Belajar Hidup Dari Hewan Kotor

Dion Barus
Idealis Minimalis
Published in
3 min readJan 26, 2017

Siapa sangka hari yang saya kira akan menjadi hari yang biasa saja ternyata berubah menjadi hari yang mengharukan dan memberi saya sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Seperti biasa, ketika di saat pakaian kotor menumpuk, saya memutuskan untuk mencuci baju di sebuah mesin cuci tua di belakang rumah dimana saya biasa tinggal.

Tak ada hal istimewa yang terjadi sampai saat saya mulai membuang air kotor hasil cucian dari slang mesin cuci. Air kotor tersebut mengalir dari mesin cuci menuju lantai luar rumah yang sudah mulai retak dan berlubang dimakan usia. Tanpa saya sadari ternyata di bawah retakan lantai luar tersebut ada sesuatu makhluk hidup yang tinggal. Makhluk itu bernama tikus, hewan rodent yang selama ini menjadi musuh bersama umat manusia di seluruh dunia.

Namun, tikus liar tersebut menyimpan sebuah cerita yang sungguh mengharukan. Disaat air mengalir masuk diantara celah retakan-retakan lantai, tikus itu lari keluar menyelamatkan diri dari kemungkinan banjir air di tempat dia tinggal selama ini. Pertama kali melihat tikus lari saya kira dia hanya berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Dan diluar akal sehat saya, ternyata dia lari tak seorang diri. Dia lari membawa sesuatu dimulutnya.

Man is the only animal that laughs and weeps; for he is the only animal that is struck with the difference between what things are and what they ought to be.

- William Hazlitt

Saya berusaha untuk mengamati kejadian langka tersebut sampai pada akhirnya saya sadar bahwa yang dibawanya adalah bayi tikus yang masih sangat kecil sekali. Terlalu kecil untuk saya lihat dari jarak cukup jauh. Saya kemudian berusaha untuk mengamati lebih dekat dan Oh Tuhan, itu memang benar seonggok bayi tikus yang kemungkinan besar baru saja lahir.

Tikus itu lari dengan membawa anaknya yang baru lahir dimulutnya. Dia membawa bayi itu ke tempat yang cukup jauh dari tempatnya tinggal saat ini. Tidak hanya sekali dia pulang pergi menyelamatkan anak-anaknya. Tercatat sekitar tiga kali dia bolak balik membawa anak bayi tikus tersebut. Tujuannya cuma satu yaitu menyelamatkan semua anak-anaknya dari genangan air yang masuk ke tempat tinggalnya.

Seperti terkena petir di siang bolong, saya merasa bersalah karena menyebabkan semua ini terjadi. Walaupun kebencian saya terhadap tikus adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah namun tetap saja membunuh makhluk hidup yang baru saja lahir bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.

Saya pun kemudian tersentak akan sebuah pelajaran yang sangat berharga ini. Bagaimana selama ini hewan yang selalu kita asosiasikan dengan kejorokan, sumber penyakit, kotor dan mengerikan itu mampu memberikan pesan moral yang mengharukan. Tikus tersebut rela berlarian pontang-panting menyelamatkan anak-anaknya. Tidak hanya sekali tapi tiga kali agar anak-anaknya dapat terselamatkan semua.

Apa yang dapat kita pelajari dari sebuah tikus ini? Jelas, bahwa kemanusiaan dan naluri kasih sayang seorang orang tua terhadap anak-anaknya ialah sebuah nilai yang universal. Tak peduli apakah anda manusia atau hewan kotor sekalipun yang namanya cinta dan naluri adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri. Bahwa selama ini kita selalu menganggap negatif tikus mungkin tentu saja benar tapi apakah ada maksud dan cerita dibalik hidup tikus tersebut tentu tidak semua kita tahu.

Sejak saat itu penilaian saya terhadap tikus pun sedikit berubah. Saya kini melihat tikus bukanlah hewan yang harus kita benci. Ya, memang benar kehadiran mereka di hidup kita tentu akan sangat menganggu dan dapat menjadi sumber penyakit. Tapi tak ada salahnya untuk sedikit meluangkan waktu untuk berpikir bahwa mereka adalah makhluk hidup yang hanya berjuang untuk tetap dapat hidup, bagaimanapun caranya.

Toh, pada akhirnya antara kita manusia dan tikus pun tidaklah jauh berbeda. Kita dan tikus sama-sama memiliki cinta dan naluri untuk melindungi orang yang kita cintai. Terkadang kita melakukan hal-hal diluar nalar sehat hanya untuk membuat orang yang kita cintai tersebut hidup bahagia, bagaimanapun caranya.

Cinta adalah anugerah Tuhan untuk semua makhluk hidup ciptaan-Nya, entah itu manusia, hewan, tumbuhan, bakteri atau makhluk hidup lainnya. Cinta bekerja diluar batas fisik, batas waktu dan batas dimensi. Satu-satunya pembeda kita dengan mereka adalah bahwa manusia diberikan akal pikiran yang sayangnya sering tidak kita gunakan dengan hati nurani sehingga tak jarang manusia tak lebih mulia daripada hewan.

--

--