Arya Nuhan
MataIndonesia
Published in
7 min readApr 12, 2020

--

Rahasia saya saat menjalani kemoterapi ..

Sebelum mulai, disclaimer untuk hal-hal kunci:

  1. Selama proses pengobatan (kemoterapi, semua test, operasi dan konsultasi) saya dikelilingi oleh tim dokter dan perawat yang profesional, handal, berpengalaman dan ramah. Baik di RS. Dharmais Jakarta, dan National University Hospital, Singapura. I wouldn’t made it without them.
  2. Yang saya tuliskan ini pengalaman pribadi, kalau dalam penelitian, populasi sampel hanya 1 (alias nggak ilmiah blas..).
  3. Tulisan ini bukan saran profesional dan anjuran medis! (Please jangan pertaruhkan hidupmu semata-mata karena tulisan seorang geologis yang lulus dengan ipk ala kadar nya ya..).

Ok, setelah disclaimer tersebut saya masuk ke topik inti.

Bulan April 2018 saya menjalani kemoterapi, untuk pengobatan kanker getah bening stadium 4. Cerita lengkap, dari sisi mentalnya, sudah saya tuliskan di artikel medium ini.

Sekarang saya ingin berbagi terutama ke aspek fisik.

Dalam suasana yang masih kaget karena dengar kata kanker, apalagi stadium empat nya itu, saya langsung browsing tentang pengalaman mereka yang mengalami apa yang saya alami, pengobatan, jurnal-jurnal medis yang available di mbah google.

Pada dasarnya saya ingin mendapatkan informasi, mengenai beberapa hal, terutama menyangkut kemungkinan hidup setelah mengidap kanker jenis hodgkins lymphoma dan tahap ini (untuk kasus saya sekitar 64% harapan hidup 5 tahun ke depan) apa saja metode pengobatan yang diterima medis secara ilmiah.

Dari browsing di google saya dapat info mengenai medically accepted methods , kemoterapi, radioterapi, immunoterapi dan stem cell (yang terakhir ini ibaratnya reboot kembali pertahanan badan kita). Efek samping paling parah adalah komplikasi, gagal jantung, paru2, penyumbatan darah, lalu ya meninggal.

Selain itu saya juga browsing tentang metode alternatif lainnya yang paling dekat kemungkinannya untuk diterima secara medis.Bukannya menutup diri dari hal-hal lain di luar medis, saya juga yakin bahwa kekuasaan Tuhan lah yang menentukan pada akhirnya. Tapi, harusnya ada irisan nyata antara yang iman dan yang ilmiah.

Setelah melihat artikel mengenai penelitian DR. Valter Longo, direktur pusat penelitian di University of South California, mengenai bagaimana diet yang menyerupai berpuasa dapat mengarahkan imunitas tubuh melawan kanker, juga membaca buku Tripping Over Truth oleh Travis Christofferson, yang membahas bahwa kanker adalah sebuah kegagalan metabolisme, serta berpuasa adalah salah satu mekanisme yang dapat mencegah dan mengobati (!)nya, ditambah dengan nonton video mengenai penelitian bagaimana mekanisme sel-sel tubuh orang yang berpuasa mampu melindungi dirinya dari efek negatif pengobatan kemoterapi di youtube.

Saya jadi memiliki keyakinan, irisan tersebut, antara yang iman dan ilmiah, bisa saya temukan dalam intermittent fasting (supaya gampang disingkat IF) atau dalam bahasa Indonesianya, puasa.

Saya memiliki keyakinan, irisan tersebut, antara yang iman dan ilmiah, bisa saya temukan dalam sebuah metode. Yaitu intermittent fasting (supaya gampang disingkat IF) atau dalam bahasa Indonesianya, puasa.

Oya, perlu saya jelaskan terlebih dahulu yang dimaksud di IF disini adalah water fasting, tidak persis sama seperti yang biasa dilakukan dalam puasa Islam. Dalam menjalani IF/water fasting, minum air putih, kopi dan teh serta minuman lain yang tidak berkalori masih diperbolehkan. Singkatnya, dalam periode tertentu, nggak boleh makan, titik.

Kalau bisa diringkas dalam artikel, video, maupun buku di atas, ada beberapa hal penting yang menjadi karakter puasa/fasting, yang relevan dengan perjuangan melawan kanker dan mitigasi efek samping kemoterapi. Antara lain:

  1. Dalam keadaan berpuasa seseorang dapat terlindung (walau dalam pengalaman saya tidak 100%) dari efek negatif kemoterapi, seperti muntah-muntah, diare, pusing, sekaligus meningkatkan efektifitas kemoterapi tersebut. Karena pada kondisi tidak ada makanan, sel-sel sehat menjadi tidak aktif dan melakukan efisiensi, sementara sel-sel kanker yang pada dasarnya “serakah” terus aktif untuk mencari nutrisi. Seakan-akan sel kanker ingin “growing at all cost”. Padahal, kemoterapi terutama menyerang sel-sel aktif, oleh karena itu, selain sel kanker, rambut, kuku dan sel-sel di lambung yang merupakan sel yang cepat tumbuh, biasanya ikut dihajar obat kemo. Dalam keadaan puasa dan dalam kemoterapi, sel-sel kanker menjadi makin “terlihat” oleh obat, sehingga bisa ditarget dengan lebih efisien.
  2. Puasa membantu mengembalikan, memperbaiki dan meningkatkan imunitas tubuh. Efek kemo itu terasa sampai ke sel-sel darah, pada saat berpuasa dan dihajar kemoterapi, memang sel darah merah dan putih tertekan dan jumlahnya berkurang. Tapi setelah mulai makan lagi, efeknya adalah produksi sel darah putih yang antara lain bertanggung jawab menjaga imunitas tubuh, kembali naik. Bukan hanya normal, tapi lebih baik dari sebelumnya. Seperti cangkok stem cell alami. Ini penting sekali untuk mereka yang menjalani kemoterapi, karena kemo biasanya dilakukan beberapa minggu sekali. Jadi sebelum boleh menjalani kemoterapi, seseorang harus di tes darah untuk memastikan kadar darahnya cukup baik.Untuk kemudian dihajar kemo lagi.
  3. Efek samping dari puasa bisa ditolerir, setidaknya untuk saya. Yes, nggak makan itu berat, tapi berdasarkan penelitian, umumnya manusia normal mampu bertahan hingga 40 hari (40 hari jek!) tanpa makan. Hidup dari lemak tubuhnya aja. Jadi bagi saya, setelah meyakinkan diri sendiri dari bacaan dan tontonan tersebut, nahan makan hingga 5 hari, 48 jam sebelum kemo dan 48 jam lagi setelahnya (dalam kasus saya, kemonya sendiri sekitar 7 jam), adalah sesuatu yang worth to try, patut dicoba. Efek sampingnya apa? Lemas, itu menurut saya lebih karena kemo nya, karena fast forward, setelah saya pulih, saya melakukan puasa panjang (prolonged fasting), lebih dari 36 jam, nggak papa tuh.. Masih bisa lari beberapa km, masih bisa angkat beban yang lumayan berat, meeting, fokus dalam bekerja dan lain-lain.
  4. Simple, sederhana banget. Nggak bisa makan daging, tetap bisa puasa. Ingin keto? Bisa puasa. Vegetarian? Bisa puasa juga. Nggak ada masakan spesial, atau perlu bahan-bahan khusus yang unik. Juga nggak pake mahal. Berhenti aja makannya. Done.

Apa pengalaman saya ketika menjalani kemoterapi, dikombinasikan dengan puasa? Ini juga unik.

Anjuran medis yang standar di seluruh dunia, untuk mereka yang kemo, harus makan (banyak), karena kemo sudah pasti buat orang nggak bisa makan, berat badan jadi turun. Dalam kasus saya, total penurunan berat sampai 12 kg.

Jadi sebelum kemo makan, pas kemo makan, abis kemo makan..Hmm, kok beda banget dengan apa yang hendak saya lakukan.

Alhasil saya harus diem-diem ngasih makanan rumah sakit ke istri, teman yang berkunjung atau nggak dimakan aja sama sekali. Please lihat disclaimer lagi ya, saya cukup pede dengan kemampuan berpuasa, karena sudah terbiasa dari kecil dengan puasa Islam. Apa yang saya lakukan mungkin tidak cocok dengan apa yang orang lain alami.

Sedikit tambahan mengenai puasa Islam/dry fast dimana untuk periode tertentu tidak boleh makan dan minum. Ada beberapa pendapat yang mensinyalir bahwa manfaat dry fasting ini bahkan sampai 3 kali lebih efektif daripada water fasting! Tapi saya masih belum menemukan artikel “serius” mengenai hal ini yang sudah di peer review.

Dokter pun ternyata, lagi-lagi hampir di seluruh dunia, memang tidak dibekali ilmu yang cukup untuk nutrisi! Sedangkan water fasting, IF, memang masih dipelajari dan masih dalam pengujian. (Padahal di Russia udah lama banget ada penelitian besar tentang manfaat puasa) Jadi dalam kasus saya, harus tahu diri, sadar akan batas dan kemampuan diri sendiri. Ini penting banget!

Jadi dalam kasus saya, harus tahu diri, sadar akan batas dan kemampuan diri sendiri. Ini penting banget!

Ketika menjalani siklus terapi, sambil puasa , lalu recovery setelah kemo, perlahan-lahan nafsu makan kembali. Badan kemudian berangsur-angsur mulai enak..Eh sudah harus kemo lagi. Ini yang berat, dengan puasa sekalipun. Disini udah mulai main ke aspek mental. Saya nggak akan terlampau jauh bahasnya, liat di post saya sebelumnya ya (dalam bahasa Inggris, kalau temen-temen tertarik untuk baca bahasa Indonesianya, tulis di comment ya!).

Saya merasakan manfaat positif dari water fasting, setidaknya saya merasakan bahwa grafik pemulihan setelah habis kemo, hampir selalu konsisten, bukan berarti nggak tumbang ya, hanya konstan, predictable..Jadi kurang lebih gini siklusnya:

  • puasa sebelum kemo, 48 jam sebelum kemo. Hari Minggu malam terakhir makan malam, lalu mulai water fasting,
  • Hari Senin full puasa, masuk ke RS,
  • Hari Selasa kemo (selama 7 jam, diinfuskan cairan, ini berat sih..itu racun yang dimasukkan ke dalam tubuh kita, and you will feel it, sorry),
  • Hari Selasa malam kembali ke rumah, ini saat-saat paling berat. Praktis nggak bisa gerak,
  • Hari Rabu masih miserable,
  • Hari Kamis mulai recovery, lebih mending dibanding kemarin..
  • Hari Jumat sudah mulai lebih baik lagi, coba makan biskuit atau roti bakar.
  • Hari Sabtu pagi lapernya minta maaf..Asli. Bisa ngabisin nasi goreng satu wajan. Nafsu makan pulih 100%.
  • Minggu dan seterusnya badan mulai enak.
  • Senin sampai minggu praktis badan sudah 80% fit, dalam masa kemo agak susah untuk 100 persen. Kemudian ulang lagi dari atas.

Siklus ini berat ya..Simpati penuh saya untuk mereka yang sedang menjalani dan keluarga yang memberikan dukungan. (It’s not easy, but please hang on!)

Puji Tuhan setelah menjalani kemoterapi selama kurang lebih 6 bulan, hasil pet scan saya dinyatakan baik. Kemudian saya menjalani pemeriksaan rutin per tiga bulan yang juga hingga bulan Maret kemarin hasilnya juga baik..

Memang, pengobatan dan hasil terapi dari tiap individu sangat bervariasi dan kompleks, bisa dibilang saya lebih beruntung dari banyak penderita kanker. Mungkin karena puasa yang saya lakukan, tapi jelas banyak faktor-faktor lain yang mendukung, seperti kelihaian dan kemampuan medis para dokter dan perawat, juga dukungan keluarga dan sahabat yang nggak putus-putus.

Pay it forward

Beberapa kawan baik, saudara dan kenalan yang sama-sama berjuang melawan kanker kini sudah berpulang. Sharing mengenai puasa, intermittent fasting dan pengalaman saya secara umum ini adalah bagian dari penghormatan saya bagi mereka yang telah lebih dulu bertemu dengan Sang Pencipta.

Mudah-mudahan ini ada gunanya untuk yang membaca.

--

--

Arya Nuhan
MataIndonesia

Dad of 4, fulltime husband. Filling his sparetime running a geospatial data startup and playing pick up basketball. Citizen of the world, lives in Jakarta.