Review Artikel: Mengapa Aku Menjadi Sosialis Feminis

Merah Muda Memudar
Merah Muda Memudar
Published in
6 min readJul 29, 2018

Catatan: Review artikel berikut adalah sebuah translasi dari artikel, karena itu review ini akan menggunakan persepektif dari penulis artikel asli, Hilary Wainwright.

March Pembebasan Perempuan dari Farrugut Square ke Layfette Park, August 26, 1970. Source: Warren K. Leffler / Wikimedia

Aku akan menyebutkan tiga “alat” yang aku pelajari dari feminisme, dan mengapa aku berbicara tentang sosialisme feminis. Menurutku sosialisme feminis belum pernah direalisasikan, dan aku juga berpikir kalau itu begitu jelas.

Aku terus terkejut dengan fakta bahwa relevansi feminisme untuk memikirkan kembali sosialisme belum dianggap serius, dan bahwa gerakan kiri terus saja berlanjut, mengulangi kesalahan-kesalahan yang salah, seakan-akan feminisme tidak pernah melakukan apapun selain mengikutsertakan perempuan dalam agenda. Gerakan kiri mengadopsi kebijakan-kebijakan untuk perempuan, namun belum melakukan pemikiran kembali yang fundamental mengenai sosialisme, yang menurutku selama ini telah bisa kami lakukan karena feminisme.

Alat pertama adalah kekuasaan, alat kedua adalah pengetahuan, dan alat ketiga adalah hubungan antara sang individu dengan yang sosial. Yang aku pelajari tentang sifat transformatif dari kuasa adalah kita memiliki kuasa dalam keseharian kita. Kita secara tidak langsung — Betty Friedan berbicara tentang ini — mereproduksi penindasan kita sebagai pasangan seksual, sebagai ibu, dan sebagai pekerja — dalam berbagai jenis cara: dalam kepasifan kita, dalam representasi diri sendiri. Kita dihadapkan dengan pilihan antara mereproduksi atau menolak; dan menolak hanyalah satu langkah kecil menuju pencarian transformasi.

Maka ada rasa kekuasaan itu yang ada dalam diri kita masing-masing dan dalam kapasitas kita sendiri untuk mengubah relasi-relasi sosial melalui aksi-aksi kita sendiri, dalam kehidupan sehari-hari. Ini membantuku melihat dengan lebih jelas mengapa aku menolak hubungan Leninis antara kekuasaan negara dan kekuasaan partai, dan pengertian Fabian mengenai kuasa dimana negara memberikan peluang dan kebijakan, dan bukannya kekuasaan yang berasal dari diri kita sendiri.

Ini menuntunku untuk membandingkan karya-karya dari orang-orang yang telah berhasil membedakan bermacam-macam jenis kekuasaan — sebagai contoh, dengan cara yang sangat berbeda-beda, John Holloway, Steven Lukes, dan Roy Bhaskar. Ada kekuasaan sebagai dominasi, yaitu yang kita bayangkan jika kita berpikir tentang pemerintahan: mengambil kuasa untuk kemudian menggunakan tuas-tuas pemerintahan untuk menyajikan kebijakan-kebijakan. Terkadang itu disebut sebagai “power over”, kekuasaan di atas.

Lalu ada juga kekuasaan sebagai kapasitas transformatif: kekuatan untuk mengubah hal-hal, untuk melakukan hal-hal. Kadang disebut sebagai “power to”, kekuasaan untuk. Ini adalah jenis kekuasaan yang digambarkan oleh gerakan-gerakan perempuan, kekuasaan dan kapasitas transformatif, dan kupikir ini adalah konsep yang sangat berguna sekarang. Banyak yang dilakukan oleh Occupy dan para indignados merupakan kekuasaan sebagai kapasitas transformatif. Mereka ada di lapangan-lapangan, mereka menciptakan jenis masyarakat yang berbeda, menggambarkan jenis masyarakat yang berbeda dalam keseharian mereka.

Aku juga dipengaruhi gerakan serikat dagang yang paling radikal dan alternatif — ketika mereka tidak hanya menolak pengulangan dan pemberhentian oleh pabrik-pabrik, tetapi mengatakan, “Kami punya kemampuan, kemampuan praktis yang bisa menjadi basis jenis produksi yang berbeda-beda.” Produk-produk yang berguna secara sosial dibandingkan rudal, misalnya, atau bekerja menuju perubahan industri menjadi ekonomi rendah-karbon.

Kesadaran bahwa kapasitas transformatif yang ada di antara massa benar-benar mengubah karakteristik sosialisme, yang selama ini hampir selalu berdasarkan ide “power over” — ketika kita menangkap cara untuk berkuasa atas produksi, atas sumber daya, dan menyebarkannya dengan cara yang paternalistik ini, tanpa mengenali jenis kekuasaan yang secara nyata dimiliki orang-orang dalam kapasitas mereka sendiri untuk menolak, dan untuk berubah. Tanpa mengenali ketergantungan struktur kekuasaan yang ada pada orang-orang sebagai manusia yang kreatif dan berpengetahuan.

Kedua, pengetahuan. Yang aku pelajari dari kelompok-kelompok peningkat kesadaran dan dari wakil-wakil serikat kerja — yang biasanya laki-laki, namun tetap menarik — adalah pentingnya kehadiran bermacam-macam bentuk pengetahuan. Sebagian besar partai sosialis tradisional, yang Leninis maupun yang Fabian, memercayai kepemimpinan intelektual. (Beatrice Webb membuat pernyataan klasik Fabian bahwa “walaupun orang rata-rata mampu menjelaskan suatu masalah, ia tidak bisa menyediakan solusinya; untuk itu diperlukan ahli profesional.”)

Pengetahuan secara tradisional dimengerti dengan cara yang sangat saintifik dan sempit, mengikutkan hukum-hukum yang dimengerti sebagai hubungan sebab-akibat, yang kemudian dapat dijadikan kode, disentralisir, dan kemudian, lewat suatu badan sentral, menyediakan dasar yang saintifik untuk perencanaan.

Namun pergerakan perempuan, dengan kelompok-kelompok peningkatan kesadarannya, sering bermula dari gosip — dengan bentuk-bentuk pengetahuan yang tidak dihiraukan, pengetahuan yang dibawa dalam perasaan dan pengalaman sehari-hari, namun akhirnya menciptakan kebijakan-kebijakan: klinik-klinik perempuan, proyek-proyek pendidikan yang meluas, pusat krisis bagi korban pemerkosaan — segala jenis pusat-pusat perempuan.

Ini merupakan kebijakan-kebijakan yang dikembangkan melalui perempuan yang benar-benar mendefinisikan pengalaman dan masalah mereka dengan cara yang berakar di pengetahuan praktis mereka. Wakil serikat kerja yang radikal juga tidak menulis jurnal-jurnal panjang yang mengutip hukum-hukum saintifik, tetapi mereka merancang produk-produk alternatif; mereka sadar bahwa pengetahuan mereka praktis dan bisa dimengerti tanpa harus dikatakan, namun tetap bisa dibagikan dan dijadikan eksplisit melalui praktek, dan disosialisasikan.

Aku pernah membaca Hayek, dan itu cukup membuatku terkejut, karena tulisannya mengenai pengetahuan yang bisa dimengerti tanpa harus dikatakan, hal-hal yang kita tahu namun tidak bisa diceritakan; dan ia mengatakan bahwa, walaupun pengetahuan dirumuskan oleh sang individu, itu hanya bisa dikoordinasikan melalui gerakan spontan dari pasar. Ia menggunakan konsep pengetahuan praktis sebagai landasan teori neoliberalnya.

Aku berargumen bahwa yang kita pelajari dalam gerakan-gerakan sosial adalah bahwa pertanyaannya bukanlah bagaimana memilih antara pengetahuan saintifik dan pengetahuan praktis; atau, yang paling penting, apakah yang praktis itu pada dasarnya adalah individual, seperti yang ditekankan oleh Hayek. Gerakan-gerakan sosial, dan terutama gerakan perempuan, telah menemukan dan menciptakan pengetahuan yang bisa dimengerti tanpa dikatakan, dan membuat pengetahuan itu bisa dibagi dan disosialisasikan. Inilah yang kami lakukan. Hubungan adalah kunci.

Apakah hubungan-hubungan yang penting untuk melakukan ini? Pengetahuan praktis perlu disosialisasikan, untuk menjadi dasar bagi jenis perencanaan yang baru, dalam artian melihat ke depan sambil terus bereksperimen dan bersikap responsif ke apa yang telah ditemukan. Dengan memahami kekuasaan sebagai kapasitas dan sebagai dominasi, dan pengetahuan sebagai praktis dan bisa dimengerti tanpa dikatakan serta juga saintifik, akan menyediakan landasan untuk mengerti sosialisme dengan cara yang sangat berbeda.

Alat ketiga berhubungan dengan relasi antara sang individu dengan yang sosial. Gerakan perempuan berkutat dengan menyatakan sang individu. Kita ada di sini sebagai individu, karena penderitaan personal kita, penindasan, dan perasaan; namun dengan cepat kita mengerti bahwa kita tidak mungkin menyatakan potensi kita sebagai perempuan tanpa adanya gerakan sosial, tanpa kekuasaan — sering dalam persekutuan dengan gerakan-gerakan sosial lainnya — tanpa mengubah struktur yang melandasi relasi-relasi sosial yang menindas tersebut.

Sekarang, dengan jenis-jenis baru organisasi yang muncul dalam politik yang baru, terutama aksi langsung, dengan penekanan dalam horizontalitas dan musyawarah, sangatlah menyenangkan. Namun terkadang mereka dielu-elukan — terutama oleh para laki-laki muda — sebagai suatu hal yang benar benar baru. Sekarang, kita tidak menggunakan bahasa yang persis sama mengenai jaringan hubungan, tetapi kelompok-kelompok perempuan pertama dulu hadir sebagai jaringan. Kami menjelajahi, dengan cara yang praktis dan berdasar, bentuk-bentuk jaringan organisasi ini.

Aku tidak ingin menjadi orang yang berkata, “Kita tahu itu duluan!” namun: perubahan apakah yang terjadi jika beberapa dari pemikiran dan inovasi ini memiliki akar dalam pergerakan demi pembebasan, sebuah gerakan yang dibentuk dari pengalaman perjuangan demi emansipasi melawan suatu bentuk hierarki yang intim dan telah mendarah daging secara sosial?

Bagaimana kita bisa benar-benar memperhatikan kondisi-kondisi yang dapat menciptakan ide-ide seperti ini dalam perjuangan?

Selain itu, ada pertanyaan mengenai bagaimana caranya menggabungkan kekuasaan-sebagai-kapasitas-transformatif dengan kekuasaan-sebagai-dominasi. Dalam gerakan-gerakan perempuan, kami berusaha mendapatkan sumber daya publik untuk pusat perawatan anak, pusat krisis korban pemerkosaan, pusat-pusat perempuan. Semua ini berasal dari melaksanakan kekuasaan-sebagai-kapasitas transformatif, namun kita juga memerlukan sumber daya publik, yang kami rasa sebagai hak kita.

Dalam kata-kata sebuah buku yang sangat berpengaruh, kita harus bekerja di dalam dan melawan negara, untuk membela dan memperluas kekuatan redistributif, protektif secara sosial, dan menciptakan ruang, namun di waktu yang sama juga secara radikal mengubah bagaimana dan melalui siapa sumber daya-sumber daya publik ini bisa diimplentasikan.

Dalam Greater London Council, kami menjadikan itu asas penting. Negara tidak akan menyediakan semua fasilitas itu; dan kami pun tidak akan menyerahkannya pada pasar, karena pasar tidak memiliki nilai-nilai kepedulian maupun rencana non-moneter untuk kepentingan publik: segala hal dalam pasar kapitalis adalah demi memaksimalkan keuntungan. Namun kita mendelegasikan sumber daya ke “kelompok-kelompok transformatif”: contohnya, kepada kelompok-kelompok perempuan yang berbagai jenis. Dan kami bekerja juga di dalam dan melawan pasar melalui Greater London Enterprise Board dan dengan bekerja bersama koperasi-koperasi.

Sekarang, ketika partai-partai yang berakar di gerakan sosial seperti Podemos dan Syriza (bagaimanapun meragukannya mereka) mencari kekuasaan atau sudah meraih jabatan, apa yang bisa kita tarik dari pengalaman sosialisme feminis yang bekerja di dalam dan melawan negara?

Apakah ini benar-benar jalan buntu? Apakah kita dilemahkan dan diserap oleh mereka? Atau adakah potensi untuk jenis negara yang berbeda — melampaui pilihan-pilihan biasa tentang meningkatkan atau mengurangi intervensi negara — yang belum direalisasikan, karena sosialisme feminis belum cukup mumpuni, atau karena dikalahkan dan dihentikan oleh Margaret Thatcher dan naiknya neoliberalisme?

https://www.jacobinmag.com/…/hilary-wainwright-feminism-so…/

--

--

Merah Muda Memudar
Merah Muda Memudar

Merah Muda Memudar merupakan ruang yang diciptakan untuk perempuan untuk berbagi dan mendekonstruksi warna yang melekat padanya.