Nama-Nama Kebon

Alvaryan Maulana
Nama Nama Kebon
Published in
3 min readOct 2, 2020

Bagi yang belum tahu, sekitar dua bulan lalu saya dengan penuh semangat menerbitkan publikasi baru di Medium yang saya beri nama Nama-Nama Kebon.

Alasan kenapa namanya Nama-Nama Kebon karena saya punya pikiran bahwa pikiran itu bekerja seperti kebun. Kita kelak akan memanen apa yang kita tanam di dalamnya. Entah buah-buah yang segar atau bunga-bunga yang cantik. Sebenarnya lebih cocok disebut halaman atau pekarangan sih. Tapi nanti jadi ambigu. Bukannya halaman as in garden malah halaman as in page. Makanya jadi kebun.

Karena kemampuan wordplay saya buruk, jadinya saya tidak menemukan kombinasi kata-kata yang bagus menggunakan kata “kebun” jadinya yaudah bikin yang rada komikal saja sekalian. Alasan lain karena saya tidak meluangkan waktu yang cukup saja sih untuk memikirkan nama karena saya lebih peduli isinya.

Ini publikasi ketiga saya berarti, setelah Kolektif Agora dan tumblr pribadi saya.

Sebagaimana yang kawan-kawan ketahui, saya bersama kawan-kawan saya mengelola sebuah publikasi bernama Kolektif Agora. Selain meriset dan memikirkan konten, saya juga berusaha menulis reguler di sana. Tapi isu yang bisa saya tuliskan terbatas pada isu-isu kota dan perkotaan saja. Sehingga perlu outlet lain supaya tidak campur-campur dan menjaga agar Agora tidak keluar koridor yang sudah kami sepakati.

Sementara tulisan-tulisan di Tumblr terlalu personal. Cita-cita saya adalah menulis esai-esai yang lebih serius, yang saya tahu tidak akan bisa dilatih dengan baik di laman yang sifatnya personal seperti tumblr.

Itu alasan kenapa akhirnya saya memutuskan untuk menerbitkan publikasi ini.

Nah, sekarang publikasi ini sudah mandek sejak minggu ketiga Agustus 2020, alias sudah satu bulan lebih. Saya punya alasan kenapa publikasi ini mandek: karena saya tidak disiplin dan tidak serius. Tapi sebenarnya ada alasan yang lebih mendasar lagi: karena saya berlama-lama menyelesaikan tulisan yang mandek di satu minggu.

Publikasi ini mulai mandek di edisi #8, yang bertepatan dengan momen tujuhbelasan. Saya mulai nyari-nyari tuh ide dan bahan tulisan. Tapi akhirnya mandek. Karena belum menulis edisi #8, saya jadi enggan menulis edisi #9 sehingga mandek lagi. Saya baru berhasil menulis edisi #9 di minggu yang harusnya sudah masuk edisi #10

Jadi saya punya hutang dua edisi (#8 dan #10) di minggu yang harusnya menerbitkan edisi #11. Karena sudah telat begitu, akhirnya saya kehilangan momentum dan keterusan.

Sebenarnya tiap minggu selalu ada saja keinginan untuk menyelesaikan hutang-hutang tersebut. Tapi ya karena tiap minggu makin bertambah tumpukannya, akhirnya makin males. Sampai sekarang berarti saya sudah hutang enam edisi (#8, #10, #11 #12 #13 #14). Lumayan banyak tuh yang harus saya kejar.

Belakangan saya sadar, kalau saya terpaku sama hal-hal di masa lalu begitu, saya tidak maju-maju menulisnya. Senin depan harusnya edisi #15 nih. Pilihannya adalah menyelesaikan enam edisi tersebut sebelum hari Senin, atau ya sudah merelakan saja enam edisi tersebut supaya saya bisa fokus dengan edisi #15 saja?

Idealnya tentu saja enam edisi hutang itu diselesaikan dan edisi #15 tidak terlambat rilis. Tapi effortnya akan besar sekali. Jadi ya seperti kata primbon, supaya maju unfinished business-nya direlakan saja supaya saya bisa beralih ke nomor-nomor berikutnya. Soalnya kalau tidak saya akan terkekang terus.

Dari pada rencana jangka panjang saya latihan menulis tiap minggu ini batal gara-gara memikirkan enam edisi, sepertinya lebih baik merelakan enam nomor tersebut kemudian memasang niat supaya tidak adalagi kelak nomor-nomor yang terlewatkan.

Sebenarnya saya punya pilihan untuk mengurut nomornya dengan menulis edisi Senin depan yang harusnya #15 sebagai #10, agar ngurut dari edisi terakhir (#9). Tapi namanya kalau begitu saya menghilangkan catatan. Padahal skipnya enam edisi ini ada ceritanya. Kalau saya pikir-pikir ada bagusnya juga membiarkan kosong. Sebagai cerita pengingat.

Jadi gitu, ya? Semoga ini bisa jadi reset button nih, terus bisa melanjutkan yang harus dilanjutkan.

--

--