Desktop Environment

Christopher Tahir
Mainstream Linux
Published in
4 min readJan 5, 2020

Ketika masuk ke dunia Linux, sering didengar istilah desktop environment atau sering disingkat menjadi DE. Saya akan mencoba menjelaskan secara sederhana apa itu desktop environment menggunakan bahasa non-teknis.

Menurut pengertian saya, DE adalah kumpulan dari beberapa aplikasi yang mana didesain dengan satu standar tampilan (GUI / Graphical User Interface) yang disebut juga dengan istilah shell. Semakin pesatnya perkembangan pengguna mainstream di ekosistem Linux sendiri membuat banyak distribusi (distro) Linux yang berlomba-lomba membuat tampilan yang apik serta mudah dipakai, namun tidak jarang juga distro yang memakai DE yang sudah dibuat oleh organisasi lainnya.

Dulunya memang Linux dianggap hanya bisa dioperasikan menggunakan Command Line Interface (CLI) yang seperti hacker-hacker di TV itu lho.

Command Line Interface (CLI)

Sebuah DE biasanya terdiri dari ikon, tampilan window, toolbar, folder, wallpaper dan juga widgets. Tujuan utama adanya DE adalah untuk memudahkan pengguna dalam mengoperasikan sistem operasi tersebut.

Di dunia Linux sendiri ada banyak sekali DE yang bermunculan, namun saya sendiri hanya pernah memakai 3 jenis DE yaitu GNOME, KDE dan juga Cinnamon. Mana yang lebih baik, kembali ke penggunanya masing-masing, namun secara pribadi saya lebih cocok menggunakan GNOME dan Cinnamon, walaupun KDE lebih hemat RAM. Di samping itu, ada beberapa jenis DE yang juga populer terutama di kalangan komputer tua atau spesifikasi yang lebih rendah seperti LXDE dan juga XFCE.

Saya akan membahas yang pernah saya pakai saja di postingan ini. Secara umum, ketiga-tiganya bisa di-customize sesuai dengan selera masing-masing. Misalnya ada yang suka tampilan seperti Windows ataupun OSX (Mac OS) atau mungkin ada yang suka dengan tampilan Chrome OS, semuanya dimungkinkan untuk diganti sesuai dengan seleranya. Saya sendiri menggunakan laptop saya untuk kerja dan juga saya ingin data saya tetap aman sehingga saya melakukan backup setiap hari ke Google Drive saya (tentunya data terenkripsi atau terkunci menggunakan password dan ter-backup dengan format file lain, bukan file mentah seperti layaknya backup file komputer dari Windows ke Google Drive).

Why GNOME or Cinnamon not KDE?

KDE menurut saya yang paling bisa di-customize dibandingkan namun saya sendiri kurang terbiasa dengan flow-nya terutama ada beberapa pengaturan tambahan yang harus saya kerjakan ekstra seperti pengaturan shortcut screenshot yang mana berbeda dengan GNOME maupun Cinnamon (kebetulan pertama kali menggunakan Linux saya menggunakan Unity kemudian paling lama menggunakan GNOME).

Belum lagi fitur Online Accounts yang menurut saya penting sekali terutama untuk backup files dan juga penginformasian kalender ke saya, karena saya mencatat agenda saya di kalender, sehingga penting untuk mendapatkan notifikasi, walaupun bisa diakali dengan menggunakan Chrome dan mengaktivasi notifikasi. Sangking banyaknya kustomisasi yang dilakukan, acap kali tampilan menjadi rusak dikarenakannya. Sehingga untuk pemula saya menyarankan mencoba GNOME maupun Cinnamon dibandingkan KDE.

GNOME

Saat ini komputer saya menggunakan DE GNOME dengan kustomisasi kecil seperti mengubah tampilan seperti tombol Windows (Close, Maximize, Minimize), toolbar, dll menjadi mirip tombol Mac OS kemudian mengubah font menjadi Product Sans (Google Font). Selebihnya hanya menambahkan beberapa pengaturan kecil menggunakan GNOME Tweaks.

GNOME Tweaks Tool extensions

Untuk instalasi GNOME Tweaks:

  1. Debian / Ubuntu based
    sudo apt install -y gnome-tweaks
  2. Fedora
    sudo dnf install -y gnome-tweaks

Sehingga tampilan desktop saya sesimple ini saja:

Cinnamon

Untuk Cinnamon, tampilan dasarnya sangat cocok untuk pengguna yang baru saja bermigrasi dari Windows dan distro yang paling kuat untuk Cinnamon DE adalah Linux Mint, karena selain menjadi pencetus, pemelilharaan yang dilakukan juga cukup baik dengan sering adanya update pada sistemnya sendiri.

Tampilan yang rapih dan juga sistem yang stabil membuat Cinnamon menjadi pilihan kedua saya. Dan tampilan Cinnamon ini juga bisa diubah menjadi mirip Mac OS apabila diinginkan. Jadi bisa saya katakan DE di Linux sangat dimungkinkan untuk disesuaikan dengan selera masing-masing.

Dan untuk pengaturan tampilan tidak perlu dilakukan instalasi apapun, karena Cinnamon sudah terbilang cukup andal dalam kustomisasi.

KDE

Dalam hal KDE, saya masih melihat besarnya potensi untuk berkembang ke depannya. Dimana semakin banyaknya pengguna awam yang dimanja oleh KDE terutama karena tampilannya yang apik serta penghematan RAM yang dirasakan.

High customization adalah gelar yang cocok sekali disandang apalagi soal tampilan yang bisa diubah sesuai keinginan tanpa instalasi aplikasi tambahan menjadi nilai plus, belum lagi themes yang terintegrasi di sistem termasuk juga themes di luar yang biasanya.

Namun sejauh pemakaian yang saya gunakan, saya merasakan KDE masih kurang apabila dijalankan di komputer yang bekerja multi-monitor, saya merasakan sedikit lambat dan patah-patah ketika bekerja menggunakan dua komputer, namun saya percaya dengan semakin banyaknya pengembangan maka ke depannya akan menjadi lebih baik bagi KDE.

Tips

Apabila hendak memilih DE tertentu, ada baiknya menggunakan DE yang memang sudah terintegrasi dengan distronya daripada menginstal DE setelah distro terinstall, dikarenakan stabilitasnya akan cenderung jelek. Jadi sangat disarankan untuk sering-sering mencari tau soal distro dan DE yang cocok terlebih dahulu. Kelebihan dari Linux adalah bisa dioperasikannya sistem operasi tanpa harus adanya instalasi pada komputer, cukup menggunakan LIVE USB yang dibuat ketika hendak melakukan instalasi.

--

--

Christopher Tahir
Mainstream Linux

A tech, blockchain & cryptocurrency enthusiast. Sharing about trading in forex & cryptocurrency and also technology in blockchain