Teknik Anti Penundaan

Darmawan Aji
Motiva
3 min readFeb 23, 2021

--

Dalam kacamata psikologi, penundaan adalah mekanisme untuk “lari” dari sebuah tugas yang tidak menyenangkan, menyulitkan, atau membingungkan. Saat menghadapi ketidaknyamanan, otak reptil kita yang mengatur mekanisme bertahan hidup aktif. Kita memiliki dua pilihan “hadapi” atau “lari.” Sayangnya, alih-alih memilih untuk “hadapi, ” sebagian besar orang justru memilih “lari.”

Misal, kita tahu bahwa kita perlu merapikan laporan dari klien — katakanlah ini adalah tugas utama kita di pekerjaan. Namun, karena kita tidak menyukai aktivitas ini — bisa juga karena merasa kesulitan atau membingungkan (banyak data yang perlu dikumpulkan dan dianalisis) — kita pun lari dari tugas tersebut. Kita memilih untuk melakukan aktivitas lain yang lebih ringan. Bermain game, menonton drama korea atau serial di Netflix, berseluncur di media sosial, dsb. Kadangkala, kita juga “lari” dengan cara memilih untuk sibuk mengerjakan aktivitas-aktivitas yang nampak “produktif” namun sebenarnya bukan prioritas tertinggi saat ini. Beberes misalnya. Aktivitas yang bisa dilakukan di lain waktu, justru diprioritaskan karena saat mengerjakannya rasa bersalah kita menjadi berkurang.

Saat kita lari dari tugas yang tidak menyenangkan, sulit, dan membingungkan, lalu memilih aktivitas yang lebih ringan, kita pun merasa lebih enakan — lebih nyaman. Kita tidak sadar, bahwa rasa nyaman ini berbiaya mahal.

Roy Baumeister dan Diane Tice dari Florida State University menyatakan bahwa penundaan (prokrastinasi) adalah salah satu bentuk dari kegagalan regulasi diri. Kita gagal mengatur diri untuk mencapai sebuah tujuan. Kita menetapkan niat, namun tidak cukup menggunakan kendali diri (self control; willpower) untuk memastikan diri kita bertindak. Apa penyebabnya? Salah satu faktor utama adalah karena kita menyerah untuk merasa nyaman segera — lebih memilih imbalan jangka pendek daripada manfaat jangka panjang. Alih-alih bersusah-susah dahulu, kita memilih bersenang-senang dahulu, bersusah-susah kemudian.

Bagaimana mengatasinya? Saat kita menghadapi sebuah tugas penting, lalu mendengar diri kita mengatakan “saya akan mengerjakannya nanti” atau “kalau saya kerjakan besok sepertinya akan lebih semangat” — sadari bahwa ini adalah tanda awal sebelum penundaan. Maka, hentikan self-talk yang tidak memberdayakan ini. Ganti self-talk kita dengan self-talk yang lebih memberdayakan. Misalnya “bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian” atau “ meski kurang nyaman, tetap perlu dikerjakan” atau “ini hanya rasa tak nyaman yang sementara, jika saya mulai kerjakan rasa tak nyaman ini akan hilang.” Lalu ajukan pertanyaan “apa satu tindakan sederhana yang bisa saya lakukan sebagai langkah pertama untuk mengerjakan tugas ini?”

Agar ini menjadi sebuah kebiasaan baru, gunakan format implementation intention (jika — maka) dari Peter Golwitzer berikut ini:

Jika saya merasakan emosi negatif saat akan mengerjakan sebuah tugas, maka saya akan tetap mengerjakannya, tidak berhenti, menunda, atau lari darinya.

Intinya, saat Anda merasa kurang nyaman saat akan mengerjakan sesuatu, jangan menyerah dengan memilih untuk merasa nyaman saat itu juga. Kerjakan dulu saja, melangkah dulu saja, saat ini dilakukan biasanya rasa tidak nyaman ini akan menghilang perlahan-lahan. Ini bisa dilakukan bila kita menyadari tanda-tanda awal dari penundaan dan mengantisipasinya.

Ingin belajar teknik anti penundaan yang bisa Anda praktikkan dengan mudah? Rencananya bulan Maret akan ada Kelas Anti Penundaan yang dipandu oleh seorang coach sekaligus psikolog. Batch perdana ini dikhususkan untuk emak-emak. Tertarik?

--

--

Darmawan Aji
Motiva
Editor for

Productivity Coach. Penulis 7 buku pengembangan diri. IG @ajipedia Profil lengkap: darmawanaji.com