prelude to tantrums

magfira
Mari #NulisRandom2015
2 min readJun 5, 2015

Selamat pagi! Apakah kau baik-baik saja? Aku harus bilang bahwa wajahmu sekarang pucat sekali. Padahal di sini suhunya dingin. Bukankah seharusnya pipimu memerah kalau kamu kedinginan? Aku tidak begitu tahu. Setiap kali aku melihat diriku di jendela toko pada musim dingin, aku tak pernah melihat pipiku semerah tomat. Lagipula, aku jarang keluar dari rumah. Hanya sesekali. Jadi kapasitas memoriku lebih banyak kuhabiskan untuk mengingat detail-detail di rumah. Kayak jumlah tehel rumahku, lampu merek apa yang orang tuaku pakai, atau di manakah semut bersarang.

Apa kaubilang? Cara bicaramu buruk sekali.

Ah? Namaku, ya, kan? Aku benar-benar tidak punya tata krama! Jika ibuku mendengar kita saat ini, aku yakin dia akan menjewer telingaku. Caranya menjewer telinga itu mengerikan, kau tahu? Sakitnya seperti seseorang menekan puntung rokok yang masih menyala ke lehermu. Merambat sampai sumsum tulang belakangmu. Brrrrr!

Oh, ya, nama. Lupa. Sori! Aku memang pelupa. Ayahku suka memarahiku karena sifatku yang satu itu. Kalau aku minta izin pergi ke rumah temanku — sangatlah cantik, dengan mata biru dan rambut pirang keemasan — dia selalu menyuruhku untuk membelikannya rokok. Tapi sehabis bermain, rasa lelah pasti mulai menderaku. Pikiranku jadi kosong melompong, seperti isi kulkas yang habis kena meteor, terus whoosh, aku lupa segalanya! Aku lupa bagaimana caranya pulang ke rumah. Aku lupa nama temanku. Aku lupa perkataan ayahku. Walhasil aku kena imbalannya. Tapi tenang saja! Kaulihat lengan ini? Bersih, bukan? Aku sudah sembuh total dan kembali jadi cantik.

Aku… cantik, kan?

Tak perlu menjawabnya. Toh temanku lebih cantik lagi. Sudah pasti masuk jajaran 100 Wanita Tercantik di Dunia. Kalau kau melihat fotonya, kau pasti mabuk kepayang dan kepingin memperistrinya. Ya, kecuali, kalau kau suka, um, cowok.

Kau tidak suka? Baguslah. Mungkin kau cocok dengannya. Kalau kalian menikah, undang aku ya! Aku ingin menyantap semua makanan gratis itu. Jadi tolong pesan katering yang makanannya super lezat. Sudah lama rasanya aku tidak makan makanan enak. Ugh, jadi lapar.

Aku mau memberitahu namaku, tapi aku lebih mau mendengar namamu dulu, oke? Oh, ya, aku lupa kamu lagi susah bicara. Sini kulepas dulu kain yang tersumpal itu di mulutmu. Angkat kepalamu dan….

Oh.

Oh.

Tanganku tembus.

Ha ha ha.

Aku lupa kalau aku sudah jadi hantu. Um.

Dan aku juga lupa kalau aku sudah tahu namamu. Ups. Sori!

Hai, Karl! Namaku Kona.

Kau tidak takut padaku, kan?

Tentu saja tidak.

Dulu, kan, kau kan tidak takut untuk membunuhku.

--

--

magfira
Mari #NulisRandom2015

an indonesian lost in this certain intersection of foreign cultures.