Perjalanan Menjadi Tua

Royyan Wijaya
Monolegend
Published in
5 min readDec 7, 2020

Setiap mahluk hidup pasti memiliki garis waktu tersendirinya, apalagi kita sebagai manusia. Jangankan garis waktu, garis khatulistiwa dan sebagainya saja kita sanggup untuk menghitungnya.

Potret nenek moyang kita ratusan juta tahun yang lalu.

Masih ingatkah kalian dengan kenangan masa kecil ketika kalian masih dalam bentuk Eukaryote? Atau ketika kalian masih menjadi ikan? Tentu saja lupa dan bahkan tidak tahu-menahu sama sekali tentang hal tersebut. Syukurlah, karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, kita bisa melihat jejak sejarah sejauh bukti yang telah ditemukan.

Kalau memang ingatan ketika menjadi ikan dirasa terlalu jauh. Mari kita bersama-sama kembali ke ingatan masa kecil kita. Kebetulan saya lahir di era 90-an. Saya tidak akan mendewakan era ini. Karena tulisan lain sudah cukup banyak yang mendewakan-nya. Di sisi lain, saya tidak ingin diserang SJW ketika tulisan saya baru mencapai 2 paragraf. Maka dari itu, saya akan bercerita semau saya tentu saja. SJW taek.

Masa ketika menggapai sesuatu dengan tangisan

Sudah pasti masa ini berada ketika kita masih bayi. Masa di mana kita membutuhkan bantuan orang lain khususnya kedua orang tua kita. Ya bagaimana tidak? Pas ketika kita lapar, bukannya mengambil makanan, malah nangis. Pas ketika mau berak, bukannya pergi ke toilet, malah nangis lagi. Nanges teroos.

Itulah ciri khas kita ketika masih bayi. Belum mampu mendeskripsikan dan melakukan apa yang kita mau dengan sendirinya. Memang sejatinya manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain sampai kapanpun. Sejak ketika masih dalam kandungan — hingga mengerjakan ujian soal Matematika.

Mencontek adalah simulasi menjadi detektif dan juga kerja sama tim sekaligus dalam satu waktu. Sebuah contoh multi-tasking yang tidak baik untuk ditiru tetapi semua orang pernah melakukannya.

Masa ketika menonton TV masihlah kegiatan yang begitu menyenangkan

Kala itu, menonton TV merupakan hal yang begitu menyenangkan. Banyak hal menarik di sana, khususnya bagi anak-anak kecil pada masa-nya. Ya gimana tidak? Orang hiburan digital satu-satunya yang tersedia waktu itu cuman dari TV. Bagaimana dengan Youtube? Hehe, ya belum ada lach lur.

Masih ingat sekali ketika tahun 2002. Antusiasme warga sangat tinggi ketika piala dunia hadir pada saat itu. Waktu itu Brazil menjadi negara yang menjuarai piala dunia 2002 yang diadakan di Jepang dan Korea Selatan. Ronaldo adalah bukti hidup tentang bagaimana semua lapisan masyarakat ikut bersorak gembira atas apa yang ia lakukan. Ya meskipun mereka bukan orang Brazil, mereka orang kecamatan Rungkut, tempat saya tinggal saat itu.

Saya yang berumur 8 tahun kala itu pun ikut bereuforia dengan momen sepak bola internasional. Waktu itu saya mendukung Jerman, ya sedih ketika tau kalau mereka tidak jadi juara. Alasan saya mendukung Jerman pada waktu itu ya tentu saja ikut-ikutan paman saya. Lha wong saya gak tau tetek bengek sepak bola saat itu hehe.

Lalu, bagaimana dengan hiburan dari hape/smartphone? Tentu saja belum semenarik sekarang. Masih banyak keterbatasan dengan teknologi hape saat itu. Bermain ular-ularan merupakan hal yang begitu mewah.

Ya gimana tidak? Harga hape saat itu mahal sekali. Selain batrenya yang sangat awet, hape jaman dulu juga bisa dicas menggunakan tenaga matahari (*katanya). Lepas aja batrenya, kemudian taruh di tempat yang terik. Bisa genteng maupun lapangan tempat kalian bermain sepak bola di sore hari biasanya.

// Artikel ini pertama kali terbit di blog pribadi saya, bisa dikunjungi di roywj.wtf//

Masa ketika sekolah adalah hal menyebalkan tetapi

Tidak dipungkiri, sekolah merupakan salah satu tingkat kenangan yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Banyak kebodohan yang menyenangkan terjadi di sana. Dari mulai jenjang SD — hingga SMA/SMK.

“Setidaknya, sekali seumur hidup. Saya harus pernah membolos sekali.” Ucapku saat memasuki bangku SMK kelas 2. Dan memang saja, membolos merupakan hal yang akan terkenang selamanya. Yang tadinya saat itu, perasaan was-was selalu ada tentang bagaimana nanti dampak yang didapat akibat membolos.

Bagaimana nanti kalau ketahuan guru lalu dipanggil orang tua. Pikiran-pikiran negatif akan selalu hadir saat itu. Untungnya saat ini, pikiran menyenangkan akan selalu ada karena kelakuan bodoh masa lalu memang patut untuk dirayakan.

Masa-masa begejekan bersama teman juga merupakan hal yang akan selalu memiliki ruang tersendiri di hati. Suka celometan ketika pelajaran berlangsung adalah hal pasti yang pernah dilakukan oleh murid-murid jahanam pada masanya.

Hingga sang Guru dibuat kesal oleh mereka dan pada akhirnya kita juga sebagai murid telah melakukan hal yang tidak mengenakkan kepada Ibu dan Bapak Guru kita. Mari semuanya minta maaf karena ketika masih menjadi murid, kita adalah murid yang nauzubillah sekali. Maafkan kami para Ibu dan Bapak Guru sekalian. Terima kasih sudah sangat bersabar terhadap kami.

Oke, sekarang mari kita berpindah ke masa jatuh cinta dengan seseorang ketika berstatus sebagai seorang murid. Sudah pasti sebagian besar dari kalian merupakan siswa/i yang ketika saya membawa topik ini kalian merasa tidak relate. Bukan karena tidak pernah berpacaran ketika jaman sekolah. Melainkan takdir yang sudah kalian bawa selama ini memang seperti itu. Takdir yang melekat dengan sebutan yang trending kala itu, Jones. Alias Jomblo Ngen.

“pAgiie iNie PaGiee yG mEnYediHkanzZ huFfftt…,,,…”, sebuah status yang dikirimkan oleh seorang yang hatinya telah dihancurkan oleh kenyataan cinta monyet ketika masa sekolah berlangsung di laman media sosialnya.

Kira-kira masih ada gak ya orang yang gaya tulisannya seperti itu saat ini? Ya ada la, banyak. Jangan kamu menganggap dirimu spesial karena kamu alay.

Masa ketika hidup kok begini-begini aja ya ternyata

Tentu saja kali ini saya membicarakan masa kini. Masa setelah lulus sekolah, masa di mana kemalasan adalah hal yang menyenangkan. Tidur siang merupakan keajaiban dunia yang harusnya kita nikmati sejak kecil tetapi baru bisa merasakan enaknya sekarang.

Masa ketika mengajak janjian 10 orang yang datang 2 orang, masa di mana jarak 100 meter serasa kita sudah melewati berbagai propinsi dan masa di mana kita akan memiliki jumlah teman yang semakin lama semakin berkurang. Hidup di dunia semakin lama semakin tahu bahwa pada akhirnya kita semua dilahirkan untuk berperan menjadi Squidward.

Dulu kita bermimpi bermacam-macam. Ada yang ingin menjadi Dokter, Pilot, Pemain Biola, dan lain sebagainya. Namun saat ini, memiliki penghasilan yang cukup setiap bulannya merupakan yang patut dibanggakan. Kenapa tidak? Toh kita sudah capek-capek untuk menjalaninya setiap hari. Hal seperti ini sudah lumrah, kita memang akan menjadi manusia yang akan selalu hidup dengan tuntutan.

Uyy hidup ini memang indah.

Semua ini, pasti akan musnah

Ya benar, kalimat di atas merupakan penggalan lirik dari lagu Pangeran Cinta-Dewa 19. Lagu yang akhir-akhir ini saya putar terus menerus. Iya benar, saya telat menjadi Baladewa di bagian Greatest Hits-nya, maaf teman-teman.

Sejak kita berevolusi menjadi Homo Erectus, sejak saat itu pula volume otak kita bertambah besar. Tentu saja dengan kapasitas seperti itu, kita manusia mampu menggapai apa yang bisa kita bayangkan. Karena dengan imajinasi, kita bisa menentukan masa depan.

Bukan lagi menjadi hal yang mustahil kelak anak dan cucu kita akan memiliki kehidupan yang jauh lebih canggih daripada saat ini. Kehidupan yang belum bisa kita bayangkan. Entah bagaimana nantinya, kita, manusia akan berevolusi. Apakah kepala kita akan menjadi semakin kecil? Ataukah nanti kita akan memiliki sayap? Yang pasti, semoga nanti korupsi sudah hilang dari peradaban manusia.

Jangan lupa untuk jaga kesehatan, banyak minum air putih dan kalau temanmu menagih hutang, segera bayar bangsat.

Masa di mana kita bertemu dan ditanyai oleh malaikat tentang dosa-dosa kita sebagai manusia

Untuk paragraf ini, ada yang mau menjelaskan pengalamannya?

--

--