Blockchain: Penemuan Terbesar setelah Internet

Nurcahyo Padma Satria
Mandiri Engineering
4 min readDec 30, 2020

--

source image: ibm.com

Internet adalah salah satu penemuan terbesar dalam sejarah manusia. Internet telah memberi kita kemampuan untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak mungkin di masa lalu. Pengaruhnya telah kita rasakan dan tidak terbatas dalam bidang komunikasi, namun juga pada pada aspek-aspek besar kehidupan seperti keuangan, logistik, kesehatan, dan sebagainya.

Lalu apa yang membuat blockchain disebut sebagai the next big thing oleh para ahli? Pada dasarnya blockchain adalah database jenis baru yang mampu memberikan kepercayaan keamanan data kepada para penggunanya dalam aspek penggunaan internet.

Database adalah kumpulan informasi terstruktur (data) yang umumnya disimpan secara elektronik dalam sistem komputer. Database dikontrol dengan menggunakan database management system (DBMS). Data dan DBMS, serta aplikasi yang terhubung dengan keduanya disebut juga sebagai database atau sistem database.

Database yang digunakan saat ini umumnya disimpan dalam server komputer di Data Center. Database tersebut dapat diakses oleh komputer-komputer yang terhubung ke dalam sistem database untuk memperoleh informasi penting yang diperlukan dalam menjalankan bisnis perusahaan, institusi, maupun pemerintahan. Struktur ini disebut sebagai database sentralisasi. Sebaliknya, database desentralisasi adalah struktur database dengan data yang didistribusikan ke dalam sejumlah server komputer yang berbeda dalam suatu jaringan.

Kedua struktur database memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun pada umumnya kedua database harus memiliki satu entitas yang berwenang dalam memutuskan data yang disimpan, dihapus, maupun diubah di dalam database, serta pihak-pihak yang dapat diberikan akses maupun jenis akses yang diberikan. Hal ini membuat pihak-pihak yang memiliki data sensitif di dalam database harus mempercayai sepenuhnya entitas berwenang tersebut tidak akan mengubah, menggunakan, atau mengizinkan data mereka diakses untuk keperluan yang tidak disetujui oleh pemilik data, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini menjadi tantangan bagi entitas tersebut untuk menjaga database dari risiko yang muncul dari pihak internal (ex: kesalahan input data, kegagalan sistem) maupun eksternal (ex: hacking).

Blockchain pada dasarnya menghilangkan ketergantungan database kepada pihak berwenang. Blockchain tidak menyimpan data pada server terpusat maupun terdesentralisasi, namun data-data akan tersimpan pada seluruh komputer pengguna sistem blockchain tersebut tanpa menggunakan database server.

Blockchain database memiliki rules-rules yang terkodifikasi ke dalam software. Rules-rules tersebut mengatur mengenai pihak-pihak yang akan mendapatkan akses dan jenis akses yang akan diberikan, serta protokol-protokol lainnya. Ketika terdapat salah satu pihak yang memiliki otorisasi melakukan input data, database pihak tersebut akan mengirimkan input kepada database-database identik lainnya dalam jaringan yang sama melalui internet. Komputer-komputer lain yang memiliki database indentik harus mencapai konsensus elektronik terlebih dahulu sebelum mengizinkan perubahan data pada database. Masing-masing database akan melakukan update dengan menambah blok data yang berisi data yang telah diinput, sehingga input data akan tereplikasi ke seluruh komputer di jaringan database blockchain tersebut.

Ketika terdapat pihak yang berusaha melakukan hacking untuk mengubah blok data, blockchain database tidak akan mengizinkan perubahan tersebut karena baris blok data terbaru bergantung kepada blok data sebelumnya. Hal ini adalah salah satu keunggulan terbesar lainnya untuk blockchain database; perubahan-perubahan sebelumnya tercatat dan tidak dapat diubah, sehingga integritas data lebih terjamin dan kekal. Hacker harus dapat mengubah informasi di dalam seluruh komputer yang tergabung di dalam jaringan blockchain database untuk dapat mengubah data di dalamnya.

Bagaimana pengaplikasian blockchain dalam kehidupan kita? Blockchain muncul pertama kali dalam sistem transaksi uang elektronik yang disebut Bitcoin. Sistem blockchain (input yang divalidasi oleh komputer-komputer yang memiliki blockchain database) membuat transaksi menggunakan Bitcoin sangat efisien tanpa memerlukan pihak perantara. Bitcoin memperoleh kepercayaan hingga saat ini sebagai alat pembayaran yang aman walaupun keberadaannya 100% hanya ada di internet. Keberadaan riwayat transaksi dapat dilihat oleh semua pihak, namun isinya hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang melakukan transaksi. Hal itu membuat Bitcoin disebut juga diterima secara luas sebagai cryptocurrency.

Munculnya Bitcoin sebagai cryptocurrency membawa kekhawatiran bagi perusahaan perbankan, dimana salah satu peran perbankan sebagai entitas perantara proses pembayaran dapat ditiadakan. Hal ini, disertai juga dengan kehadiran perusahaan peer to peer lending (P2P) yang kian menjamur, menunjukkan bahwa peran perbankan dapat semakin kecil di bisnis keuangan yang terdigitalisasi.

Tapi bukan berarti blockchain hanya berakibat negatif terhadap keberadaan perbankan. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Muh. Deivito Dunggio, blockchain database dapat menjadi solusi bagi permasalahan perbankan yang cukup sering terjadi, yaitu double spending. Double spending adalah kelemahan pencatatan dimana uang yang sama bisa digunakan pada lebih dari satu transaksi. Menurut Deivito, double spending menjadi celah untuk memanipulasi proses pencatatan dan akan memakan waktu dalam proses audit. Dengan mengaplikasikan blockchain database, pengguna dapat melihat pengiriman dan penerimaan transaksi secara langsung. Hal ini dapat menciptakan embedded control untuk mencegah risiko terjadinya double spending.

Dalam perkembangannya, industri perbankan di seluruh dunia telah berlomba-lomba untuk menemukan bagaimana mereka dapat mengutilisasi blockchain. Sebagai contoh, Royal Bank of Canada (RBC) telah mengembangkan sistem distributed ledger technology yang berbasis teknologi blockchain. Selain itu, terdapat Bank OCBC telah menggunakan teknologi blockchain untuk mempercepat proses transfer dana antara kantor cabang mereka di Singapura dan Malaysia, dimana proses transfer hanya memakan waktu 5 menit.

Dari contoh-contoh tersebut, terlihat bahwa teknologi blockchain tidak hanya sebatas ancaman bisnis, namun juga dapat menyediakan celah-celah perbaikan dan pengembangan kapabilitas bagi industri perbankan. Industri perbankan di Indonesia harus memiliki kemauan dan kecerdasan dalam melakukan inovasi terkait pengaplikasian teknologi tersebut untuk dapat menangkap peluang dan menjamin eksistensi mereka di masa depan.

Referensi

[1] Anonim. (2019). Blockchain Disebut Bisa jadi Solusi Masalah Perbankan. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190815093816-185-421509/blockchain-disebut-bisa-jadi-solusi-masalah-perbankan. Diakses pada 28 Oktober 2020.

[2] Fauzia, Mutia. (2019). Dirut BCA: Perbankan Bakal Mulai Adopsi Teknologi Blockchain. https://money.kompas.com/read/2019/11/23/190900326/dirut-bca--perbankan-bakal-mulai-adopsi-teknologi-blockchain. Diakses pada 28 Oktober 2020.

[3] Gumiwang, Ringkang. (2018). Teknologi Blockchain Bank-Bank di Indonesia Hanya Masalah Waktu. https://tirto.id/teknologi-blockchain-bank-bank-di-indonesia-hanya-masalah-waktu-cG5d. Diakses pada 30 Desember 2020.

[4] Reichental, Jonathan. (2017). Linkedin Learning: Blockchain Basics. Diakses pada 4 Juli 2020.

--

--