Yang Terasa Hilang Akibat Internet

Dion Barus
Idealis Minimalis
Published in
8 min readOct 6, 2017

Kini ketika penetrasi kekuatan internet dan konvergensi digital semakin dalam tertanam di setiap sendi kehidupan maka hampir semua urusan dapat dilakukan oleh kaum milenial hanya dengan bermodalkan sentuhan dan swipe di layar monitor.

Dulu satu pekerjaan yang membutuhkan berhari-hari untuk diselesaikan kini dapat dilakukan hanya dalam hitungan jam bahkan menit. Urusan yang ribet kini semakin lebih mudah. Kontak fisik pun semakin jarang terjadi karena sudah terwakilkan oleh sinyal internet. Frekuensi tatap muka kini tak harus lagi dilakukan di tempat dan waktu bersamaan. Semuanya terasa mudah berkat bantuan teknologi.

Saya kemudian berpikir hal-hal apa saja yang hilang akibat ulah internet saat ini?

Lahir di periode akhir 1980-an, praktis saya tidak termasuk generasi milenial. Saya masih merasakan masa-masa dimana semuanya masih dilakukan manual dan kehadiran fisik merupakan sebuah keharusan. Saya pun masih ingat bagaimana masa kecil saya dihabiskan dengan memainkan mainan fisik bukan mainan digital di dalam tablet.

The Internet is the first thing that humanity has built that humanity doesn’t understand, the largest experiment in anarchy that we have ever had.

- Eric Schmidt

Jika harus kilas balik maka hal-hal berikut ini adalah sesuatu yang tidak pernah saya rasakan lagi sekarang;

Terlibat dan Berinteraksi Dengan Orang Lain

Sebelum berkenalan dengan internet hal kecil seperti membeli tiket kereta api pun harus saya lakukan sendiri.

Ketika masa liburan kuliah saya sering pulang ke rumah orang tua di kota lain dengan menggunakan kereta api. Hal yang paling mengerikan dan menyebalkan saat itu adalah urusan membeli tiket pulang kereta api.

Karena rumah orang tua saya ada di kota kecil maka stasiun kereta apinya pun kecil. Alhasil ketika musim liburan usai banyak sekali orang, umumnya pelajar dan mahasiswa, yang berebutan membeli tiket di stasiun kecil itu. Sudah bisa di duga pasti akan tercipta antrian panjang segerombolan orang.

Saya yang sudah terbiasa dengan masalah antrian ini selalu datang berjam-jam lebih awal sebelum loket buka. Walaupun datang paling awal pasti saya akan selalu kalah dengan para calo tiket yang entah kapan mereka datangnya. Anda tidak akan pernah bisa mengalahkan kecepatan calo tiket mengantri di depan loket, bahkan jika anda berlari seperti Usain Bolt.

Namun selalu ada hikmah dari mengantri ini karena anda akan selalu bertemu dengan orang-orang baru yang belum anda kenal sebelumnya. Mereka bisa saja menjadi teman seperjalanan anda bahkan tak sedikit yang berjodoh hanya karena mengantri. Tidak ada yang bisa menebak dimana benih-benih cinta akan tumbuh, bukan?

Interaksi dan mengobrol dengan sesama pengantri adalah pengalaman unik tersendiri sekaligus masa lalu yang menyenangkan.

Terima kasih untuk internet, kini hampir tak ada lagi deretan orang mengantri panjang di depan loket karena semuanya sudah didapatkan melalui tiket online. Beragam aplikasi menawarkan kemudahan bagi pengguna untuk mendapatkan tiket apapun, kapanpun dan dimanapun. Tak perlu mengantri, tak perlu keluar rumah dan tak perlu menghabiskan energi berteriak-teriak jika ada orang yang menyerobot antrian anda.

Jika anda masih melihat orang mengantri panjang di depan loket maka hanya akan ada tiga kemungkinan;

  • Sedang memasuki masa hari raya
  • Orang-orang itu tidak memiliki smartphone atau kehabisan kuota data
  • Orang-orang yang masih berpikiran konvensional, gagap teknologi dan tidak percaya internet

Kehabisan Berarti Jalan Kaki

Kapan terakhir kali anda jalan kaki?

Saya rasa dengan DP mobil dan motor yang semakin murah dan ditambah dengan maraknya transportasi online maka hal tersebut sudah sangat jarang sekali anda lakukan. Bukan karena tidak mau tapi kenapa juga?

Bagi saya yang masa kecilnya cukup sederhana, hak istimewa seperti mengendari mobil bahkan motor adalah sebuah keniscayaan. Satu-satunya penyelamat jika sedang berpergian adalah angkot, becak atau bus kota. Baru semenjak kuliah saya diberikan motor oleh orang tua.

Apa artinya itu?

Jika anda pernah hidup di zaman dimana transportasi publik adalah sarana utama anda untuk berpergian maka selain menyiapkan ongkos anda juga harus dapat memperhatikan jam-jam dimana transportasi publik itu terakhir beroperasi.

Sudah berulang kali saya harus jalan kaki atau menelpon orang tua untuk dijemput hanya karena saya pulang terlalu malam dan tidak ada lagi angkot untuk pulang. Selain itu menghambat kebebasan saya beraktifitas tentu saja hal tersebut merepotkan orang tua.

Itu baru masalah waktu saja.

Bagaimana jika kita ingin berpergian ke tempat teman yang lokasinya tidak dapat dijangkau oleh transportasi publik? Anda tahu sendiri kan bagaimana tata letak kota-kota di Indonesia yang sangat rumit dan berantakan. Tak jarang rumah seseorang berada di gang yang ada di dalam gang dan gang tersebut ada di lorong dari lorong. Coba bagaimana menjelaskannya?

Say No More.

Kini cukup dengan kuota data 1GB dan smartphone yang telah di-install aplikasi transportasi online maka cukup tentukan titik jemput dan antar maka anda dapat sampai di tujuan. Lokasi tidak ada di peta? Cukup tentukan titik terdekat dan biarkan pengemudinya berimprovisasi menemukannya untuk anda biarpun itu harus keluar masuk gang.

Selain itu anda juga tak harus repot-repot keluar rumah atau menunggu di pinggir jalan atau ke halte bus karena anda akan dijemput persis dimana anda berada.

Tak perlu takut kepagian atau kemalaman karena transportasi online beroperasi 24 jam nonstop dan tersebar merata di kota-kota besar. Anda dapat bebas beraktifitas tanpa perlu takut betis besar karena harus jalan kaki.

Hilangnya Esensi Buku, Film dan Musik

Dulu membeli buku berarti anda harus pergi ke toko buku.

Dulu menonton film berarti anda harus ke bioskop atau membeli VCD/DVD-nya.

Dulu mendengarkan musik berarti anda harus ke toko musik untuk membeli album atau mendengarkan di radio konvensional.

Berapa banyak toko buku dan toko musik yang harus gulang tikar karena tak kuasa menahan gempuran dari internet?

Hanya bioskop yang masih bertahan saat ini karena mereka bertransformasi menjadi one-stop entertainment tidak seperti bioskop konvensional dulu.

Internet telah menggantikan fungsi buku sebagai jendela informasi. Kalau dulu anda harus menghabiskan beberapa menit hanya untuk mencari informasi di sebuah buku kini cukup mengetikkan keyword di mesin pencarian maka seluruh informasi yang anda butuhkan tersaji dengan lengkap.

Pelajar dan mahasiswa lebih senang menggunakan internet sebagai sumber referensi daripada buku. Atau bagi pelajar yang cukup pintar, mereka menggunakan internet untuk mengunduh buku dan menjadikan buku tersebut sebagai informasi. Cerdik.

Atau kapan terakhir kali anda melihat orang marah-marah karena membaca koran? Di zaman internet orang lebih percaya artikel di internet daripada di koran atau majalah yang sudah tersaring beritanya.

Sebagai penikmat film dan musik kini dengan internet semuanya dapat diperoleh dengan gratis dan bebas. Tak perlu keluar rumah dan menghabiskan jatah makan 3 hari untuk membeli tiket bioskop, cukup dengan koneksi internet maka film di bioskop telah berpindah ke hard disk laptop.

Anda dapat mengunduh jenis film dan musik apapun mulai dari yang paling legal sampai yang ilegal. Tak ada sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia. Anda yang menentukan apa dan bagaimana film yang akan ditonton.

Malas download? Cukup streaming saja. Lagu dan film dapat anda tonton dan dengarkan on-the-go dimanapun dan kapanpun. Tak heran kalau penjualan album dan pendengar radio merosot tajam.

Tapi kan masih banyak orang yang menonton di bioskop?

  • Ya jika anda generasi milenial yang selalu terkena hype film-film blockbuster Hollywood
  • Ya jika anda terlalu nasionalis dengan menonton semua film Indonesia yang kebanyakan alay, materialistis dan absurd
  • Ya jika anda punya pacar dan pasangan hidup

Saya masih merindukan bagaimana dulu saya dapat membaca buku fisik sampai tamat atau pergi ke bioskop murahan dengan kursi kayu keras bersama keluarga atau perasaan gembira ketika lagu favorit diputar di radio kesayangan.

Kemana Perginya Silahturahmi

Memasuki Hari Raya berarti anda telah siap untuk menerima berbagai ucapan selamat. Mengucapkan selamat sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Tapi apakah ucapan selamat itu datang dari orangnya langsung?

70% tidak. 30% ya.

Dulu ketika Hari Raya tiba rumah orang tua saya selalu ramai didatangi oleh para keluarga, sahabat, kerabat, handai taulan dan tetangga. Tidak ada waktu lagi bagi mereka untuk istirahat. Orang datang silih berganti persis seperti Open House pejabat sekarang.

Kalau sekarang?

Masih tetap ada yang datang namun frekuensinya tidak seramai dulu. Kini praktis hanya keluarga, sahabat dan tetangga terdekat sajalah yang masih bersedia datang bersilahturahmi ke rumah.

Saya menganggap mereka yang masih datang adalah mereka-mereka yang memiliki kedekatan biologis, psikologis atau masih berutang nyawa dengan orang tua saya. Jika tidak ada perekat tersebut mungkin mustahil bagi mereka untuk datang.

Ini boleh hanya saya saja yang merasakannya tapi entah mengapa setiap Hari Raya selalu saja berkurang rasa hikmah di setiap tahunnya. Hari Raya tidak pernah seramai dulu ketika saya masih kecil. Orang-orang seperti immune terhadap Hari Raya. Bahkan tak sedikit yang menganggap Hari Raya seperti hari-hari biasa.

Apa penyebabnya?

Internet.

OK. Internet memang tidak sepenuhnya menjadi pihak yang bersalah di sini tapi setidaknya internet juga memainkan peranan yang tidak kecil juga.

Kok bisa?

Begini. Internet membuat orang jauh terasa dekat dan orang dekat terasa jauh. Setuju?

Dalam hubungannya dengan Hari Raya peran internet sangatlah membantu mendekatkan kerabat dan keluarga yang jauh dengan kita. Keluarga yang terpisah ribuan kilometer dapat bertatap muka langsung melalui video chat atau video call.

Anak yang tidak bisa pulang kampung dapat melihat raut wajah orang tua yang bahagia di kampung atau orang tua yang sudah sepuh dan tidak dapat bepergian jauh dapat melihat kelucuan cucu-cucu mereka di seberang pulau sana. Ikatan kekeluargaan pun menjadi lebih kuat berkat teknologi internet.

Nah yang menjadi masalah adalah orang yang dekat jaraknya dengan kita kini semakin jauh karena memanfaatkan internet.

Mereka menggunakan layanan pesan seperti Whatsapp, Line, BBM atau SMS untuk mengucapkan selamat Hari Raya. Yang lebih menyedihkan lagi yaitu pesan ucapan selamat itu dikirimkan secara massal (bulk) tanpa menyebutkan nama siapa yang dituju.

Logika mereka ialah satu pesan dapat dikirimkan ke ratusan bahkan ribuan keluarga, kerabat dan sahabat. Untuk apa capek-capek mengetikan pesan sebanyak itu jika satu saja dapat dikirimkan ke banyak penerima?

Menurut buku yang saya baca di zaman ketika saya masih gandrung membaca buku, penyebutan nama seseorang dalam percakapan dan interaksi memiliki dampak yang besar terhadap lawan bicara kita. Lawan Bicara akan merasa memiliki kedekatan secara personal dan merasa dianggap oleh pihak bicaranya tersebut.

Kembali ke topik Hari Raya, saya yakin setiap pesan ucapan selamat yang dikirimkan massal tidak akan pernah ada yang menyebut nama penerimanya. Orang yang mengirimkan menganggap semua orang yang menerima adalah sama. Tidak ada istilahnya yang lebih tua, lebih senior atau lebih muda bahkan untuk keluarga sekalipun.

Dengan mengirimkan ucapan selamat Hari Raya masal juga berarti mereka telah mengenyampingkan kewajiban untuk datang dan bersilahturahmi langsung dengan kita. Bahkan seorang teman yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah pun tak pernah datang lagi karena bagi dia mengirimkan pesan tesebut sudah lebih dari cukup.

Ini logikanya bagaimana?

Itulah kenapa Hari Raya di zaman digital internet ini terasa lebih sepi karena orang-orang tak lagi berlalu lalang di jalanan. Mereka betah berada di kenyamanan rumah sendiri sambil memegang telepon seluler dan bersiap mengirimkan pesan ucapan ke ribuan kontak buku teleponnya.

Jadi, mulai sekarang ketika Hari Raya tiba coba perhatikan siapa saja yang datang bersilahturahmi ke rumah anda? Jika tidak keluarga inti, keluarga dekat, sahabat dekat atau tetangga sebelah rumah apa masih ada orang lain?

Sebenarnya masih ada beberapa poin lagi yang ingin saya tulis di dalam artikel ini tapi kalau dilanjutkan saya yakin pasti akan terlalu panjang untuk dibaca.

Internet memang sudah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia modern, termasuk saya. Saya bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya hidup saya tanpa kehadiran internet.

Ketika internet dapat membantu 1000 hal untuk anda pasti selalu akan ada 1 hal yang tidak bisa dilakukan oleh internet. Internet bukanlah teknologi ciptaan Tuhan yang mampu menyelesaikan semua persoalan manusia.

Jika saja 1 hal tersebut dapat kita lakukan sendiri maka kita berhasil menyandingkan teknologi dengan aspek-aspek manusia yang tergantikan.

Namun sebaliknya jika kita masih saja bersikeras untuk menggunakan internet dalam menyelesaikan 1001 hal maka kita tak lebih dari budak-budak internet.

Internet ada karena manusia bukan manusia ada karena internet.

--

--