pujian

magfira
Mari #NulisRandom2015
1 min readJun 5, 2015

Ayahmu memujimu setelah ibu guru bilang padanya bahwa kau meraih peringkat dua. Senyummu merekah dan kau langsung memejamkan mata ketika tangan ayahmu yang begitu lebar mengusap lembut kepalamu. Aku melihatmu begitu bahagia, matahari terperangkap dalam iris hitam dan nada tawa yang mengingatkanku pada gita favoritmu.

Kau menolehkan kepalaku, menatapku sejenak, sebelum pindah dari tempat duduk. Ibuku pun menuntunku duduk di depan meja guru. Mendengar performaku sedang-sedang saja, dan nilaiku stagnan, dan aku tetap berada di peringkat dua puluh. Betapa jarangnya diriku mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sehingga aku mendapat nilai C. Ia bilang pada ibuku untuk lebih sering mengawasiku. Ibuku menelan ludah dan menatapku dengan intens, seakan sekujur jiwaku hanya bisa dihargai dengan nilai rapor. Aku hanya memalingkan muka dan mencoba fokus terhadap suara-suara yang mengisi relung atmosfer lorong sekolah ketimbang diskusi antara ibuku dan guruku. Lalu aku menemukanmu melambaikan tanganmu, memberi isyarat padaku untuk pergi kepadamu.

Kubilang pada ibuku bahwa aku mau ke toilet. Ibuku mengiyakan saja dan aku berjalan keluar. Kau bersandar pada dinding, tangan di dalam kantong, dan tersenyum kecil. Aku ingin menanyakan keberadaan ayahmu sebelum kau menarik lenganku dan menyuruhku untuk membuka tangan. Kuturuti perintahnya. Telapak tangan terbuka, lalu sebagian garis-garis yang biasa menjadi pedoman ramalan tertutupi oleh rantai kalung berwarna silver. Hadiah naik kelas, katamu dengan kecepatan luar biasa, sebelum berlari menuruni tangga.

Kutatap kalung itu beberapa detik, lalu memutuskan untuk memasangnya langsung. Kurasakan bebannya di atas tengkukku, di atas bajuku, dekat jantungku. Ketika aku kembali, ibuku bahkan tidak memperhatikannya, tapi aku mulai merasa baik-baik saja.

--

--

magfira
Mari #NulisRandom2015

an indonesian lost in this certain intersection of foreign cultures.