FGM: Kejahatan Fisik dan Simbolik Terhadap Perempuan
Pernah dengar soal khitan perempuan sebelumnya? Atau malah akrab dengan tradisi tersebut? Ya, khitan perempuan memang masih sering dipraktekkan di Indonesia entah secara simbolis saja atau yang paling ekstrim contohnya seperti menggunting, menggores dan melukai bagian tertentu pada vagina perempuan.
Saya adalah salah satu korban praktek sunat perempuan. Masih lekat di ingatan saya bahwa Ibu pernah bercerita sepertinya saya sempat disunat ketika baru dilahirkan. Kala itu, Ibu melahirkan saya di rumah sakit bersalin Islam yang terletak di kota Surabaya. Beliau tidak yakin betul (atau mungkin takut mengatakannya pada saya) tapi beliau tidak menampik fakta bahwa khitan perempuan marak terjadi pada masa itu. Dewasa ini, ketika saya belajar tujuan dari praktek khitan perempuan tersebut saya merasa marah dan dikhianati karena ketika itu saya hanya bayi yang baru lahir yang tidak bisa memberikan persetujuan atas tubuh saya sendiri. Tidak ada yang bertanya atau meminta izin pada saya.
Saya rasa seorang perempuan yang sadar dan tahu betul tujuan serta akibat yang akan diderita dari praktek khitan tersebut pasti tidak akan pernah sudi dan secara sukarela memberikan organ kelaminnya untuk dirusak seumur hidup.
Jadi apa sih khitan perempuan? Untuk apa tradisi itu dilaksanakan? Seperti apa prosedurnya? Dan apa dampak jangka panjang yang akan diderita oleh korban?
FGM (female genital mutilation) atau yang biasa disebut dengan khitan atau sunat perempuan adalah suatu praktek berbahaya yang diam-diam masih dipraktekkan di 29 negara Afrika dan 3 negara diluar Afrika yaitu Yemen, Oman, dan Indonesia. Menurut estimasi sekitar 130 juta perempuan sudah mengalami khitan perempuan dan angka ini terus mengalami kenaikan 3 juta kasus tambahan setiap tahunnya (Finke, 2006). Definisi dari khitan perempuan sendiri oleh WHO, UNICEF dan UNFPA ialah “penghilangan sebagian atau seluruh bagian luar alat kelamin perempuan atau pelukaan lainnya pada organ kelamin perempuan untuk alasan non-medis”.
FGM biasanya dilakukan oleh dukun sunat tradisional menggunakan alat-alat yang tidak steril dengan, atau tanpa anestesi. Alat yang digunakan biasanya berupa pisau, silet, gunting, kaca, batu tajam, atau kuku. Namun terkadang FGM juga dilakukan oleh tenaga kesehatan modern di rumah sakit bersalin dengan dalih pemeriksaan bayi baru lahir.
Prosedur FGM bermacam-macam, antara lain pemotongan klitoris tanpa pembuangan jaringan labia minora, pemotongan klitoris dengan pembuangan sebagian jaringan labia minora, menjahit labia, atau jenis-jenis yang lain. Prosedur yang paling umum adalah pemotongan sebagian/seluruh klitoris dengan pembuangan sebagian jaringan labia minora.
Pada tahun 2008, WHO membagi prosedur FGM menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Pembuangan caput (kepala) klitoris, ada 2 jenis yaitu:
- A. Pembuangan caput klitoris (jarang dilakukan tanpa prosedur lain).
- B. Clitoridectomy, yaitu membuang seluruh/sebagian kelenjar klitoris dan caput klitoris.
Prosedur ini umum dilakukan dengan menjepit klitoris dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian menarik keluar klitoris dan melakukan amputasi/pemotongan dengan benda tajam dalam sekali gores.
2. Eksisi (pembuangan), yaitu pembuangan sebagian/seluruh jaringan labia minora, dengan/tanpa membuang kelenjar klitoris dan labia mayora. Prosedur ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
- A. Membuang labia minora
- B. Membuang klitoris dan labia minora
- C. Membuang klitoris, labia minora, dan labia mayora
3. Infibulasi/jahit tutup, yaitu membuang genitalia luar perempuan dan menjahit vulva menjadi satu. Labia mayora dan/atau minora dibuang dengan/tanpa membuang klitoris. Prosedur ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
- A. Membuang dan menyatukan labia minora
- B. Membuang dan menyatukan labia mayora
Lubang tunggal untuk buang air kecil dan menstruasi disisakan dengan menancapkan ranting ke luka saat penjahitan. Setelah prosedur ini dilakukan, bekas luka akan ditunjukkan kepada keluarga korban untuk diperiksa apakah sudah cukup ‘tertutup’ dan dilapisi dengan ramuan tradisional/gula/telur, kemudian kaki korban akan diikat selama beberapa minggu sampai luka menyatu. Apabila dianggap kurang ‘tertutup’ oleh keluarga, prosedur dapat diulang dan menyebabkan trauma psikis pada korban. Pada saat prosedur, korban dapat melawan dengan keras saat diikat selagi prosedur berlangsung dan berakibat patahnya tulang belakang. Prosedur ini umum dilakukan sebelum menikah atau setelah melahirkan, bercerai, atau menjanda.
4. Tindakan lain yang merusak genitalia perempuan tanpa tujuan medis antara lain menusuk, menindik, menyayat, menggores, atau membakar vagina.
Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan bahwa praktek khitan terhadap perempuan adalah suatu tindak kekerasan. Selain itu, pada Februari 2014 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencabut peraturan menteri kesehatan №1636/Menkes/Per/XI/2010 yang memperbolehkan tenaga kesehatan untuk melakukan sunat perempuan karena dianggap tidak memiliki manfaat dari sisi medis. Khitan perempuan termasuk pelanggaran HAM terkait hak individu bayi perempuan yang jelas tidak bisa memberikan persetujuan.
Apa saja bahaya dari FGM?
Selain dapat memicu pendarahan, infeksi serta kesulitan buang air kecil juga dapat menimbulkan infeksi saluran kemih. Dalam jangka panjang dapat memicu trauma emosi, kesulitan melakukan hubungan seksual dan melahirkan, serta gangguan masalah kesuburan pada rahim. Pada survei tahun 2015, komplikasi meningkat pada korban FGM tipe tiga. Komplikasi jangka pendek lain meliputi perdarahan yang mematikan, anemia, infeksi saluran kencing, sepsis (beredarnya kuman pada pembuluh darah), tetanus, gangren (luka yang membusuk dan bernanah hingga berbau), kerusakan jaringan permanen, dan radang endometrium. Perempuan korban FGM berisiko tinggi menderita kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma/post-traumatic stress disorder (GSPT/PTSD). Rasa malu dan dikhianati keluarga dapat berkembang saat seseorang meninggalkan budaya yang mempraktekkan FGM dan mempelajari bahwa itu salah. Korban FGM juga mengalami disfungsi seksual, seperti hilangnya/berkurangnya hasrat dan rangsangan seksual dan nyeri saat senggama (dyspareunia).
Lalu seberapa banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban FGM?
Data yang bisa kami kumpulkan mengenai praktek FGM di Indonesia sedikit sekali karena tidak banyak peneliti yang meneliti hal tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kantor Kependudukan Jakarta pada tahun 2003 yang mencakup daerah-daerah-daerah luar Jawa menemukan bahwa 92% rumah tangga yang didatangi dan diwawancarai ingin terus melaksanakan praktek FGM ke anak-anak perempuan dan cucu-cucu perempuan mereka. Ketika ditanya mengapa mereka melakukan hal tersebut, para responden menjawab atas dasar anjuran agama dan praktek kebudayaan. Yang menyedihkannya lagi, praktek FGM di Indonesia ini tidak hanya dilakukan oleh dukun beranak, tapi juga para bidan dan tim medis rumah sakit Islam yang memasukkan praktek FGM ke “paket kelahiran” mereka. Seperti yang terjadi di Padang (92% dari 349 kasus), Padang Pariaman (69% dari 323 kasus), Kutai Kertanegara (21% dari 215 kasus), Sumenep di Kepulauan Madura (18% dari 275 kasus) dan Serang (14.5% dari 344 kasus).
Lantas mengapa praktik khitan perempuan masih tetap berjalan? Lalu apa tujuan sebenarnya dari khitan perempuan?
Tujuan dari praktek khitan perempuan adalah menahan libido dan mengontrol kehidupan seksual perempuan. Tentunya ini tidak lepas dari pandangan masyarakat kita yang masih menjalankan nilai-nilai budaya patriarkal. Masyarakat patriarkal beranggapan bahwa adalah suatu hal yang kurang pantas jika seorang perempuan memiliki hasrat seksual, padahal itu adalah hal yang normal. Terlepas dari itu, banyak orang yang masih mengabaikan fakta dari bahaya khitan perempuan yang sebenarnya sangat fatal. Khitan perempuan sering dikaitkan dengan agama Islam walaupun pada kenyataannya tidak ada aturan yang menganjurkan demikian. Meskipun peraturan tentang khitan perempuan telah dicabut tetapi praktek tersebut tidak secara eksplisit dilarang; dugaannya karena mungkin takut mendapatkan resistensi dari kelompok konservatif di Indonesia.
Langkah-langkah apa saja yang bisa kita gunakan untuk menghentikan praktek FGM?
Tentunya kita bisa memulai dengan cara mengajak orang-orang sekitar kita untuk menyadari bahaya akan FGM. Yakinkan pelan-pelan bahwa tidak ada di dalil agama yang menyarankan khitan perempuan dan secara medis praktek ini tidak memiliki manfaat, malah membawa kerusakan terhadap tubuh perempuan yang bisa menyebabkan cacat seumur hidup dan kematian. Bagi kalian para perempuan yang sedang hamil, baru melahirkan, atau memiliki anak perempuan, katakan tidak pada petugas rumah sakit atau puskesmas yang menawarkan praktek FGM. Ingat, FGM adalah bentuk kejahatan terhadap perempuan dan harus dihentikan; kalau bukan kita yang menghentikannya, siapa lagi?
Ditulis atas kolaborasi dr. Diana Wardanita dan Anindya Joediono. dr. Diana Wardanita adalah dokter kutu buku berjiwa tua yang tampak 10 tahun lebih muda. Menaruh minat pada psikiatri, feminisme, dan budaya pop. Kontak dr. Diana di: diana_suwardi@yahoo.com. Sedangkan Anindya Joediono adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang sedang mengalami krisis eksistensial. Kontak Anindya di anindyabrina@gmail.com
Sumber bacaan:
Finke, Emanuela. 2006. Genital Mutilation as an Expression of Power Structures: Ending FGM through Education, Empowerment of Women and Removal of Taboos. African Journal of Reproductive Health / La Revue Africaine de la Santé Reproductive, Vol. 10, №2 (Aug., ), pp. 13–17. Published by: Women’s Health and Action Research Centre (WHARC). Stable URL: http://www.jstor.org/stable/30032454
Patel, Reyhana dan Khaled, Roy. 2016. Female Genital Cutting in Indonesia: A Field Study. Islamic Relief Canada. Stable URL: http://islamicreliefcanada.org/wp-content/uploads/2016/04/IRC_FGC_Report.pdf
World Health Organization. 2007. Classification of female genital mutilation. http://www.who.int/reproductivehealth/topics/fgm/overview/en/
World Health Organization. ___. Eliminating Female genital mutilation: An interagency statement. http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/43839/1/9789241596442_eng.pdf
UNICEF. 2013. Female Genital Mutilation/Cutting: A statistical overview and exploration of the dynamics of change. http://www.unicef.org/media/files/FGCM_Lo_res.pdf