Berbicara melalui aplikasi dengan ‘Voice and Tone’

Purnama
MTD Stories
Published in
7 min readMay 11, 2021
Photo by Daria Nepriakhina on Unsplash

Berbicara tentang user experience, saya cukup yakin jika bahasa juga menjadi aspek utama yang mampu menciptakan experience tersendiri selama menggunakan produk. Kata-kata yang dikemas sedemikian rupa tidak hanya sekedar dibuat, namun juga perlu memperhatikan konteks dan preferensi pada user sebagai pengguna produk. Terutama jika kita ingin membuat produk menjadi lebih conversational.

Sebelum kita membahas lebih jauh pada voice and tone, kita pahami dulu apa itu voice and tone.

Apa itu voice and tone?

Voice and tone adalah tentang bagaimana cara kita berbicara yang merepresentasikan perusahaan kita, baik itu yang ditulis atau yang diucapkan. Lebih detailnya, voice adalah kata yang kita gunakan dan tone adalah cara kita mengucapkan kata yang sudah kita buat. Jadi kita tidak hanya memikirkan apa yang kita katakan, tapi juga tentang cara kita mengatakan dan bagaimana kesan yang ditimbulkan setelah user membaca teks yang kita buat.

Penggunaan voice and tone dapat dikatakan penting karena 2 alasan, yang pertama yaitu untuk alasan komunikasi. Seluruh komunikasi yang kita gunakan perlu dikemas sealami mungkin dan dipersonalisasi layaknya dari manusia. Tentu akan membosankan apabila tulisan yang kita buat justru kaku dan malah terlihat berbicara dengan robot. Kemudian alasan yang kedua yaitu untuk alasan identitas brand. Kata-kata yang kita gunakan dalam konten di aplikasi atau website yang kita kembangkan akan sangat mewakili sekali bagaimana perusahaan tersebut itu berbicara dan bagaimana brand ingin dikenal. Contohnya kita ingin membuat produk yang dikenal sebagai produk yang friendly dan gaul. Maka kita bisa menggunakan kata-kata yang lebih santai selayaknya obrolan ketika nongkrong dengan teman.

Model Standout UX Writing yang dijelaskan di Google I/O 2017

Model diatas seharusnya sudah dapat menjelaskan mengapa voice and tone sangat penting. Dalam UX Writing, voice and tone memilki peran untuk membantu menjelaskan bagaimana cara kita menyampaikan informasi ke user.

Mengingat voice akan sangat merepresentasikan perusahaan, maka sudah seharusnya voice yang kita gunakan pada teks perlu memiliki konsistensi agar mampu mewujudkan persona yang diinginkan. Tone juga membantu menjelaskan teks menjadi lebih jelas dan akan lebih memberikan emosi. Dari sini tentu sudah cukup menjelaskan bagaimana voice and tone ini akan sangat penting pada perusahaan, seperti bagaimana mereka ingin dikenal dan identitas apa yang ingin dibentuk.

Meskipun saat ini kita sedang membahas voice and tone dalam konteks user experience. Namun dalam penerapannya, mencari cara berinteraksi ke user melalui voice and tone ini akan banyak sekali memakan proses panjang dengan mengajak beberapa pihak. Seperti tim branding dan marketing, hingga stakeholder untuk menyatukan dan sepakat dengan voice and tone yang disepakati.

Voice and tone yang membantu memahami kondisi user

Meskipun voice and tone adalah representasi dari cara perusahaan berinteraksi dengan user mereka, bukan berarti cara interaksi mereka hanya berpacu dengan satu style saja. Sangat mungkin sekali apabila dalam satu produk, voice and tone dari tiap halaman bisa saja berbeda. Ada kalanya kita bisa bercanda dengan santai, ada kalanya juga kita perlu menangani user dengan serius.

Menurut NNGROUP, setidaknya ada 4 dimensi dalam voice and tone:

  1. Serious vs funny: Apakah kalian ingin terlihat lebih kaku dengan teks yang serius? Atau ingin terlihat menghibur dengan teks yang lucu?
  2. Formal vs casual: Ketika berbicara, kalian ingin dikenal sebagai orang yang formal atau santai dengan gaya bahasa yang digunakan sehari-hari?
  3. Respectful vs irreverent: Menghargai atau tidak memang sebuah pilihan, tapi jika kalian ingin membuat teks dengan balutan satir, akan lebih baik untuk berhati-hati apabila justru menjadi boomerang dan dicap sebagai perusahaan yang tidak sopan.
  4. Enthusiastic vs matter-of-fact: Untuk memberikan kesan yang lebih hidup, bisa saja kalian menggunakan teks yang sangat antusias dengan semangat menggebu-gebu, atau justru kalian ingin membuat teks yang tanpa basa-basi dan langsung ke intinya?

Dengan pengkategorian voice and tone diatas, seharusnya lebih mudah bagi kita untuk membangun identitas dengan lebih jelas menggunakan dimensi yang telah disebutkan sebelumnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, sangat memungkinkan apabila dalam satu pesan bisa saja memiliki tone yang berbeda. Kita coba pahami kembali menggunakan usecase.

Misalkan kita ingin membuat teks yang menandakan pembayaran telah diselesaikan oleh user. Disini kita akan coba untuk menerapkan beberapa voice and tone dengan satu kalimat yang sama.

Misalkan kita ingin menggunakan voice and tone yang casual dan enthusiastic.

  • Contoh teks: “Yeay! Pembayaranmu telah terselesaikan. Saat ini akun-mu sedang kami siapkan, tunggu ya.”

Kemudian kita coba dengan gaya yang lebih serious dan matter-of-fact.

  • Contoh teks: “Selamat, pembayaran telah kami terima. Akun Anda akan kami siapkan dan selesai dalam waktu 5–10 menit. Mohon bersabar.”

Dengan dua contoh diatas yang memiliki pesan yang sama namun dengan tone yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan voice and tone yang berbeda sekalipun pesan tersebut memiliki makna yang sama, dapat memunculkan suasana yang berbeda dan efek yang berbeda. Bisa saja kita menganggap pada contoh yang pertama, berarti perusahaan tersebut memiliki cara komunikasi yang santai dan enerjik. Sedangkan pada contoh yang kedua, perusahaan dapat dianggap memiliki cara komunikasi yang jujur dan tanpa basa-basi.

Lalu voice and tone apa yang cocok bagi produk saya?

Mari lakukan kilas balik dan lihat kembali produk yang kalian kembangkan dan tawarkan, karena penerapan voice and tone dapat bergantung pada beberapa poin. Seperti:

  • Konteks. Tentu apa yang kita buat, penting sekali untuk memperhatikan pada konteks yang dibicarakan. Sekalipun kita telah menentukan bagaimana style yang ingin digunakan pada saat berinteraksi dengan user, namun konteks tetap yang paling utama. Contohnya, secara general kita telah menentukan bahwa kita ingin menjadi produk yang mampu memunculkan nuansa santai dan lucu. Namun apabila user sedang dihadapi dengan error, maka kita perlu menggunakan teks yang formal dan solutif untuk dapat membantu user. Hal ini tentu karena error adalah masalah yang serius jadi kita perlu memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan user.
  • User. Pahami kembali siapa dan bagaimana user kalian. Ini cukup penting karena apabila kita tidak tahu siapa dan bagaimana user kita secara mendalam, bukan tidak mungkin voice and tone yang kita rancang sedemekian rupa dapat salah sasaran. Misal user kalian dominan dengan pengguna umur 18–22 tahun. Maka kita perlu menggunakan bahasa yang enthusiastic dan casual. Apabila kita menggunakan bahasa yang serious dan matter-of-fact, bukan tidak mungkin para pengguna remaja ini akan tidak betah karena experience yang mereka rasakan disana tidak relate dengan kehidupan mereka.
  • Persona brand. Ketika kita berhadapan dengan user, apa yang kita bicarakan, gaya kita berkomunikasi atau baju yang kita kenakan, bisa memunculkan representasi tentang bagaimana perusahaan tersebut.

Bagaimana voice and tone yang digunakan diluar produk?

Sekalipun kita telah merancang dan sekreatif mungkin voice and tone yang ingin digunakan pada produk. Tapi voice and tone juga perlu diseragamkan meskipun itu diluar produk. Seperti di sosial media, blogs dan lain-lain. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsistensi dalam voice and tone akan membantu memudahkan user dalam mengenali produk.

Meskipun apa yang dibahas sebelumnya berkutat pada area user experience, namun sebenarnya voice and tone dapat diaplikasikan pada aspek manapun selama dalam lingkup brand, karena pada dasarnya pembentukan voice and tone adalah untuk memperkuat branding yang ingin disampaikan ke user.

Bagaimana dengan MTARGET?

Proses menentukan voice and tone antar yang perusahaan satu dengan yang lainnya bisa saja berbeda. Di MTARGET sendiri juga kami telah menempuh banyak sekali diskusi panjang, sampai pada akhirnya dapat kami tentukan bagaimana cara kami berinteraksi ke user. Mengacu pada contoh yang telah kita bahas, secara general, voice and tone yang digunakan di MTARGET adalah menggunakan gaya formal dan matter-of-fact. Mengingat model dari MTARGET sendiri adalah B2B (Business to business) dan memang menyasar ke enterprise companies, maka sudah seharusnya MTARGET menyesuaikan bahasa dan cara berkomunikasi yang formal untuk menyesuaikan dengan latar belakang user.

Ini adalah beberapa contoh copy yang kami gunakan di aplikasi MTARGET berdasarkan voice and tone dengan gaya yang formal dan matter-of-fact

Export report modal
Tooltip
Delete modal

Kami mencoba untuk menggunakan cara komunikasi yang straight-foward untuk membantu user. Mengingat user menggunakan MTARGET untuk memenuhi kebutuhan marketing perusahaan mereka, sudah sewajarnya apabila menggunakan cara interaksi yang to-the-point akan sangat membantu mereka demi efisiensi waktu user dalam menggunakan aplikasi

In the end…

Menentukan voice and tone akan cukup memakan waktu karena saya yakin itu tidak dibentuk dalam satu atau dua hari karena akan memakan proses dan waktu yang panjang bagi kita sampai pada akhirnya mampu menemukan gaya bahasa yang cocok untuk berinteraksi dengan user.

UX Writing bukanlah sekedar mengemas teks yang memberikan instruksi ke user, tapi juga tentang bagaimana cara kita berbicara ke user melalui teks agar dapat selaras dengan voice and tone dari produk kita.

--

--