Review Artikel: Putri Qajar dan Masalah dari Meme Sejarah Sampah

Merah Muda Memudar
Merah Muda Memudar
Published in
5 min readJul 23, 2018
Princess Fatemeh Khanum “’Esmat al-Dowleh” (1855/6–1905). Sumber: Women’s Worlds in Qajar Iran

Tidak semua orang percaya meme “Putri Qajar”, yang mengklaim bahwa putri Persia berkumis tebal ini dianggap sebagai ideal kecantikan semasa hidupnya dan bahwa “13 laki-laki bunuh diri karena ditolak putri ini”. Tidak mengherankan kalau hanya sedikit yang meragukan ketiadaan sumber atau referensi sejarah apapun, dan hanya fokus ke penampilan putri ini.

Ini, tentu saja, merupakan reaksi yang diharapkan ketika membuat suatu meme yang ingin viral. Persetan dengan fakta dan sumber-sumber, bahkan ketika meme ini disebarkan oleh laman-laman yang “edukasional” atau “historis”. Meme ini tidak akan viral tanpa klaim sensasional yang berakar dari misogini yang mendarah daging dan konsep-konsep kecantikan yang sempit.

Lalu ada kenyataan menyedihkan bahwa hanya sedikit orang yang mau memeriksa fakta-faktanya sendiri. Mereka yang melakukannya sering bertabrakan dengan fakta-fakta palsu yang menyesatkan, menciptakan gundukan fakta sejarah yang membingungkan dan tidak bisa dipercaya yang bersaing dengan sumber-sumber informasi yang bagus. Contohnya, orang-orang yang berkomentar di meme itu sering mengklaim bahwa subyek foto itu adalah seorang aktor laki-laki yang berpura-pura menjadi sang putri. Beberapa yang lain berkomentar lebih jauh, bahwa foto itu dimaksudkan untuk mengolok-olok sang putri. Kedua klaim ini sama-sama tidak akurat.

Kenyataan historis meme sejarah sampah ini, seperti halnya seluruh sejarah, memang rumit dan memiliki akar dalam suatu periode perubahan besar di sejarah Persia yang mencakup isu-isu seperti reformasi, nasionalisme dan hak-hak perempuan. Pada intinya, ini adalah kisah mengenai dua putri Persia yang merombak dan menantang standar-standar yang diharapkan untuk perempuan-perempuan di zaman dan latar belakang mereka. Nama mereka bukan “Putri Qajar”. Nama Qajar maksudnya mereka berasal dari dinasti Qajar di Persia.

Figur utama dalam sejarah ini adalah Putri Fatemeh Khanum “Esmat al-Dowleh” (1855/6–1905), salah satu anak perempuan dari raja Persia yang bertahta selama tahun 1848–1896. Foto yang beredar itu memang Esmat, bukan seorang aktor, dan difoto oleh suaminya sekitar tengah hingga akhir abad ke-19. Informasi ini melawan klaim bahwa Esmat merupakan simbol kecantikan yang mutakhir di awal abad 1900an, karena foto itu diambil jauh sebelum abad ke-20 dimulai.

Satu-satunya bagian dari meme itu yang sedikit benar adalah bahwa sempat ada periode di sejarah Persia dimana penampilan Esmat, terutama kumisnya, dianggap cantik. Menurut profesor Harvard, Dr. Afsaneh Najmabadi, “Banyak sumber-sumber berbahasa Persia, serta foto-foto dari abad ke-19 membuktikan bahwa perempuan-perempuan Qajar memelihara kumis tipis sebagai tanda kecantikan.” Namun, ujar Dr. Najmabadi, konsep kecantikan ini memuncak di abad ke-19, dan bukannya abad ke-20 seperti yang diklaim meme itu.

Esmat, produk dari zaman, tempat dan statusnya, termasuk dalam standar kecantikan itu. Dalam bukunya Dr. Najmabadi, “Perempuan Berkumis dan Laki-Laki Tanpa Janggut: Gender dan Kekhawatiran Seksual Modernitas Iran”, ia memaparkan suatu anekdot dari perempuan asal Belgia yang bertemu Esmat di istana Persia tahun 1877: “Dalam deskripsinya mengenai Esmat al-Dawlah, Serena melihat bahwa ‘di atas bibirnya ada kumis halus yang membuatnya terlihat seperti laki-laki’”. Ini tidak berarti Esmat menonjol sebagai simbol tipe kecantikan seperti ini. Malahan, penampilannya mungkin mengandung kekuatan yang lebih besar.

Sayangnya, selain mereduksi elemen sejarah budaya yang sangat kompleks ini menjadi meme sejarah sampah, meme ini semakin diperburuk dengan menambahkan klaim sensasional bahwa tiga belas laki-laki mengakhiri hidup mereka karena cinta tidak berbalas pada Esmat.

Ada setidaknya dua alasan bagus untuk tidak mempercayai klaim ini. Pertama, Esmat sangat mungkin menikah saat umurnya sekitar sembilan atau sepuluh tahun. Kedua, pernikahan itu sangat mungkin diatur ketika ia masih tinggal dengan perempuan-perempuan lainnya di harem ayahnya. Kemungkinan untuk dapat bertemu laki-laki yang bukan saudaranya sendiri, apalagi kesempatan untuk merayu dan menolak mereka, sangat kecil. Kemudian, sebagai perempuan yang sudah menikah dalam Persia yang patriarkis, sangat tidak mungkin juga ia dirayu oleh laki-laki yang berminat padanya.

Tampaknya tidak perlu dipertanyakan lagi apa motivasi pembuat meme ini dalam membuat klaim yang sangat sensasional dan tidak berdasar mengenai foto ini. Ini tidak ada hubungannya dengan sejarah yang sesungguhnya. Ini tentang memancing respon emosional yang luar biasa di media sosial. Fakta bahwa untuk memenuhi ekspektasi itu pembuat meme mengeksploitasi penampilan perempuan tidaklah mengherankan.

Fokus pada penampilan perempuan dalam sejarah tanpa menyediakan konteks maupun analisis selalu menjadi cara yang sangat sukses untuk memindahkan narasi dari prestasi-prestasi dan perbuatannya serta menihilkan kontribusinya dalam sejarah. Kecantikan Esmat atau perempuan-perempuan lainnya bukanlah hal yang penting, dan itulah alasan mengapa sejarah yang patriarkal sangat terobsesi dengan kecantikan mereka. Mengawali dan mengakhiri percakapan tentang perempuan dan penampilannya hampir selalu memastikan bahwa itulah yang akan diingat hampir semua orang tentang perempuan itu. Dalam kasus Esmat, menyembunyikan nama aslinya dan memberikan nama yang generik, Putri Qajar, memastikan bahwa siapapun yang ingin tahu lebih banyak akan kesusahan untuk mencari tahu lebih tentang dirinya.

Orang-orang mungkin bisa menemukan bahwa, contohnya, Esmat merupakan salah satu perempuan yang paling sering difoto di istana ayahnya, dan ini bukan karena kecantikannya. Sebagai putri kedua dari Nasar al-Din Shah Qajar, Esmat cukup dipercayai ayahnya untuk menjadi tuan rumah bagi tamu-tamu perempuan dari luar negeri yang bertandang ke istana. Melawan tradisi, ia belajar bermain piano dan menjadi seorang fotografer dengan studio pribadi di rumahnya. Yang lebih hebat lagi, ada banyak kejadian di mana Esmat menggunakan pengaruhnya kepada ayahnya, seperti ketika ia berhasil meyakinkan ayahnya untuk membolehkan suaminya kembali ke Persia. Seperti perempuan-perempuan lainnya di istana ayahnya, Esmat merupakan perempuan yang kompeten dengan tingkat kemandirian yang tidak sedikit.

Bahkan, penampilan Esmat dan perempuan-perempuan harem lainnya bisa jadi menunjukkan kekuatan yang jauh lebih besar daripada hanya menarik berbagai peminat. Sejarawan seni, Dr. Staci Gem Scheiwiller berargumen bahwa banyaknya foto-foto perempuan di haremnya Nasar al-Din Shah Qajar “menunjukkan perkembangan dalam kesadaran revolusioner perempuan.” Banyaknya foto-foto Esmat bisa jadi menempatkannya di garda depan di antara revolusi sosial dan budaya ini.

Selain Esmat, di garda depan ada juga putri-putri dinasti Qajar lainnya yang sering dihubungkan dengan salah ke meme tersebut karena referensi “Putri Qajar” yang tidak jelas: Putri Zahra Khanum “Taj al-Saltaneh” (1884–1936). Putri ke-12 dari Nasar al-Din Shah Qajar, dan saudari tiri Esmat, Taj merupakan seorang feminis dan nasionalis yang mendukung revolusi budaya dan konstitusional di Persia.

Menurut Dr. Najmabadi, Taj “…menyatakan beberapa argumen yang paling bagus yang pernah disampaikan perempuan mengenai pelepasan hijab sebagai langkah pertama yang penting menuju keikutsertaan perempuan dalam pendidikan, kerja berbayar, dan kemajuan bangsa.” Dan Dr. Scheiwiller menggarisbawahi satu kalimat penting dari memoir Taj, “Mahkota Derita: Memoir Putri Persia dari Harem ke Modernitas” : “Ketika datang suatu hari di mana aku melihat genderku teremansipasikan dan bangsaku di jalan menuju kemajuan, aku akan mengorbankan diriku di medan perang demi kebebasan, dan dengan bebas menumpahkan darahku di bawah kaki para sesama pejuang pecinta kebebasan yang mencari hak-hak mereka.”

Di zaman mereka, Esmat dan Taj tidak didefinisikan oleh penampilan mereka. Prestasi-prestasi mereka bukan hasil dari mereproduksi standar kecantikan dalam budaya mereka. Mereka adalah perempuan-perempuan kuat dan bertalenta yang hidupnya seharusnya diceritakan dengan cara yang hormat dan berarti, dan bukannya ditertawakan dan dikucilkan.

Ketika menulis tentang perempuan-perempuan dinasti Qajar, Dr. Scheiwiller menulis, “Foto seseorang dapat mengubah seseorang dari tidak berarti, yang hidupnya tidak akan diceritakan, menjadi seseorang yang wajahnya terukir dalam waktu.”

Tidak adil jika kita hanya duduk diam dan membiarkan meme tidak penting seperti ini merusak kontribusi perempuan-perempuan dan foto-foto mereka ini dalam sejarah.

https://abitofhistoryblog.wordpress.com/2017/12/12/princess-qajar-and-the-problem-with-history-memes/

--

--

Merah Muda Memudar
Merah Muda Memudar

Merah Muda Memudar merupakan ruang yang diciptakan untuk perempuan untuk berbagi dan mendekonstruksi warna yang melekat padanya.