Jakjang Sialan!

Radian Lukman
memoradi
Published in
4 min readAug 28, 2020

Dia tidak tahu mau kemana. Kanan, ada kedai eskrim. Kiri, ada ayam krispi. Depan, ada orang hampir ia tabrak. Sesekali ia menengok ke belakang takut ada seseorang yang mengikutinya. Entah itu agen intelijen pemerintah atau SPG kartu debit bank yang berkata “Sudah punya kartunya kak?” kemudian ia akan tersenyum menjawab “Sudah,” padahal belum punya. Masih. Dia masih belum tahu mau kemana.

Di mall itu, tiba-tiba ia melihat pria dengan gaya rambut yang unik. Tipis di samping kiri-kanan dan gondrong di belakang. Ia berhenti sejenak, mengingat-ngingat. Sepertinya, ia kenal, namun, siapa? Sambil membenarkan posisi masker, ia berjalan cepat ke pria ini.

“Topud?” sapanya sambil menunjuk kecil.

Pria itu tersenyum namun heran. Ia menebak-nebak siapa sosok di balik masker itu. Gagal.

“Eh, iya! Maaf, lu siapa ya?”

“Gue, Jakjang! Inget gak?”

“Jak..jang..? Yang mana?”

“Itu loh waktu itu kan ada syuting di kampus lu, acara Sudaris buat youtube! Nah kita kenalan pas lagi nonton,”

Topud berusaha keras mengingat semua peristiwa di hari itu. Ia merasakan nadi-nadi yang mengencang di pelipis wajahnya, berpikir keras. Memang, saat acara Sudaris direkam di taman kampusnya, ia bertemu banyak orang. Namun ia heran, tidak pernah ia dengar seseorang bernama Jakjang.

“Yang pas dimana dulu? Sumpah, demi apapun, gue gak tau!”

“Ya ampun Puuud Pud! Yang pas kita duduk di rumput itu sambil mainin keong!”

Insting Topud mulai nyala membara. Kali ini ia yakin betul ia tidak pernah berkenalan dengan pria yang mengaku dirinya bernama Jakjang. Sebab, ia tidak pernah duduk di rumput sama sekali! Apalagi sambil bermain keong.

Topud memiringkan kepalanya sedikit sambil melotot.

“Ngaku, siapa lu? Gue yakin kita gak pernah ketemu. Kok tau nama gue?”

Mendengar jawaban Topud, ia tertawa terbahak-bahak.

“Haduh Topud! Akhirnya kita bertemu setelah sekian lama. Sudah ya, aku kebelet.”

Ia lalu berjalan meninggalkan Topud.

“Woy!” teriak Topud. Ia tetap santai seperti tidak mendengarnya sama sekali.

Sungguh, Topud dibuat sakit kepala karenanya. Ia merasa seperti habis dipermainkan. Atau jangan-jangan, ia memang mengenalnya? Topud masih terheran-heran siapa pria tadi. Pria misterius di balik masker yang meninggalkannya karena ingin ke toilet. Ia pusing.

Sambil mengantri pesanan ayam goreng dua porsi, ia masih berusaha menebak-nebak.

“Jakjang.. Siapa lagi. Nama kok Jakjang, bikin kaget. Sialan, ngaku-ngaku temen, siapa si — ”

“Atas nama Topud..”

Topud menghampiri kasir.

“Makasih, mbak,”

“Sama-sama,”

Ia kemudian berangkat ke rumah seseorang.

— — — —

Pagar rumah itu diketuknya tiga kali. Salah satu tangannya memegang erat satu kantung plastik berisikan dua porsi ayam goreng. Terdengar seseorang sedang membuka pintu dari dalam. Orang itu lalu keluar membuka pagar.

“Pud! Cepet banget, ayo masuk,” kata gadis itu sambil tersenyum.

“Sayang! Nih aku bawain ayam goreng,”

“Wah… Kamu tau aja aku laper. Ayo makan!”

“Ayo.”

Mereka masuk ke dalam rumah. Keduanya pergi mencuci tangan di dapur, lalu mengambil piring untuk masing-masing. Duduk di ruang tamu, mengambil satu-dua porsi ayam goreng, lalu memakannya. Saat makan, mereka tak berbicara sedikitpun. Bukannya perihal etika atau sopan santun, mereka memang sedang menikmati makanannya saja. Perihal sepi, mereka tidak peduli.

Usai makan, mereka berdua cuci tangan, cuci piring, lalu kembali ke ruang tamu.

“Sayang,”

“Kenapa, Pud?”

“Tadi kan aku mampir ke mall dulu ya sebelum kesini, buat beli ayam. Nah, ada cowok nyamperin tiba-tiba,”

“Hah? Cowok gimana?”

“Ya dia nyamperin, ajak ngobrol,”

“Lucu banget, demen kali sama kamu!” balas gadis sambil tertawa.

“Bukan begitu! Masalahnya, dia tau nama aku! Terus dia bilang kami kenalan pas acara Sudaris,”

“Sudaris yang di kampus kita waktu itu?”

“Iya! Awalnya aku inget-inget, tapi sungguh, gak pernah denger namanya. Nah, dia bilang katanya kenalan pas lagi duduk di rumput, main keong. Lah, kamu tahu sendiri aku pas di acara itu jadi panitia. Mana ada waktu buat duduk-duduk di rumput, apalagi main keong!”

Gadis tadi yang awalnya tersenyum-senyum mulai merasa curiga.

“Emang dia ngaku namanya siapa?”

“Jakjang! Pake masker, jadi aku gak begitu tahu mukanya soalnya — “

“Sebentar! Jakjang? Suaranya berat? Rambutnya acak-acakan?”

“…Iya, loh, kamu kenal?”

“Dia ngaku kebelet gak pas ninggalin kamu?”

“Iya! Aneh banget kan, pas aku mulai sadar ga kenal dia masa langsung — “

Gadis itu menarik napas panjang-panjang, mukanya memerah, lalu membuangnya sekejap. Sepertinya ia akan segera meledak.

“Bajingan! Pria bangsat! Jakjang Jakjang, bukan itu namanya,” ucapnya berapi-api.

“Terus?”

“Ya! Namanya bukan Jakjang! Males lah aku sebut! Jakjang itu salah satu nama samaran yang dia buat, Udah gila dia!”

“Sebentar, dia temen kamu?”

“Bukan, dia mantan pacar aku,”

Topud langsung tertunduk. Tak percaya, ia habis bertemu dengan mantan kekasih gadisnya. Pria yang sangat dibencinya, entah mengapa. Mungkin mereka memiliki masa lalu yang tidak sedap untuk dikenang. Topud dikerjai pria linglung, yang tidak tahu mau kemana. Pria itu katanya sudah gila. Paling tidak, itu yang dikatakan gadisnya.

“Oh, dia mantanmu yang itu. Sebentar ya, aku kebelet,”

--

--

Radian Lukman
memoradi
Editor for

Data Enthusiast | Bachelor of Statistics from Diponegoro University