“Afterall, it’s always love above the rest” — Review Drama: Koinaka (2015)
Judul: Koinaka
Sutradara: Hiro Kanai, Shogo Miyaki
Penulis: Sayaka Kuwamura
Genre: Drama, Romance
Tayang: Juli — September 2015
Episode: 9
Status: Tamat
Asal: Jepang
Beberapa minggu yang lalu, seorang teman merekomendasikan drama Koinaka untuk saya tonton disela waktu luang. Drama ini dibintangi oleh Tsubasa Honda, Aktris kelahiran 1992 yang pernah membintangi drama Ao Haru Ride (2014) sebagai main lead dan menjadi pengisi suara Natsumi dalam animasi karya Makoto Shinkai, Weathering With You (2019). Serta dibintangi oleh Sota Fukushi, Aktor kelahiran 1993 yang dikenal sebagai pengisi suara Kamen Rider (2012) dan berperan sebagai main lead dalam film Tommorow, I Will Date with Yesterday’s You (2016). Dengan total hanya 9 episode, drama ini menyajikan kisah cinta klasik yang hangat, padat, dan menarik. Kata Koinaka (恋仲) sendiri dapat diartikan sebagai hubungan percintaan (Love Relationship). Penonton akan dapat mudah membayangkan alur ceritanya seperti apa, hanya dari mengetahui arti judul dramanya.
Pada awalnya saya skeptis, terutama terhadap tema cerita yang disuguhkan drama ini. Saya pikir Koinaka hanya akan mengisahkan dua orang yang bersahabat sejak kecil dan jatuh cinta satu sama lain, kemudian mengalami beberapa rintangan selagi memperjuangkan cintanya. Terdengar klisé dan membosankan. Namun melihat dari rating yang diberikan IMDB yaitu 7.1/10 dan 7.5/10 dari Mydramalist.com, akhirnya saya memutuskan untuk menonton drama ini, sembari mencari tahu apa yang membuat Koinaka berbeda dari drama romansa lainnya.
Tema dari koinaka sendiri adalah kisah cinta antar teman masa kecil, Serizawa Akari (Tsubasa Honda) dan Miura Aoi (Sota Fukushi). Cerita diawali dengan kilas balik dinamika hubungan Akari dan Aoi selama masa SMA. Saya akui, chemistry yang dibangun Honda dan Fukushi sebagai ‘teman masa kecil’ dalam drama ini sangat memukau dan terkesan natural. Didukung pula dengan adegan yang menunjukkan kekariban mereka seperti saling menjahili, menendang, mendengarkan musik bersama, membaca komik yang sama, dan lain sebagainya — seperti seolah-olah tidak ada batasan diantara mereka. Mereka juga bertukar ide, mimpi, dan cita-cita; menunjukkan sebuah hubungan persahabatan yang sehat dan saling mendukung. Hadir pula di tengah-tengah mereka pemain pendukung seperti Kouhei Kanazawa (Taiga Nakano) dan Shota Aoi (Shūhei Nomura) sebagai sahabat karib Akari dan Aoi di sekolah.
Ketegangan dimulai ketika keluarga Akari tertambat hutang. Kondisi tersebut membuat Akari dan Ayahnya berada dalam pelarian; mengharuskan mereka untuk meninggalkan Tomoya, kampung halaman mereka. Sebelum pergi, Akari menemui Aoi dalam festival kembang api. Tanpa memberi tahu perihal kepergian Akari dan alasan dibaliknya, Akari mencium Aoi di bibirnya dan berkata “bye bye” sambil perlahan pergi meninggalkannya. Aoi yang kebingungan tidak menahan Akari untuk tinggal dan atau mengejarnya, tetapi kemudian menyadari perasaan romansa kepada Akari yang tumbuh dalam dirinya.
Sebelum pergi, Akari menulis surat pernyataan cinta dalam komik yang disimpan dibawah bangku sekolah Aoi. Namun surat itu tidak pernah tersampaikan karena Shota, yang juga menyukai Akari, mengambil komik itu.
Kemudian alur bergerak ke masa sekarang, memperlihatkan keadaan Aoi setelah 7 tahun berpisah dengan Akari. Aoi yang kini berhasil mewujudkan mimpinya sebagai arsitek namun masih bekerja sebagai intern di sebuah perusahaan arsitektur, mendapat kunjungan dari Shota. Shota mengajak Aoi untuk makan malam, namun tanpa Aoi ketahui niat Shota sebenarnya adalah mempertemukan Aoi dan Akari, yang kini berpacaran dengan Shota. Kira-kira begitulah yang diceritakan dalam episode satu. Sebuah pembuka yang padat dan jangkap untuk masuk kedalam kisah cinta yang sebenarnya akan diceritakan.
Secara keseluruhan, kisah dalam drama ini berputar diantara Akari, Aoi, dan Shota. Sekilas nampak seperti cinta segitiga biasa. Kendati demikian, saya menyukai bagaimana Sayaka Kuwamura sebagai penulis mampu membuat perkembangan karakter yang baik untuk ketiganya. Konflik yang terjadi pada ketiga karakter tersebut juga selalu menghasilkan perubahan karakter yang signifikan.
Dari semua karakter, saya paling suka perkembangan karakter Shota. Dalam drama, shota berperan sebagai second lead dan dibuat untuk dibenci karena menghalangi hubungan Aoi dan Akari. Kendati menjadi penghalang, menurut saya Shota adalah karakter yang menunjukkan perkembangan karakter terbaik. Masalah apapun yang dialami shota, selalu mengarahkannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan formula: mengakui, menerima, dan memperbaiki kesalahan.
Momen ketika Shota dihadapkan pada kenyataan bahwa Akari mengetahui rahasianya—seperti dengan sengaja memisahkan Akari dan Ayahnya, serta menyimpan komik pernyataan cinta Akari, yang dilakukan Shota adalah menghadapi kenyataan tersebut, mengakui kesalahannya, dan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Akari walaupun harus melalui tahap kesedihan (5 stages of grief) terlebih dahulu, seperti manusia pada umumnya ketika hendak bergerak menuju kedewasaan. Drama ini juga memberikan sudut pandang lain tentang Shota, sehingga saya dapat mengerti alasan Shota melakukan perbuatan-perbuatan buruknya.
Perbuatan yang Shota lakukan, semuanya semata-mata karena ia mencintai Akari. Dan saya suka ketika Koinaka menunjukkan hal tersebut kepada penonton. Karena Shota mencintai Akari, ia tidak ingin Akari menghadapi kenyataan pahit bahwa ayah yang menelantarkannya telah memiliki keluarga baru. Pun, karena Shota mencintai Akari, ia ingin Akari hanya menjadi miliknya saja. Sebuah penggambaran yang sempurna tentang bagaimana Cinta yang kendatipun tulus, mampu membuat seseorang menjadi egois dan justru menyakiti pasangannya bila tidak dikendalikan. Satu hal yang harus diperhatikan ketika mencintai seseorang.
Perihal permasalahan Akari, Ayahnya, dan Shota, ada satu hal yang saya soroti yaitu mungkin saja kita tidak benar-benar mengetahui pasangan kita dengan baik meskipun kita selalu bersamanya setiap saat. Setidaknya, itulah yang terjadi dalam hubungan Akari dan Shota. Kalau saja Shota mengerti pentingnya peran Ayah dalam hidup Akari, dan mau mencoba mendengarkan Akari sedari awal, mungkin Shota tidak akan tega memisahkan Akari dari Ayahnya. Lagipula, mungkin saja Shota akan mendampingi Akari menghadapi kenyataan yang ada. Meskipun menyakitkan, tapi ketika dilalui bersama-sama, bukankah itu lebih baik?
Konflik yang terjadi pada Shota telah berhasil membuatnya lebih ‘dewasa’ dan berkembang. Setelah terlepas dari hal-hal yang membuatnya terbelenggu seperti perasaan ‘tidak aman’ akibat dihantui perbuatan semasa SMA, ketakutan Akari mengetahui hal yang ditutupi Shota selama ini, atau perasaan bersalah memisahkan anak dari ayahnya; semua itu membawa Shota kedalam pemikiran dimana dia ingin memulai lagi hubungan romansa yang baik dan benar dengan Akari. Hingga akhirnya sampai pada kejadian dimana Shota dan Aoi bersaing secara sehat untuk memperebutkan Akari.
Akari digambarkan memiliki kepribadian yang menyenangkan — selalu ceria, tertawa, jahil, dan mencerahkan suasana. Namun dibalik itu, dia hanya berusaha untuk tidak membuat orang disekitarnya khawatir akan kesedihannya. Kendati demikian, kepribadian ini berkembang ke arah yang lebih baik seiring berjalannya episode, dimana pada akhirnya Akari mampu mengungkapkan apa yang ia pendam, dan menyelesaikan permasalahan yang dia miliki dengan berani.
Saya juga suka cara Akari menghadapi Shota ketika mengetahui surat pernyataan cintanya semasa SMA disembuyikan. Alih-alih menyalahkan Shota karena merenggut kisah cintanya dengan Aoi, atau pergi meninggalkannya tanpa kejelasan, Akari menghadapi Shota. Dia menyampaikan kekecewaannya secara terus terang dan mencoba meyakinkan Shota bahwa cinta yang dimilikinya sekarang hanya untuknya, bukan Aoi. Dari adegan tersebut, penonton dapat mengetahui bahwa Akari hidup di masa kini dengan mencintai dan menghargai Shota sebagai pacarnya — yah, setidaknya sampai penulis menyatukan Akari dan Aoi tentunya. Hal tersebut cukup mengejutkan untuk saya, mengingat perempuan biasanya lebih mudah terbawa perasaan dan cenderung pemalu. Namun Akari hidup di masa kini dan menikmati apa yang dia miliki sekarang, yaitu Shota. Dia juga menunjukkan sikap yang dewasa, dan saya suka Akari yang demikian.
Kehadiran Kouhei dalam dinamika hubungan Aoi, Shota, dan Akari juga merupakan bagian lain yang saya sukai dalam drama ini. Walaupun ada beberapa hal yang menurut saya terlalu berlebihan, seperti begitu saja masuk kedalam kehidupan Aoi — tinggal di apartemennya, dan bahkan terang-terangan mendekati Nanami (Sakurako Ohara), adik Aoi sendiri. Rasanya seperti agak janggal. Namun sebagai sahabat, Kouhei telah melakukan perannya dengan baik dengan menjadi penengah antara Aoi, Shota, dan Akari. Serta memberi perspektif lain sehingga akhirnya mampu mengarahkan mereka bertiga, terutama Shota, kepada perkembangan karakternya.
Ketika saya menonton 3–4 episode pertama, saya terkesima dengan Aoi yang menghadapi realita setelah mengetahui Akari, cinta pertamanya, berpacaran dengan sahabatnya sendiri. Rasa cinta yang dimiliki Aoi pada Akari sudah terkubur setelah 7 tahun berpisah, namun perlahan muncul ke permukaan seiring dengan seringnya mereka bertemu. Walau begitu, Aoi mampu memposisikan dirinya sebagai ‘sahabat’ dihadapan Akari, dengan bertindak sebagaimana seorang teman pada umumnya — tidak menggoda, membahas masa lalu, atau meyakinkan Akari untuk kembali padanya. Bahkan, setelah bergulat dengan perasaan yang kembali muncul, Aoi akhirnya sampai pada titik dimana dia akhirnya mampu merelakan Akari untuk oranglain, demi kebahagiaan keduanya, dan mencoba membuka lembaran baru dengan wanita lain.
Saya juga menyukai cara pandang Aoi ketika mendengar Shota akan melamar Akari dan meminta restunya. Kabar tersebut mengejutkan Aoi. Namun alih-alih bereaksi berlebihan dan berpikir pendek, Aoi justru melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan manusia: refleksi diri. Pada saat itu, Aoi bertanya pada dirinya sendiri, “apakah aku mau dan siap menikah?”, “apakah aku sudah cukup mapan untuk hidup bersama pasanganku?”, ”apakah aku mencintai dia cukup hingga aku mau dia menjadi pasanganku?”. Berbagai pertanyaan dilontarkan Aoi, hingga akhirnya ia menemukan jawaban realistis bahwa dia belum siap menikah dan belum cukup mapan — secara finansial dan emosional — untuk menikahi Akari.
Namun sebagaimana drama romansa pada umumnya, pemeran utama akan selalu bersama. Itulah yang diceritakan Koinaka, dan merupakan hal yang saya sayangkan. Seberapa kuat Aoi kukuh pada prinsip dan pendiriannya, pada akhirnya alur cerita akan membawa Aoi untuk bersama dengan Akari. Di kehidupan nyata, kisah cinta Aoi seolah-olah bergerak seperti sebuah frasa: “apabila semesta memberi takdir kepada dua insan untuk bersama, ia akan mengerahkan segala cara untuk membuat dua insan tersebut bersama”.
Dalam hal ini, penulis mengerahkan ‘karakter lain’ disekitar Aoi, seolah-olah membuat Aoi goyah pada prinsipnya dan mempertimbangkan untuk mengejar Akari kembali. Seperti ketika Nanami dalam beberapa episode terus menerus memberikan sugesti bahwa Aoi masih mencintai Akari. Tidak hanya itu, dia juga memberi gelagat dan perilaku mendukung hubungan Aoi dan Akari. Teman kantor Aoi juga berperilaku demikian. Bahkan seorang Juri kenamaan dalam sebuah perlombaan arsitek yang diikuti Aoi, ikut memberi saran terkait masalah percintaan Aoi dengan berkata “Bukankah kau ingin bersamanya sampai 100 tahun lagi? Kalau begitu, jangan biarkan dia pergi”. Hingga akhirnya, kalimat-kalimat serta dukungan yang diterima Aoi tersebut mampu membuat Aoi membulatkan tekadnya untuk mengejar Akari kembali.
Sangat disayangkan, perkembangan karakter Aoi menurut saya telah mengalami kemunduran akibat hal ini. Aoi yang semula bergerak menuju kedewasaan dengan mencoba berpikir matang dan melakukan refleksi diri, di akhir episode dibuat menjadi seseorang yang berpikiran sempit dan menjadi budak cinta. Tanpa pikir panjang, dia meninggalkan panggung perlombaan begitu saja dan berlari ke stasiun kereta — mengejar Akari yang sedang dalam perjalanan ke Tomoya, hendak menerima lamaran shota. Dengan tanpa membawa uang sepeserpun, dia berlari kepada Akari; berharap mampu membawa hubungan mereka ke arah romansa. Hal tersebut sangat disayangkan bagi karakter yang pada awalnya menunjukkan perkembangan diri yang baik.
Ketika pada akhirnya Aoi menikahi Akari pun, saya masih tidak mengerti tentang, bagaimana bisa Akari dan Aoi memutuskan untuk menikah tanpa terlebih dahulu mengenal diri mereka ‘yang ada di masa kini’ satu sama lain? Tapi dipikir kembali, mungkin karena mereka dulunya teman dekat sehingga tidak jadi masalah.
Sugesti yang disuguhkan Koinaka juga melulu soal “memperjuangkan cinta”, namun cenderung cinta yang gegabah dan tanpa pertimbangan.
But, afterall, if its drama-romance kinda type of movie, it’s always love above the rest, right? And if we never try, we will never know so, yeah.
Secara keseluruhan, akting dan perkembangan karakter yang dimiliki Koinaka berhasil membuat saya menyelesaikan drama ini sampai akhir. Terlepas dari ending yang masih terasa janggal, setidaknya ada beberapa moral yang bisa diambil dari drama ini.
Saya juga suka ketika penulis memanusiakan karakter dalam Koinaka, sehingga tidak ada yang sepenuhnya baik atau buruk dalam cerita. Seperti halnya Shouta yang memisahkan Akari dari Ayahnya, namun saya juga bisa mengerti dari sudut pandangnya bahwa dia mencoba melindungi Akari dengan caranya sendiri. Atau ketika Aoi digambarkan sebagai seseorang yang selalu berkorban dan memperjuangkan, di sisi lain juga diperlihatkan sisi ketidakdewasaannya dalam bertindak. Koinaka berhasil menggambarkan sifat realistis dari manusia, dan saya sangat menghargai itu.
Selain itu, latar belakang musik yang mengiringi adegan demi adegan dalam Koinaka, serta sinematik yang disuguhkan mampu membuat penonton mudah terbawa suasana. Jalur suara Koinaka, Kimi ga Kureta Natsu, yang dinyanyikan oleh Leo Leiri juga menambah kesan sentimental dan cocok dengan tema dari Koinaka itu sendiri, terutama perasaan Aoi. Salah satu baitnya tertulis seperti ini, “Musim panas darimu, keajaiban itu tak akan pernah kulupa. Oh, rasa yang hampir meluap ini kusembunyikan di balik senja mentari. Jadi, mengapa? Akhirnya kusadari bahwa ini adalah cinta sejati” (Diterjemahkan dari sini). Sangat menggambarkan Aoi, bukan?
Pada akhirnya, saya putuskan untuk memberi rating drama ini 6,8/10. Drama yang cocok ditonton untuk mengisi waktu luang, atau sekedar mencari hiburan. Jika anda menyukai drama yang penuh konflik dan berakhir bahagia, Koinaka is for you to watch!
Plot: 7/10
Character Development: 7/10
Acting: 7/10
Scoring: 6,5/10
Cinematic: 6,5/10
Total Score: 6,8/10
Follow our social media ⤵️
Twitter: Mubicflick
Instagram: Mubiflick