harusnya seperti ini saja, jalanan lancar tanpa angkutan kota.”

“Cuma bisa buat macet aja pakai acara demo-demo segala.”

“Mau sampai kapan negara ini maju kalau masih seperti ini.”

kata mereka, orang-orang yang sedang duduk santai dan nyaman dengan mulut penuh cemilan dan asap rokok. Memang pemikiran setiap orang dapat berbeda, dan perdebatan dari perbedaan itu adalah hal yang wajar.

Saya disini juga hanya akan berpendapat di mana pendapat ini adalah pendapat netral yang datang hanya dari pemikiran seorang yang bahkan belum pantas untuk dipanggil seorang yang telah terpelajar. Menurut saya, ada yang namanya kewajaran pada satu/kelompok orang tertentu. Dalam kasus ini adalah para supir angkutan kota dan supir ojek online. Bayangkan mereka yang telah dengan bersusah payah mencari uang untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Mereka yang tidak pernah merasakan nikmatnya berada diposisi kita, yang mendapatkan uang pun lebih daripada apa yang kita gunakan untuk kehidupan sehari-hari. Mereka yang hanya bisa berharap ketika besok berangkat narik mobil ataupun motornya akan mendapatkan penumpang lebih karena untuk membelikan susu anaknya pun harga telah naik. Mereka bukanlah orang seperti kita yang mendapatkan pendidikan “tinggi” sehingga dapat mengerti terkait untung-rugi terhadap perlakuan mereka sekarang apalagi untuk sok mengerti terhadap kebobrokan pemerintah atau negara. Mereka hanya memikirkan bagaimana memberikan uang pada istrinya untuk memasakkan makanan pada keluarganya dan menyisihkan uang untuk pendidikan anaknya sambil berharap anaknya akan besar terdidik seperti “kita” ini.

Memang bagi saya adalah wajib untuk seorang yang dapat dikatakan terpelajar untuk mengemukakan pendapatnya terhadap suatu hal. Tapi mari kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk mereka. Menambahkan uang barang seribu-duaribu pun sudah merasa ogah sekali. Jika kamu menginginkan mereka untuk berfikir seperti orang terpelajar, maka sebagai orang terpelajar ajari mereka juga agar terpelajar.

Tulisan ini saya buat bukan untuk memihak pada kubu manapun. Saya kecewa terhadap pihak pendemonstrasi yang telah melanggar apa yang mereka janjikan untuk tertib. Saya kecewa terhadap pihak ter-demo yang ternyata bersatu untuk membalas dendam. Saya kecewa terhadap para pengamat terpelajar yang ternyata terus mencari keburukan dari kejadian ini. Saya kecewa terhadap diri sendiri yang tidak melakukan apapun hanya menuliskan sebuah curhatan tak berdasar ini. Saya bangga dengan Indonesia yang masih aware terhadap sesama warga Indonesia melalui pendapat-pendapat mereka.

BK

Riau, Bandung. 09 Maret 2017

--

--