Marwah Ilmu Sosial dan Seberapa Penting Kita Mempelajarinya

Abdul Hamid
Memoar
Published in
7 min readMay 13, 2024
Buku Ilmu Sosial Dasar karya B. Herry-Priyono. (Foto: Abdul Hamid).

Selama membaca literatur ilmu komunikasi, saya terkesan melihat kajian ilmu sosial begitu tumpang tindih. Ilmu yang hadir dari sekian cabang ilmu-ilmu sosial tersebut mengadopsi banyak pemikiran tokoh dari lintas ilmu seperti sosiolog, antropolog, psikolog, dan lain-lain. Buntutnya adalah kebingungan. Saya jadi tidak bisa memahami inti kajian dari setiap ilmu sosial.

Saya juga punya pertanyaan: untuk apa ilmu-ilmu sosial itu, apa gunanya kita mempelajarinya? Misal, ada kajian sosiologi tentang kehidupan petani. Apa gunanya penelitian itu untuk para petani yang diteliti tersebut? Paling banter, penelitian itu berguna untuk penelitinya saja. Entah untuk persyaratan lulus kuliah atau sebagai syarat administrasi penulisan jurnal agar naik jabatan.

Soal kegunaan ilmu sosial ini bisa lebih kontras jika dibandingkan dengan ilmu eksak. Contohnya, penelitian tentang teknologi informasi seputar kecerdasan buatan menghasilkan suatu perangkat lunak dan perangkat keras. Lalu perangkat tersebut berguna untuk membantu petani dalam menyiram tanaman secara otomatis. Penelitian tersebut lebih jelas manfaatnya untuk petani yang diteliti dibandingkan karya tulis sosiolog di atas.

Tetapi asas manfaat penelitian itu buat saya bukan soal apakah itu ilmu sosial atau ilmu alam. Tak ada rumus bahwa penelitian ilmu sosial pasti tidak jelas manfaatnya sedangkan ilmu alam lebih jelas dampaknya. Ini hanya perkara bagaimana peneliti bisa membidik suatu masalah dan menjadikan ilmu sosial/alam yang relevan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan yang paling penting, penyelesaian masalah tidak berhenti dengan menulis makalah tetapi perlu diikuti serangkaian tindakan-tindakan konkret.

Kembali ke ilmu sosial. Di sini saya hanya ingin menguraikan ikhtisar dari buku Ilmu Sosial Dasar karya B. Herry-Priyono (2022). Hubungannya dengan asas manfaat di atas adalah buku ini memberi gambaran tentang sisi ilmiah dari ilmu-ilmu sosial dan peran ilmu ini tak kalah penting dari ilmu alam untuk membawa solusi bagi kehidupan masyarakat.

Selain bisa mengetahui hal tersebut saya juga bisa memahami ilmu-ilmu sosial secara holistik karena buku ini memberikan dasar peta kajian ilmu-ilmu sosial. Para pembaca juga disuguhkan penjelasan historis tentang kemunculan ilmu-ilmu sosial. Jadi kita bisa tahu asal usul kehadiran suatu ilmu.

Definisi Ilmu Sosial

Ilmu sosial mengkaji secara sistematik tentang seluk beluk tindakan dan kaitan tindakan manusia serta proses sebab-akibat yang terlibat dalam interaksi manusia, yang kemudian terungkap dalam tatanan masyarakat dengan seluruh kompleksitas dimensinya berupa politik, ekonomi, hukum, kebudayaan, agama, dan sebagainya.

Di sini B. Herry-Priyono memberikan kata kunci utama tentang ilmu sosial, yaitu segala hal yang mengkaji dinamika tindakan dan interaksi manusia. Apa yang jadi kajian ilmu sosial dengan kata lain adalah manusia. Bila pun ada suatu penelitian ilmu sosial yang membahas tentang batu, kajian itu pasti bukan berpusat pada batunya tetapi mendeskripsikan bagaimana hubungan tindakan manusia pada batu tersebut.

Jika ilmu-ilmu eksak seperti biologi berfokus pada fenomena alam, ilmu sosial berfokus pada tindakan dan interaksi manusia baik skala individu maupun masyarakat. Jika dalam pembuatan gawai kita membutuhkan ilmu-ilmu eksak seperti informatika dan elektronika, giliran masalah penanganan dampak kecanduan gawai kita memerlukan kajian-kajian ilmu sosial.

Sejarah Kemunculan Ilmu Sosial

Ilmu sosial berasal dari Filsafat Moral. Tokoh-tokoh yang meletakkan ilmu-ilmu sosial ialah seperti Hugo Grotius (1583–1654) dan Thomas Hobbes (1588–1679). Kedua ilmuwan tersebut banyak terinspirasi oleh pemikiran ilmuwan alam. Misal, Grotius mencoba menerapkan konsepsi matematis Galileo dalam pemikirannya tentang hukum kodrat. Sementara itu Hobbes terinspirasi pemikiran geometri dan mekanika Galileo perihal teori yang ia usung mengenai negara.

Sebelum kita mengenal ilmu-ilmu seperti biologi, kimia, sosiologi, politik, dan sebagainya; semua ilmu tersebut terbagi ke dalam dua bidang: filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam melahirkan ilmu-ilmu eksakta sedangkan Filsafat Moral adalah bidan bagi kelahiran ilmu-ilmu sosial.

Kehadiran ilmu alam telah mendorong manusia untuk tidak lagi menjelaskan segala fenomena alam sebagai takdir atau karena kehendak Tuhan. Pandangan mistis digantikan dengan sudut pandang ilmiah. Para ilmuwan pendahulu pencetus ilmu-ilmu tersebut seperti mengajak kita untuk menggunakan akal lebih jauh lagi.

Ilmu alam tidak menjelaskan apel yang jatuh dari pohonnya merupakan takdir atau udah ada dari sononya. Cara berpikir ilmu alam menghadirkan metode menjawab yang baru atas fenomena tersebut, yaitu dengan melakukan eksperimen dan penyelidikan sistematik kausalitas pada faktor-faktor yang terlibat dalam gejala yang sedang diamati.

Demikian penulis buku ini menekankan, bahwa berpikir ilmiah menuntut seseorang untuk melakukan eksperimen dan pengamatan. Bukan sebatas spekulasi. Cara berpikir ilmiah dari ilmu alam ini kemudian diadopsi ilmu sosial.

Jika seseorang mau mendapatkan jawaban ilmiah, kita perlu menempuh eksperimen dan pengamatan. Apa yang disebut benar menurut kaidah ilmiah yaitu bukan kebenaran berdasarkan keyakinan, tetapi hasil dari penyelidikan sistematik atas suatu sebab-akibat. Apa yang dikaji juga bisa ditunjukkan secara publik.

Secara umum Herry-Priyono membagi pengetahuan menjadi dua: pengetahuan ilmiah dan pengetahuan sehari-hari. Keduanya memiliki kekhasan tersendiri baik dari aspek tujuan, metode, dan perumusannya. Pengetahuan ilmiah bertujuan untuk memberi penggambaran, penjelasan, penafsiran, dan prediksi. Sementara itu, pengetahuan sehari-hari bertujuan untuk kepentingan hidup sehari-hari dan sarana pemenuhan aneka kebutuhan praktis.

Karakteristik Ilmu Pengetahuan

  1. Pengetahuan yang didasarkan kaidah ilmiah diibaratkan “bahasa bersama” yang mengatasi sekat-sekat perbedaan usia, gender, agama, dan lain-lain. Contoh: air yang dipanaskan 100 derajat celcius akan mendidih di daerah berketinggian sejajar dengan permukaan laut baik di Italia, Hawaii, dan lain-lain.
  2. Konteks dapat saja berbeda-beda, tetapi kaidah keilmuan merupakan kaidah berpikir yang berlaku umum sebagai bahasa bersama.
  3. Pengetahuan ilmiah dihasilkan melalui proses penalaran dan observasi/eksperimen sistematik yang diuji melalui proses penalaran dan pengujian sistematik.
  4. Pengetahuan yang dihasilkan diarahkan untuk menemukan pola keteraturan gejala.
  5. Pengetahuan yang didasarkan pada kaidah ilmiah berciri objektif (kebenaran yang melampaui suka-tidak suka), metodis (berdasar cara tertentu yang dapat diuji), sistematis (penalarannya terjelaskan melalui kaidah keteraturan logika yang dipertanggungjawabkan), dan universal (punya ciri umum dan bukan hanya berlaku sekali pada suatu kondisi ruang dan waktu tertentu).

Perbedaan Ilmu alam dan ilmu sosial

Ilmu alam berurusan dengan objek yang merupakan gejala alam, yang terjadinya tidak melibatkan dinamika tindakan, perasaan atau pikiran dan kehendak bebas manusia. Misal, tentang bagaimana banyak orang Aceh pulih dari trauma bencana tidaklah tergantung pada kinerja dalil gravitasi alam, tetapi pada berbagai langkah tindakan manusia yang melibatkan kehendak bebas. Tetapi suatu bencana alam tidak ada hubungannya dengan kehendak atau tindakan manusia. Jika saatnya tiba, bencana itu akan terjadi.

Ilmu alam dipandu terutama oleh kaidah hermeneutika tunggal sedangkan ilmu sosial dipandu terutama oleh kaidah hermeneutika ganda. Tunggal yang dimaksud di sini adalah tak ada timbal balik dari objek penelitian ilmu alam. Misal, seorang ilmuwan meneliti potensi hujan di suatu tempat. Hujan sebagai objeknya tidak peduli pada prediksi ilmuwan, jika memenuhi kausalitas alam, hujan akan tetap terjadi meski ilmuwan sudah memprediksi tidak akan turun hujan.

Berbeda misalnya dengan objek kajian ilmu sosial yang notabene berhubungan dengan manusia. Misal, seseorang meneliti tingginya arus mudik ke Jawa. Hasil penelitian itu akan berimplikasi kepada tingkat macet arus mudik, karena informasi itu ditafsirkan oleh orang-orang sebagai waktunya untuk segera mudik atau tidak.

Objek dalam ilmu-ilmu sosial punya ciri yang aktif (dengan daya pikir, daya kehendak bebas, daya reaksi) dalam menanggapi apa yang dianalisis oleh sang ilmuwan. Inilah yang mungkin kenapa satu masalah tidak bisa terjawab dengan satu solusi.

Kembali pada kata kunci yang sudah sejak awal disebutkan, bahwa objek kajian ilmu-ilmu sosial adalah tindakan manusia, interaksi tindakan, dan praktik dalam jaringan masyarakat yang pada gilirannya bereaksi/memberi umpan balik kepada kegiatan analisis yang dilakukan oleh si ilmuwan sosial.

Menjadi ilmuwan sosial seperti menjadi pemain catur, yang setiap langkahnya mengandaikan langkah yang dilakukan oleh lawan main. Sang ilmuwan sosial tidak sepenuhnya terlepas dari objek kajiannya (selalu dalam kaitan timbal-balik dari praktik sosial). Baik corak analisis yang dihasilkan oleh sang ilmuwan maupun ciri objek/gejala yang dianalisis bersifat dinamis atau dalam perubahan terus-menerus (in flux).

Apabila suatu teori/gagasan dalam ilmu-ilmu sosial terdengar usang, hal itu bukan selalu berarti karena teori/gagasan itu buruk, tetapi bisa saja karena isi teori atau gagasan itu semakin menjadi bagian integral dari objeknya. Gagasan tentang demokrasi dan hak asasi tentu terasa asing 300 tahun lalu, tetapi sekarang gagasan tersebut sudah menjadi begitu terbiasa dan umum karena telah menjadi bagian praktik tata negara.

Salah Kaprah Khalayak tentang Makna Sosial

Kata sosial yang terdapat dari “ilmu sosial” bukan berarti sikap dermawan. Sosial yang dimaksud adalah segala gugus gejala yang kemunculan, terjadi dan implikasinya menyangkut dinamika tindakan manusia, dalam aneka kaitannya dengan dinamika tindakan manusia lain. Kata sosial itu mengandung nuansa kompleksitas dari dinamika tindakan manusia yang berkaitan dengan dinamika tindakan manusia lainnya. Ringkasnya, kata sosial muncul dari dinamika interaksi manusia.

Jadi apa yang disebut banyak orang bahwa kata sosial itu menunjuk pada tindakan-tindakan kedermawanan, menurut penulis buku ini pandangan tersebut keliru. Apa yang sering kita dengar bahwa panti asuhan adalah lembaga sosial dan bank digolongkan lembaga nonsosial juga salah kaprah. Semuanya lebih tepat didudukkan sebagai realitas sosial. Bagaimanapun, bank juga masih bagian dari realitas sosial dan tidak bisa disebut lembaga nonsosial. Aliran uang yang masuk dan keluar dari bank adalah bagian dari interaksi manusia dalam urusan ekonomi. Dan ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu sosial.

Fondasi Pemahaman

Lewat buku Ilmu Sosial Dasar ini, Romo B. Herry-Priyono membagikan pemahamannya tentang ilmu sosial dari sudut pandang yang paling mendasar. Buku ini berisi fondasi pemahaman penulis atas ilmu sosial, suatu bidang yang sudah jadi “makanan sehari-hari” almarhum selama hidupnya. Sebelum diterbitkan Kompas, tulisan-tulisan dalam buku ini sudah dikonsumsi lebih dulu oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Romo Herry menjadikan buku ini sebagai bahan ajar utamanya.

Meski disebut bahan ajar kuliah, buku ini tidak membosankan karena tidak hanya berisi kumpulan definisi dan tokoh-tokoh pencetus. Lewat buku ini, Romo Herry-Priyono mengajak pembaca untuk menelaah anggapan-anggapan umum, menelusuri sejarah kemunculan ilmu-ilmu sosial yang berhubungan erat dengan Revolusi Industri di Inggris (1760) dan Revolusi Prancis (1789), menelaah kaidah berpikir ilmu sosial, dan menjelaskan fokus kajian-kajian ilmu politik, ekonomi, geografi manusia, dan sosiologi.

Pembahasan ilmu sosial di buku ini sangat hidup karena mengaitkan teori-teori sosial pada konteks sejarah kemunculannya. Terdapat juga uraian bagaimana ilmu-ilmu sosial tidak hanya sebagai ilmu yang dikaji, tetapi punya peran besar dalam perubahan di masyarakat.***

--

--