Review Artikel: ‘Kejahatan Kehormatan’: 11.000 kasus tercatat dalam lima tahun di Inggris
Lebih dari 11.000 kasus yang dikenali sebagai kejahatan kehormatan (honor crime) dicatat oleh kepolisian Inggris dari 2010 hingga 2014.
Organisasi Hak-Hak Perempuan Iran dan Kurdi (The Iranian and Kurdish Women’s Rights Organisation), yang memperoleh data tersebut, menuntut polisi, pengadilan, dan sekolah untuk mencanangkan strategi penanganan nasional.
Kejahatan-kejahatan semacam itu biasanya ditujukan kepada perempuan, dan dapat berupa penculikan, pemukulan, dan bahkan pembunuhan.
Komandan Mak Chishty, kepala kebijakan polisi atas isu tersebut berkata bahwa pemahaman akan persoalan tersebut telah lebih baik.
Yang dimaksud kejahatan-kejahatan kehormatan sendiri adalah aksi-aksi yang dilakukan untuk melindungi atau membela apa yang dianggap kehormatan atau reputasi sebuah keluarga atau komunitas.
‘Kejahatan-Kejahatan yang Tak Dilaporkan’
Angka menunjukkan adanya 11.744 insiden di sepanjang 2010 hingga 2014, incidences of these crimes between 2010 and 2014, yang terdiri atas data yang diperoleh dari 39 dari 52 kepolisian di Inggris. Data mencakup pernikahan paksa dan sunat/mutilasi alat kelamin perempuan (FGM: female genital mutilation).
Kepolisian Metropolitan (London Raya) mencatat angka tertinggi yaitu 2.188, diikuti Kepolisian Midlands Barat dengan 1.269, dan Kepolisian Bedfordshire dengan 1.106. Yorkshire Selatan mencatat 1.009 insiden tidak terkonfirmasi pada tahun 2014 saja, sementara Kepolisian Lancashire 1.049.
Diana Nammi, Organisasi Hak-Hak Perempuan Iran dan Kurdi — yang menyediakan dukungan kepada perempuan-perempuan Asia Barat (Middle East/Timur Tengah) yang tinggal di Inggris dan mengalami kekerasan ‘kehormatan’ — mengatakan bahwa angka-angka tersebut menunjukkan bahwa insiden kejahatan itu tetap ‘kerap terjadi secara konsisten’ di Inggris dan bahwa isu-isu serupa tidak ‘menghilang’ begitu saja.
Ia menyatakan, “Sayangnya, mereka [angka-angka di atas] tidak menunjukkan tingkat keseriusan yang sebenarnya dari masalah tersebut. Banyak sekali kejahatan tidak dilaporkan, sebab para pelaku seringkali merupakan anggota keluarga korban sendiri.
“Kita membutuhkan sebuah strategi nasional agar semua badan — termasuk kepolisian, pengadilan, dan sekolah — terlatih dalam bekerja sama mengakhiri permasalahan ini.”
Kisah Anisa
Anisa — bukan nama aslinya — adalah perempuan Inggris Asia berusia 20-an awal.
Ia telah tinggal di satu dari hanya sedikit rumah aman khusus perempuan Asia di Inggris, yang dikelola oleh yayasan amal Hestia, guna melindungi diri dari orang tuanya.
Dia berpikir bahwa ia telah mempermalukan dan mencoreng kehormatan keluarganya karena melarikan diri dari suaminya yang melakukan penganiayaan. “Suamiku akan memukulku setidaknya dua kali seminggu. Jika tidak mencekik, dia meninju dan menamparku. Orang tuaku tahu apa yang sedang terjadi dan mereka membiarkannya,” ujar Anisa.
“Ketika aku lari dari suamiku, orang tuaku mengancam akan membunuhku jika aku tidak kembali. Mereka menilai itu sebagai pencorengan kehormatan yang luar biasa, seperti aku telah menghancurkan nama keluarga.”
“Aku benar-benar takut mereka akan menemukanku dan memaksaku kembali, dan jika aku menolak, mereka akan membunuhku,” tambahnya.
‘Pemahaman yang Lebih Baik’
Inspektorat Constabulary (HMIC, Her Majesty’s Inspectorate of Constabulary) sedang menjalankan peninjauan pertama terhadap penanganan kepolisian atas kejahatan-kejahatan tersebut pada musim panas ini, dan berkata bahwa isu-isu itu masih “secara umum tidak terdeteksi radar kebanyakan badan, termasuk kepolisian.”
Komandan Chishty mengutarakan, “Ada kegagalan yang sangat besar selama ini dan kami meminta maaf atas kasus-kasus tersebut.”
“Saya rasa kita telah berada di tempat yang lebih baik berkat pelatihan kami yang diberikan kepada semua petugas — pemahaman kita lebih baik. Kekerasan berdasarkan kehormatan bukan lagi merupakan isu sampingan.”
“Saya percaya bahwa jika kita bekerja dengan cukup keras bersama-sama, kita dapat mulai memberantas hal ini,” tambahnya.
