5 Kebohongan Orang yang Suka Menunda-nunda

Darmawan Aji
Motiva
2 min readFeb 20, 2021

--

Setiap penundaan pasti melibatkan aktivitas menunda, namun tidak setiap aktivitas menunda berarti penundaan.

Kalimat di atas adalah terjemahan bebas dari “All procrastination is delay, but not all delay is procrastination.” Sebuah kalimat pembuka yang dituliskan oleh Tim Pychyl dalam buku Solving The Procrastination Puzzle.

Ya, penundaan memiliki dua sisi: sisi positif dan sisi negatif. Penundaan bisa bermakna positif ketika yang kita tunda adalah kegiatan yang tidak bermanfaat atau memiliki prioritas rendah. Sementara, penundaan yang negatif terjadi ketika yang kita tunda adalah kegiatan yang memiliki prioritas tinggi, meskipun kita tahu bahwa menunda hal ini berisiko. Alih-alih mengerjakan hal yang memiliki prioritas tinggi, kita justru tergoda untuk mengerjakan hal yang bukan prioritas sama sekali.

Coba periksa diri Anda:

  • Apakah Anda mengisi hari Anda dengan aktivitas yang sepele (berprioritas rendah)?
  • Apakah Anda menunda-nunda tugas yang sudah Anda tuliskan di to do list dalam waktu yang lama, meskipun Anda tahu bahwa itu penting?
  • Apakah Anda membuka dan membaca email/chat beberapa kali tanpa membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan dengannya?
  • Apakah Anda mulai mengerjakan sebuah tugas prioritas tinggi Anda cenderung merasa berat sehingga Anda beralih untuk menyusuri sosial media, menonton serial di Netflix, atau aktivitas pelarian lainnya?
  • Apakah Anda sibuk dengan tugas-tugas tidak penting yang diminta orang lain untuk Anda lakukan, alih-alih melanjutkan tugas-tugas penting yang sudah ada dalam to do list Anda?
  • Apakah Anda menunggu “mood yang mendukung” atau “waktu yang tepat” untuk mengerjakan sebuah tugas penting?

Bila demikian, jangan-jangan Anda termasuk golongan prokrastinator. Dalam psikologi, penundaan yang negatif inilah yang disebut dengan prokrastinasi, orangnya disebut prokrastinator. Kata prokrastinator ini berasal dari bahasa Latin, dimana “pro” berarti “bergerak ke depan/maju” dan “crastinus” yang berarti “milik hari esok.” Sehingga kata prokrastinasi dalam bahasa Latin bisa diterjemahkan bebas dengan “kerjakan besok saja.” Menurut Joseph Ferrari, Ph.D. — profesor psikologi dari De Paul Univeristy, Chicago — dalam sebuah riset lama tahun 1996, setidaknya 20% populasi kita masuk dalam kategori prokrastinator kronis.

Masih menurut Ferrari, ada lima kebohongan yang dikatakan oleh seorang prokrastinator kepada dirinya sendiri:

  1. Mereka merasa punya banyak waktu untuk menjalankan sebuah tugas.
  2. Mereka meremehkan waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan sebuah tugas.
  3. Mereka mengira bahwa mereka akan lebih termotivasi besok, minggu depan, bulan depan — kapan pun mereka menundanya.
  4. Mereka secara keliru mengira bahwa sebuah tugas akan terselesaikan sempurna bila dikerjakan saat mereka benar-benar ingin mengerjakannya.
  5. Mereka keliru mengira bahwa pekerjaan tidak akan optimal saat dikerjakan dalam kondisi yang tidak mood.

PS. Saya punya teman seorang psikolog sekaligus NLP Coach yang punya kelas tentang mengatasi penundaan. Kelas ini cocok terutama bagi emak-emak yang ingin lebih produktif. Kalau saya share infonya, banyak yang berminat kah?

--

--

Darmawan Aji
Motiva
Editor for

Productivity Coach. Penulis 7 buku pengembangan diri. IG @ajipedia Profil lengkap: darmawanaji.com