Menilik Minimalisme Blog Leo Babauta

Dion Barus
Idealis Minimalis
Published in
5 min readSep 26, 2016
dion-barus-leo-babauta

Bagi para penikmat minimalisme visual tentu tidak asing lagi dengan nama Leo Babauta, seorang promotor hidup minimalisme, penulis beberapa buku/ebook dan blogger sukses untuk blog Zen Habits yang memiliki jutaan pembaca. Leo juga membawa prinsip hidup minimalisme ini ke dunia maya-nya yang tercermin dari betapa sederhananya tampilan blog-blognya. Sejak dulu saya juga termasuk satu dari jutaan pembaca artikelnya Leo dan baru sekarang tergerak untuk sedikit menuangkan pikiran mengenai apa yang pernah di tulis oleh Leo Babauta.

Dari sekian banyak artikel yang ditulis Leo ada satu artikel yang menurut saya layak untuk diperbincangkan karena memang ada perbedaan pandangan antara saya dan dia atas definisi minimalisme visual, khususnya blog. Pada tanggal 26 Desember 2012 atau sehari setelah Natal, Leo menulis artikel yang berjudul Minimal Web di blog Mnmlist.

A website with the main purpose of having people read content would best serve its readers with almost nothing else but what’s needed for the reading experience.

-Leo Babauta

Di dalam artikel itu Leo banyak bercerita mengenai definisi atau kriteria apa saja yang harus dimiliki oleh web/blog untuk dapat dikatakan minimalis. Saya sadar bahwa setiap artikel yang ditulis oleh seseorang memang akan cenderung subjektif dan tergantung dari preferensi pemikiran penulis itu sendiri. Namun harus saya akui hampir 80% apa yang dikatakan Leo tentang Minimalisme Web saya setuju dan sesuai dengan apa yang ada dipikiran saya.

Tapi tetap saja ada beberapa point yang menarik untuk ditelaah lebih dalam, antara lain Leo menulis,

A good-sized, readable font

Saya sedikit akan berkomentar mengenai readable font. Pengertian readable font ini akan sangat subjektif jika kita berbicara di tahun 2016 dimana standar modern browser sudah mendukung rendering webfont seperti Google Fonts, Typekit atau Font Awesome. Font saat ini menjadi salah satu elemen penting dalam sebuah web/blog sehingga lahirlah seni Typograhy Internet.

Penggunaan jenis font yang tepat tentu akan memberikan nilai tambah bagi pembaca. Di blog tersebut Leo menggunakan font standar Helvetica yang bagi saya kurang sedap di pandang mata. Karena artikel tersebut ditulis di tahun 2012 dimana teknologi rendering webfont belum berkembang seperti sekarang hal itu dapat saya maklumi.

Minimalist website should leave out comments and Facebook or other social widgets

Menghilangkan section komentar dan sosial media tentu akan membuat web/blog anda akan semakin minimalis namun itu membuat anda teralienisasi terhadap dunia luar. Internet adalah sumber informasi tanpa batas dan web/blog kita adalah bagian dari internet global itu sendiri. Apa yang anda tulis adalah informasi bagi orang lain.

Minimalisme visual adalah salah satu cara kita memperlihatkan web/blog kita kepada mereka. Salah satu hasil dari kepuasaan pembaca adalah terjadinya interaksi dan sharing. Kita tidak sedang membaca skripsi di perpustakaan dimana satu-satunya interaksi adalah anda dengan buku itu saja.

Membaca informasi di internet memungkinkan bertemunya dua kepentingan antara penulis dan pembaca. Bagaimana penulis dapat merespon dan menilai kualitas tulisan jika tidak ada intereksi atau respon dari pembacanya?Jika kita memiliki hak untuk menulis kenapa pembaca tidak memilik hak yang sama untuk menilai? Itu sedikit pertanyaan yang seharusnya perlu dijawab bagi para penyuka minimalisme visual.

Namun tentu saja penggunaan section komentar dan sosial media wajib memperhatikan nilai-nilai estetika dari minimalisme sebuah web/blog. Peletakannya harus sesuai dengan tema blog dan tidak mengganggu content yang harus menjadi fokus utama. Tentu kita tidak ingin pembaca terganggu dengan penampakan widget sosial media yang asal-asalan.

Minimal images (none, or only the most necessary)

Minimal image (gambar) saya setuju namun jika harus tanpa ada gambar dalam post saya rasanya agak kurang sependapat karena bagaimanapun seni visual adalah gambar itu sendiri. Ada beberapa blogger lainnya yang benar-benar tidak menyertakan gambar sama sekali di dalam postingan mereka. Apakah itu salah? Tentu tidak namun kurang efektif, menurut saya.

Gambar di dalam sebuah post akan dibutuhkan sebagai media visual yang menggambarkan isi tulisan anda. Penyajian gambar yang sesuai dan relevan dengan isi post akan membantu pembaca dalam merasakan suasana yang ingin anda sampaikan kepada pembaca apalagi jika anda berencana untuk menulis sebuah postingan panjang. Dapat dibayangkan bagaimana pembaca diharuskan membaca 20 paragraf non stop tanpa ada bantuan visual? Mata kita tidak terlatih untuk membaca terlalu lama di depan monitor dan bagaimanapun pengalaman membaca di depan monitor akan sangat berbeda dengan membaca langsung di halaman buku.

Jika memang harus tidak menyertakan gambar maka sebaiknya batasilah panjang tulisan dengan beberapa paragraph saja dan sebaliknya bagi yang ingin menyertakan gambar maka jumlah gambar jangan terlalu banyak. Satu gambar sudah sangat cukup untuk bisa memberikan nilai lebih kepada pembaca.

The logo of the site in CSS-styled text, not an image

Maksud dari Leo adalah penggunaan logo atau header sebaiknya tulisan saja yang sudah terkompilasi di CSS pada setiap tema blog tanpa harus ada gambar. Seperti di blog ini yang menyertakan gambar karikatur foto saya di bagian header, menurut Leo harusnya tulisan saja seperti ABC, misalkan. Sampai disini saya setuju sih tapi tetap saja preferensi setiap orang berbeda.

Gambar berukuran kecil, hitam putih dan menyatu dengan tema keseluruhan web/blog tidak masalah asalkan pembaca tidak terganggu dengan itu. Akan menjadi masalah jika anda menempatkan header atau gambar pemandangan penuh warna sebagai logo header anda, nah hal itu yang seharusnya dihindari. Bahkan blog minimalis beken lainnya seperti The Minimalists, Becoming Minimalist atau Brian Gardner menggunakan image sebagai logo header web/blog mereka. Namun sekali tetap harus berpegang terhadap nilai estetika minimalis.

Short urls (without .php, .asp, .aspx, .html, dates, categories or other items in the url)

Leo membawa pengertian baru terhadap URL (Uniform Resource Locator) ini dan jujur saya belum sampai ke tahap ini. Apa yang disampaikan Leo memang mendefinisikan kembali minimalisme sampai ke tahap teknis.

Di dalam setiap artikel yang ditulis Leo di blog-nya nama URL sangatlah pendek dan berbeda jauh dengan judul artikel. Ambil contoh artikel Things I don’t have that many do maka URL-nya hanya http://mnmlist.com/havent atau Minimalism isn’t traveling the world with nothing, URL-nya hanya http://mnmlist.com/suitcase/. Sangat singkat sekali bukan.

Inilah yang saya maksud sebagai kesederhanaan atau minimalisme yang total karena Leo tidak hanya menyajikan minimalisme dalam bentuk sajian content tapi juga sampai ke tahap teknis URL. Mungkin ke depannya saya akan mengikuti jejak Leo untuk URL ini.

Lima point diatas adalah contoh sedikit hal yang perlu saya tanggapi dan bukan berarti apa yang saya katakan adalah benar atau yang Leo Babauta uraikan di artikel tersebut adalah salah namun minimalisme visual sangat terbuka untuk diinterpretasikan. Saya dan Leo memiliki persamaan terhadap visi bagaimana minimalisme visual ini seharusnya tapi Leo telah berhasil jauh dalam segi pemenuhan minimalisme-nya yang sempurna.

--

--