Learning Organizations: Menjadi Organisasi yang Belajar

Rayhan Rashad Salusra
MTI Insights
Published in
8 min readSep 22, 2020

Penulis: Rayhan Rashad (TI 18) & Rafella Dwimarzayu (TI 17)

“Don’t push growth; remove factors limiting growth” — Peter Senge

sumber: https://hrdailyadvisor.blr.com/2015/04/27/are-you-developing-a-learning-organization/

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, organisasi pun terus berkembang. Adaptasi teknologi, manajemen talenta, dan belakangan ini topik yang hot adalah knowledge management dalam organisasi. Teori dan ilmu organisasi kerap terus diperbaharui dan para manajer/pemimpin harus rajin-rajin update ilmu mereka agar tidak ketinggalan dengan para kompetitornya. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah: “Bagaimana organisasi kami beradaptasi dan unggul daripada kompetitor-kompetitor kami?”

Definisi Organisasi

Pendekatan modern

Menurut Daft, organisasi merupakan suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu yang berinteraksi menurut suatu pola terstruktur dengan cara tertentu sedemikian sehingga anggota kesatuan tersebut memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Kesatuan ini memiliki tujuan tertentu serta memiliki batas-batas yang jelas antara kesatuan tersebut (organisasi) dengan lingkungan eksternal.

Model Organisasi

Pada tahun 1965, seorang psikolog organisasi bernama Harold Leavitt mengemukakan suatu model yang digunakan untuk meninjau dan menganalisis suatu organisasi. Leavitt mengatakan bahwa organisasi, pada dasarnya, memiliki 4 komponen fundamental, serta pasti terletak pada lingkungan tertentu. Karena organisasi secara langsung (dan juga secara tidak langsung) berhubungan dengan lingkungan, maka keempat komponen tersebut juga secara dinamis berubah seiring waktu. Model ini sering disebut Leavitt’s Diamond Model atau Leavitt’s Systems Model for Organizations.

Leavitt’s Diamond Model

Definisi Learning Organization

Learning Organization (LO), menurut Peter Senge, adalah organisasi yang terus mengembangkan kapasitas masing-masing komponen organisasi dengan tujuan mencapai visi organisasi tersebut. Perkembangan ini dapat diperoleh dari pembaharuan dari kegiatan-kegiatan sebelum-sebelumnya atau dapat juga implementasi sesuatu yang benar-benar baru.

Nah, untuk merekap sejauh ini apa aja yang udah dibahas. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan, maka kita bisa simpulkan bahwa organisasi yang terus belajar adalah organisasi yang senantiasa terus meningkatkan kualitas organisasi tersebut (terutama peoplenya!) serta melihat berbagai potensi perkembangan yang dapat terjadi pada sistem eksternal (lingkungan) maupun internal organisasi.

Bagaimana cara kita mengetahui apakah organisasi kita adalah Learning Organization?

The 5th discipline by Peter Senge

Pada bukunya yang berjudul The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization, Peter Senge menyebutkan bahwa terdapat 5 pilar yang dapat menjadi pondasi untuk suatu organisasi sehingga dapat terus-menerus ‘belajar’. Bagian ini akan menjelaskan Anda terkait building blocks tersebut.

Personal Mastery

Organisasi terdiri dari individu-individu yang saling berinteraksi untuk mewujudkan visi dari organisasi tersebut. Dari hal tersebut, dapat diindikasikan bahwa people merupakan komponen penting dalam mewujudkan learning organization. Learning organization hanya dapat diwujudkan dari individu-individu yang terus belajar serta berkeinginan dan mampu untuk meningkatkan kapabilitas diri dan berusaha terus menerus menjadi lebih baik — ini yang disebut sebagai personal mastery. Setidaknya, sifat ‘individu pembelajar’ harus tertanam pada individu tersebut.

Team Learning

Tidak hanya sebagai individu yang harus menjadi pembelajar, sifat pembelajar dari suatu tim yang bekerja untuk mencapai suatu target tertentu wajib dibangun untuk menjadikan suatu learning organization. Suatu tim harus dapat dengan cepat menyerap informasi dan menjadikan informasi tersebut untuk perbaikan-perbaikan pada proses kerja tim atau pun dalam pekerjaan yang ditangani oleh tim tersebut.

Proses pembelajaran ini dapat dibangun dengan membangun atmosfer kerja yang

  1. Saling menghargai pendapat,
  2. Menentukan values kerja yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat, komunikasi secara proper, serta tidak cepat ‘men-judge’,
  3. Memberikan feedback secara efektif,
  4. Pelatihan mengenai problem solving skill
  5. Evaluasi berkala dan merumuskannya menjadi action plan ke depan,
  6. dan sebagainya.

Building Shared Vision

Visi dalam suatu organisasi harus diselaraskan dengan setiap anggota. Saat seseorang menjalankan sesuatu yang sesuai dengan apa yang ia ingin untuk capai maka dalam keberjalanan mencapainya pun individu tersebut akan termotivasi dan ‘menggunakan hati’.

“Building shared vision fosters a commitment to the long term”

Membangun visi bersama ini dapat dari hulu (proses rekrutmen) — seperti memilih individu-individu yang sesuai dengan value dan visi organisasi atau pun saat sudah berada di organisasi (hilir) seperti menstrukturkan visi dan value organisasi menjadi kultur yang dipenetrasi menjadi kebiasaan-kebiasaan dalam berorganisasi.

Visi suatu organisasi perlu dikomunikasikan secara eksplisit dan menyeluruh ke seluruh anggota. Visi harus sering disuarakan agar dapat terpatri dalam benak setiap anggota. Komunikasi dari visi tersebut akan menggerakkan setiap individu untuk mencapai visi bersama. Saat setiap anggota telah berkeinginan, merasa memiliki, dan mampu untuk mencapai visi suatu organisasi maka anggota tersebut akan mencari cara untuk mencapainya sehingga mampu membentuk iklim learning organization.

System Thinking

Berpikir secara sistemik merupakan kemampuan untuk melihat secara big picture/holistik ketimbang berfikir secara parsial (bagian-bagian tertentu dari suatu sistem).

“There must be a paradigm shift — from being unconnected to interconnected to the whole, and from blaming our problems on something external to a realization that how we operate, our actions, can create problems.”

Keuntungan dari berpikir secara sistem ini akan memberi competitive advantage dari suatu organisasi untuk mengkaji suatu hal dari berbagai sisi dan melihat keterkaitan beberapa hal dengan hal utama yang dikaji. Hal ini akan mencegah timbulnya masalah baru dari solusi yang ditawarkan, meningkatkan efisiensi dalam melakukan solusi, dan sebagainya.

Beberapa tools yang dapat mengakomodasi berpikir secara sistemik terangkum pada tautan berikut:

https://www.burgehugheswalsh.co.uk/systems-thinking/tools.aspx

Mental Models

Mental models adalah kemampuan untuk mensintesis asumsi, memvisualisasikan gambaran-gambaran pada pikiran kita tentang bagaimana kita mempersepsikan hal tersebut, dan mengambil tindakan berdasarkan apa yang kita persepsikan. Proses yang baik dari ‘proses mental’ suatu organisasi akan turut membangun learning organization.

Suatu organisasi harus dapat menggali pengetahuan sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya terkait hal-hal yang berkaitan dengan organisasi tersebut. Tentunya, kualitas mental model yang baik ini tidak dapat dibangun dalam satu malam. Proses gaining knowledge ini perlu dilakukan secara rutin dan progresif — knowledge terus ditambah dari waktu ke waktu.

Memiliki framework pemikiran dan pembelajaran yang jelas

Diagram diatas merupakan Double Diamond — sebuah proses berpikir yang dikembangkan oleh Dewan Desain Inggris pada tahun 2005. Diagram ini mengadaptasi systems thinking dalam hal menggabungkan prinsip berpikir divergen (analisis) dan konvergen (sintesis) dalam memodelkan masalah hingga pencarian solusi. Dapat dilihat bahwa proses ini tidak linier, melainkan iteratif yang berarti proses ini dilakukan berulang pada seluruh atau sebagian proses desainnya.

Diamond pertama bertujuan untuk mendefinisikan masalah yang sebenarnya terjadi. “Apa sih yang sebenarnya perlu di-tackle untuk menyelesaikan masalahnya?”. Discover melalui Research akan mencacah masalahnya menjadi komponen-komponen kecil, dengan harapan dapat dengan lebih mudah mengkaji sifat masalah tersebut. Pada proses Define, data akan diubah menjadi Insights melalui proses sintesis dan akan menghasilkan akar masalah yang sesungguhnya.

Diamond kedua bertujuan untuk menekankan kreativitas dalam mencari solusi. “Oke kita tau nih masalahnya apa, kira-kira bagaimana yah kita menyelesaikannya?”. Pada proses Develop, dilakukan brainstorming untuk mencari alternatif solusi terhadap masalah yang sudah terdefinisi. Pada proses ini, setiap alternatif solusi tidak dieliminasi dan semua solusi berbobot sama. Setelah itu, kita perlu melakukan sintesis solusi berdasarkan analisis alternatif kita. Hal ini dilakukan dengan membangun model solusi atau Prototypes; yang akan merepresentasikan solusi untuk memecahkan masalah. Setelah mendapat alternatif terbaik, proses Deliver dilakukan untuk menyajikan solusi akhir dari masalah.

Bagaimana cara organisasi menjadi Learning Organization?

Peran Pemimpin dalam Organisasi

“Leadership and learning are indispensable to each other.”

-John F. Kennedy

Menurut Peter Senge, terdapat 3 pemosisian seorang pemimpin untuk membangun learning organization.

Leader as a Designer

Sosok pemimpin untuk membentuk learning organization diibaratkan sebagai designer yang merancang produknya bersama-sama dengan timnya — alih-alih hanya memberi arahan. Pemimpin tersebut harus mampu untuk

  • Mendesain common vision dengan shared values and purposes
  • Mendesain kebijakan, strategi, struktur yang dapat diterjemahkan menjadi basis dalam keputusannya
  • Mendesain atmosfer kerja yang dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menampung dan memberi feedback secara berkala, membuka ruang diskusi dengan anggota, memberikan transparansi kerja antaranggota, dan sebagainya.

Leader as a Teacher

“To see beyond the superficial conditions and events [and] into the underlying causes of the problems.”

-Peter Senge

Tentunya, menjadi pemimpin harus dapat selangkah — bahkan dua langkah — di depan anggota-anggotanya dalam pengetahuan dan kemampuan mental model yang baik. Teacher disini tidak hanya berperan sebagai coach kepada anggotanya, namun juga role model dalam menunjukkan “ini loh, sosok pembelajar yang benar dalam berorganisasi”

Leader as a Steward

Menurut Senge, menjadi steward (pelayan) bagi anggotanya merupakan peran terpenting di antara ketiga peran tersebut. Seorang pemimpin harus mampu merasakan bahwa keinginan terdalamnya bukan untuk ‘memimpin’, namun untuk melayani anggotanya agar mencapai greater purpose dalam membangun organisasi yang lebih baik dan membentuk keberjalanan operasi organisasi yang lebih efektif.

Langkah-langkah untuk menjadi Learning Organization

“Continuous improvement requires a commitment to learning”

-David Garvin

Pada bagian ini, penulis akan memberi beberapa key steps untuk membentuk organisasi yang berkomitmen untuk terus-menerus belajar.

Membentuk sistem komunikasi yang dapat memfasilitasi pertukaran informasi secara intens.

Menurut penulis, pembentukan sistem komunikasi ini dapat diraih dengan beberapa cara seperti membuka ruang diskusi dalam tim untuk pertukaran informasi dan saling memberi feedback, menggabungkan values untuk bersikap reflektif dan partisipatif, memanfaatkan teknologi-teknologi untuk mengakomodasi anggota organisasi mendapatkan informasi yang optimal dan arus informasi yang lancar. Penggunaan sistem informasi yang optimal ini dapat juga menyokong proses-proses pengambilan keputusan secara efektif dan efisien berdasarkan data-data yang lengkap dan tersedia secara real time.

Mengorganisasikan readiness questionnaire

Kuesioner ini akan menjadi tool untuk menilai kondisi eksisting organisasi dan kondisi organisasi yang ingin dicapai untuk mengkaji kesiapan suatu organisasi menjadi learning organization sehingga dapat dirancang langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai hal tersebut.

Menurut Gephart (1996), terdapat 7 dimensi dalam kuesioner tersebut, yaitu terkait:

  1. Apakah organisasi kami sudah mengakomodasi proses pembelajaran secara terus-menerus?
  2. Apakah pemimpin organisasi kami dapat mengambil keputusan strategis yang tepat?
  3. Apakah organisasi kami sudah mengakomodasi proses evaluasi berkala dan membuka ruang dialog seluas-luasnya untuk hal tersebut?
  4. Apakah organisasi kami dapat menyokong proses kolaborasi dan team learning?
  5. Apakah organisasi kami dapat memfasilitasi pengarsipan dan distribusi knowledge yang baik?
  6. Apakah visi kami dibentuk berdasarkan shared visions?
  7. Apakah organisasi kami terkoneksi antarbagian?

Setelah mengetahui gap antara kondisi eksisting dengan yang ingin dicapai, stakeholders jadi mengerti ruang mana yang dibutuhkan improvements untuk membentuk learning organizations.

Merancang, membangun, dan menjaga sistem organisasi yang sesuai

Beberapa tips dapat diimplementasikan, yaitu:

  1. Susun mission statements terkait arah untuk menjadi learning organizations dan pastikan seluruh anggota organisasi paham dan berkeinginan untuk mencapai hal tersebut.
  2. Gunakan training dan awareness programs untuk meningkatkan kemampuan dan understandings anggota untuk mencapai mission statements tersebut.
  3. Membuka ruang bagi anggota untuk “bertanya” dan “menjawab”
  4. Melakukan review kesuksesan dan kegagalan, dinilai secara sistematis, dan diarsipkan serta dipublikasikan secara open dan easy access sebagai bahan ‘belajar’ anggota. Hal ini juga akan mencegah unproductive success dan mengeskalasi productive failures. unproductive success terjadi saat sesuatu berjalan baik namun orang tidak ada yang mengerti how or why it happened, sedangkan productive failures terjadi saat kegagalan dapat diketahui ‘kenapa’-nya sehingga menjadi wisdom untuk masa depan.
  5. Belajar dari pihak lain. Teknik ini dapat disebut sebagai benchmarking. Tidak hanya belajar dari pengalaman masa lalu, namun organisasi yang kompetitif dapat melakukan praktik uncover, analyze, adopt, and implement kesuksesan maupun kegagalan organisasi lain.

Kata Penutup

Kita sudah melihat apa dan bagaimana learning organizations itu bekerja — dengan harapan dapat membantu progres peningkatan kinerja organisasi serta meningkatkan kesejahteraan/kualitas hidup para anggotanya. Nah sekarang giliran kita nih — the people — untuk belajar menjadi organisasi belajar! Sekian dan terimakasih.

#StaySafe semua!

--

--

Rayhan Rashad Salusra
MTI Insights

Hi! I'm an industrial engineering graduate who's passionate about mathematics, philosophy, finance, and business.