Menikmati Ayam Pop lewat Indomie

Redha Herdianto
Manuskript
Published in
2 min readApr 1, 2022

Mengutip perkataan seorang komika Indonesia, Bintang Emon, yang menyebutkan “Makan mie satu itu tidak cukup, dua kebanyakan. Maka nasi adalah jalan tengah”. Solusi paling ampuh dalam menyikapi dilema carbo junkie seperti diriku.

Tapi mie instan itu nggak sehat lho, mungkin bagi beberapa pembaca akan mengeluarkan pernyataan ini.

Baiklah, saya juga pernah baca kok. Banyak penelitian tentang ini, jurnal kesehatan, para ahli gizi juga membahas perihal makan mie ini. Mie instan tidak bisa dijadikan pengganti makanan utama. Kalau mau menikmatinya cukup 2 kali dalam sebulan. By the way, ada yang kuat menahan godaan aromanya? Apalagi kala hujan turun, maka yang terlintas adalah ingatan tentang nikmatnya mie instan panas, sisanya cuma kenangan masa lalu dengan mantan yang kini juga sudah menikah dan lebih bahagia dengan orang lain.

Indomie Ayam Pop

Kalau aku, makan mie instan itu seperti ritual sekaligus reward setelah seminggu menahan kangen. Iya, aku biasanya akan masak mie instan tiap pagi di akhir pekan. Lebih banyak mie kuah karena lebih berasa micin-nya. Kadang ditambah topping dan lauk seperti gorengan dan tidak lupa kopi hitam manis.

Agaknya Indomie mencoba mengangkat semua makanan khas nusantara lagi, terutama Padang. Setelah varian rendang, kini ayam pop. Jangan-jangan tahun depan bakal ada varian Indomie rasa cincang khas RM Padang langgananku. Akhir pekan kemarin aku mencoba mie goreng merk Indomie dengan varian baru, Ayam Pop. Tentu menggunakan nasi sebagai topping pelengkap. Maklum Indomie terlalu kecil mengukur gramasi didalam kemasannya, mungkin ini juga salah satu strategi marketing dan upaya untuk merusak anak bangsa hehe…

Secara keseluruhan bungkus mie ini kelihatan mewah, perpaduan warna merah dan gold menjadikan covernya eye-catching, dan ada sedikit tekstur plastik premium saat pegangnya. Tapi sayangnya (menurutku) rasanya belum mencerminkan rasa ayam pop yang gurih itu, justru hanya rasa pedas kari yang dominan. Kalau disuruh memilih apakah akan mencoba varian ini lagi? Jujurly bakal aku skip dulu. Aku masih lebih setia kepada varian white curry-nya.

Kalau kamu, sudahkah mencoba varian ini? Gimana pendapatnya?

--

--

Redha Herdianto
Manuskript

Blogger Pemula | Praktisi K3 | Budak Korporat dari perusahaan Taiwan | Editor Publikasi of Manuskript on Medium | Owner of Lumiere Journey Weblog on Wordpress