Nortpol (baca : Jl. Tubagus Ismail 17 no. 7)

pandito pratama
Mahitanawala
Published in
8 min readNov 29, 2016

“Rumah berwarna putih berbau osjur, training suit tak dicuci, sepatu lapangan bertanah, carrier kehujanan, tempat semua cerita, kehangatan, canda tawa dan pembelajaran ini dimulai.” -Mengutip dari Poster Bakar Beskem 14 Maret 2015

Waktu itu masih semester 3. Masih bodoh. Masih banyak asumsi. Masih banyak mimpi. Masih semangat nyari beskem walaupun tidak ada suruhan sedikit pun dari senior untuk kita mencari beskem (tempat berkumpul di luar kampus red.). Semua pihak pun berusaha menuju berbagai penjuru kota Bandung, yang masih dalam radius dekat dengan kampus tentunya, untuk mencari si beskem ini. Mahlan (065) pun ditunjuk menjadi tuan tanahnya (baca: PJ Beskem).

Sempat berkelana ke daerah Dago Timur. Rumahnya sudah lama tak ditinggali. Kotor. Berdebu. Kaca banyak yang pecah. Namun harga lumayan murah. 14 juta katanya. Kami pun bersemangat untuk berwacana macam, mulai dari kerja bakti membersihkan rumah, mengecat ulang, bahkan ada wacana mau ganti pintu dan jendelanya sekaligus. Sungguh. Kalau dipikir-pikir merupakan wacana yang tak akan pernah terjadi, mengingat benerin wc dan cermin pecah di beskem aja tak kunjung sampai.

Kami pun mengembara lagi. Kali ini mencoba ke daerah sedikit ke atas. Ke arah Dago Tea House. Kami pun menemukan. Sebuah Blok perumahan. Ada 3–4 rumah di dalam wilayah itu. 1 rumah pemiliknya. 1 ruang gudang. 1 rumah penjaga rumah, dan 1 rumah yang disewakan. Kami pun melihat ke dalam rumah yang katanya disewakan tersebut. 2 lantai, ada dapur, ada kamar mandi. Luas menuju sempit. Namun pada kala itu, kami benar-benar yakin, dialah beskem kami.

Ada beberapa alasan mengapa kami yakin, yang pertama, dapat diakses oleh angkot Kalapa Dago yang notabenenya 24 jam. Hanya perlu berjalan 20 langkah juga sampai. Yang kedua, parkirannya bisa memuat banyak motor dan mobil, jadi kalau ramai-ramai datang, tidak akan kesulitan mencari parkir. Yang ketiga, walaupun tak begitu luas, tapi bisalahya dimepet-mepetin kalau tidur biar cukup. Dan yang terakhir, sudah pasti, harga yang cukup terjangkau. Semua kriteria tersebut sudah ciamik lah. Tiba-tiba, ada berita kurang baik, sang pemilik belum tentu setuju terkait penyewaannya. Banyak tetekbengeknya. Mahlan pun berusaha bernegosiasi. Sembari bernego, beberapa dari kami pun ada yang jajan, keliling daerah situ siapa tau ada rumah lain yang sedang disewakan juga sampai tiba-tiba di depan salah satu rumah ada salah satu teman kami yang katanya tadi mau cabut duluan balik, sedang bersama seorang perempuan, entah beliau sedang apa, mungkin sedang mengejar cinta, mengajak kencan, atau memberi bunga? ah sudahlah, waktu itu dia juga masih muda.

Si penjaga rumah akhirnya berkata bahwa kalau nanti yang punya rumah akhirnya setuju akan dihubungi lewat masnya aja. Kami pun pulang, mengingat hari itu merupakan Hari Raya Idul Adha. Malamnya dilanjutkan dengan bakar-bakaran daging sapi di rumah Najmi (058).

Kuliah pun berlanjut, hari demi hari berlalu. Beskem tak kunjung ditemukan. Sampai tiba-tiba Mengan(084) pun berkata bahwa Jan (052) menemukan rumah di jalan Tubagus Ismail untuk disewakan. Beredarlah foto-foto rumah tersebut. Kami pun terperangah. Rumahnya besar. Parkirannya Luas. Di Jalan Tubagus Ismail 17. Kalau pakai mobil memang sedikit jauh harus masuk ke dalam. Namun kalau naik motor atau jalan kaki, banyak sekali jalan tembusnya. Ada jalan tembus ke Indomaret Tubis, ada jalan tembus ke Telkomsel Dago, ada jalan tembus juga ke Lapangan Futsal Tubis. 2 Lantai. Kamar Mandi 3. Kamar ada 2. Oke cukup deskripsinya, nanti dilanjutkan, karena kita belum sepakat dengan rumah ini.

Nortpol (tampak depan)

“Berapa? 40 juta?”

“Iya 40 Juta.”

“Berapa lama? setahun?”

“Kagak, 6 bulan doang.”

“Jir.”

Percakapan di atas adalah pertanyaan yang mayoritas dari kami ajukan ketika selesai melihat foto-foto rumah yang tetiba menjadi viral tersebut. Mengan pun selaku ketua angkatan dengan sigap menginisiasikan kumpul angkatan. Tak lama. Kami pun setuju untuk menjadikan rumah tersebut sebagai beskem kami. Tentu ada harga literally harga yang harus dibayar untuk mendapatkannya. Yaitu 450.000 rupiah seorang. Entah mengapa, uang dengan cepat terkumpul. Tunai. Ya benar-benar tunai. Walaupun masih banyak yang belum bayar dan kami memberlakukan subsidi silang, namun uang 40 juta tersebut cepat sekali terkumpul. Kami pun dengan segera membawa uang sebesar 40 juta tersebut untuk diamankan agar bisa segera membayar kepada Pak Ewi (pemilik rumah red.). Uang dibawa, oleh Asthina (009) selaku bendahara, dengan hanya tas yang dia biasa pakai ke kampus. Entah apa jadinya kalau ada orang yang tahu tas itu dalamnya uang 40 juta.

Beberapa hari kemudian, ada berita bahwa malam ini kami sudah bisa menempati rumah tersebut. Sepulang latihan fisik di Saraga, kami pun kumpul angkatan di rumah tersebut untuk pertama kalinya. Senang sekali waktu itu. Akhirnya punya tempat yang isinya cuma seangkatan. Saya lanjutkan deskripsi tentang rumah ini, karena sekarang, dia sudah resmi menjadi beskem kami. Ruang bawah cukup luas, dapat digunakan kumpul angkatan kalau semuanya duduk bersila (kami tak sadar bahwa ruang ini menjadi bumerang buat kami karena akhirnya menjadi tempat favorit untuk interaksi.). Ada dapur dan ruang makan di lantai bawah. Ada juga parkiran yang dapat memuat 4 mobil, dengan 3 mobil di garasi, dan 1 mobil parkiran depan, lalu beberapa mobil di depan rumah dan ada lahan kosong yang juga bisa ditempati beberapa mobil di dekat sana, jadi urusan parkir mobil, aman. Juga ada parkiran motor yang cukuplah untuk semua motor anak-anak jika diparkir dengan rapi.

Nortpol Lantai 2

Sekarang kita naik ke lantai 2. Ada dua kamar di lantai 2 ini. 1 kamar ada kamar mandinya, satu kamar lagi bertingkat yang kalau berada di tingkat atasnya kami bisa melihat cekungan Bandung dengan jelas. Merupakan pagi yang indah jika kamu bangun pagi dari tingkat atas kamar tersebut. Kami pun sepakat, kamar yang berkamar mandi merupakan kamar perempuan dan kamar yang bertingkat merupakan kamar laki-laki. Ada dua balkon, balkon depan dan balkon belakang. Balkon belakang cukup luas, mungkin dulu peruntukkannya untuk jemuran, tapi saat kami yang berkuasa, kami menggunakannya untuk main kartu, tidur-tiduran, dan lain lainnya. Balkon depannya tak seluas yang di belakang, namun tetap cukup untuk satu sofa dan beberapa orang duduk. Kami sering duduk di sana sambil bermain gitar sembari menunggu orang-orang yang datang ke beskem. Dan yang paling utama adalah ruang utamanya, atau dalam bahasa inggrisnya living room. Ruang ini merupakan ruangan yang cukup luas. Kami menambahkan sebuah TV yang cukup besar yang merupakan sumbangan sementara dari Senna (073). TV yang kami suka gunakan untuk nonton persib, Olimpiade Indonesia Cerdas, Ini Talkshow, main NBA 2k dan FIFA, atau nonton bareng-bareng film yang kita inginkan saja. Bagian terbaik dari beskem ini adalah ketersediaan kasur yang melimpah, ada sekitar 10 lebih kasur di beskem ini. Yang biasanya kami gelar di tengah ruang utama sambil tidur-tiduran.

Oke, deskripsi fisik saya cukupkan.

Balkon Belakang

Kami pun mulai menempati rumah tersebut. Waktu itu sudah dekat minggu UTS, jadi beskem semakin ramai karena banyak yang belajar bareng. Pemanggilan kata-kata beskem pun mulai menganggu kami, kami tak mau memanggilnya beskem seperti yang lain, kami pun mencari nama. Rumahnya berwarna putih. Kami mulai mensangkutpautkan warna putih dengan nama yang cocok. Ketua Angkatan kami pernah suka dengan seorang perempuan yang mempunya nama Santa. Santa pun menjadi salah satu aspek yang kami masukkan dalam penamaan. Rumah ini merupakan tempat kami memulai semuanya. Akhirnya diputuskan. Kami memberinya nama Nortpol. Ya. Mengapa tak ditulis dengan bahasa inggris ya karena kami menginginkan itu menjadi sebuah nama khusus.

Kami kira, Nortpol ini benar-benar mewakili 3 aspek penamaan yang tadi kami pertimbangkan, ya Nortpol = North Pole = Kutub Utara = Berwarna Putih. Santa= Santa Klaus = Santa Klaus dari Kutub Utara. Garis Meridian-kami yang waktu itu baru belajar geodesi geometrik-semuanya bermula di Kutub Utara dan berakhir di Kutub Selatan, filosofi yang cocok dengan rumah ini, tempat semuanya dimulai.

Dopol, Donat Nortpol.

Masalah penamaan selesai, kami pun memulai cerita kami di Nortpol. Mulai dari tiap malam tidur bareng di sini. Tiap jumat malam ngumpul bareng-bareng nungguin panggilan dari senior yang tak kunjung datang. Nunggu kuliah yang baru mulai lagi jam 1 setelah selesai jam 9 tapi akhirnya malah gak kuliah karena keasikan main dan lupa waktu. Pagi-pagi makan odading yang bukanya jam 2 pagi di mulut Jalan Tubagus. Nganterin Handika (019), Sangkap (026), Najmi, Grieska (017) ujian TPB bareng-bareng. Kita ga pernah nganter Mengan ujian TPB dari nortpol, soalnya Mengan gak langsung ngambil matkul TPB yang ngulang di semester 3 karena mau fokus jadi ketua angkatan. Nyiapin perlengkapan standar buat ekspedisi geospasial. Plotting titik di peta buat navigasi darat. Bangun pagi sama-sama telat yang akhirnya sama-sama terlambat. Intan (059) yang tiba-tiba teriak gak mau kuliah, dulu Intan tidak pernah cabut kuliah, mungkin sekarang kondisinya sudah berbeda. Bangun pagi-pagi beli nasi uduk di gang yang tiba-tiba kalau balik ada Jesnov (089), Yesi (021) keluar dari kamar perempuan yang kita gaktau sama sekali kalau mereka ternyata nginep. Buat donat dari adonan sendiri buat nyaingin Donat Polandia, kita buat sama sama Dopol, Donat Nortpol. Wastafel yang jatuh yang katanya gara gara Ola (001). Cermin yang pecah yang sampai sekarang belum tahu siapa yang mecahin. Lantai yang pecah juga. Kulkas yang bau karena ada mangga busuk di dalam freezer selama berminggu-minggu. Pohon tempat ‘menyiksa’ Guna pas ulang tahun. Semua asik main di atas tiba-tiba ada satu orang sendiri asik dengan laptopnya main di bawah (baca: Norman (033)). Motor Akbar (046) yang dipake semua kalangan sampai akhirnya dinamain motor bispak, sekarang motornya udah ganti jadi KLX. Abi (069) yang bilangnya mau bantuin Oji (025) mundurin mobilnya eh malah dipake ke kosan. Dinding yang ditempeli nama dan penyakit satu angkatan, kalender osjur, tugas osjur, dan tiket bioskop 78 tapi yang masuk 81 orang waktu bareng-bareng nonton Interstellar di Ciwalk. Baru pulang dari Ekspedisi Geospasial tiba-tiba disuruh kumpul di Nortpol sama senior yang ternyata ada pembukaan osjur malamnya. Interaksi yang hampir setiap hari di beskem. Aldi (078) yang dengan alibi pas cek perlengkapan standar mau beliin makan buat temen-temen padahal mau nonton Persib di final yang akhrinya Guna (092) menyesal karena tidak ikutan nonton Persib di final langsung. Mempersiapkan perlengkapan standar yang serba sama dari pulpen, buku, gula, semuanya sama sampai air minum 700 ml yang salah harusnya 600ml. Ke Pasar Seni bareng dan pulangnya balik lagi ke Nortpol. Belajar bareng buat UTS, UAS. Tidur bareng karena besoknya EG, tapi tetep ada yang telat karena katanya bisa bangun pagi jadi gaperlu nginep di Nortpol (baca: Azhar (038), Dony (014), Grieska). Sampai akhirnya dilantik dan pulang bareng ke Nortpol udah pake jaket oren naik angkot karena semua kendaraannya parkir di Nortpol. Sampai akhirnya juga pulang rapat IMG, ngomongin semua yang terjadi di rapat karena waktu itu kita masih muda dan masih punya Nortpol. Kami sempat mengalami 3 kepanitiaan saat masih punya Nortpol yaitu, Wisuda Maret, Makrabnya Mumtaz (082), dan Pemilu.

Sampai akhirnya bulan April tiba. Waktu sewa kami sudah usai. Saatnya beranjak. Kamipun bebersih raya Nortpol untuk terakhir kalinya. Sambil berbincang hingga larut mengenang apa saja yang pernah terjadi di rumah berwarna putih tersebut. Kami pun sepakat. Pak Ewi (pemilik rumah red.) pasti tobat untuk menyewakan rumahnya lagi, apalagi ke mahasiswa, apalagi ke mahasiswa seperti kami. Karena kami tak pernah bilang ke beliau kalau rumahnya akan dijadikan Nortpol.

Akhir kata, tulisan ini saya akhiri.

Semoga mereka tahu kita pernah punya tempat seperti ini.

Selamat Ulang Tahun Ikatan Mahasiswa Geodesi 2013

dari yang selalu tidur di Nortpol dari pertama kali Nortpol didirikan sampai entah kapan.

035.

--

--