NNK: 28 Februari 2023

Memulai kembali

Alvaryan Maulana
Nama Nama Kebon
3 min readFeb 28, 2023

--

Meski saya berusaha membatasi diri untuk menjelaskan diri saya, namun soal yang satu ini saya merasa perlu menjelaskannya berkali-kali. Genre favorit saya dalam menulis adalah esai personal. Mungkin ada definisi bakunya, dan saya tidak akan repot-repot mencarikan definisi bakunya untuk tulisan ini. Saya lebih senang menjelaskan interpertasi pribadi saya soal tulisan esai personal.

Secara awam, saya dan banyak pembaca bisa memahami bahwa esai personal adalah kombinasi dari dua hal: esai yang biasanya ditarik dari hal-hal faktual dan mungkin teoritis, dan pengalaman pribadi bin personal. Genre ini bisa sekali dianggap sebagai jenis tulisan yang egois karena selalu berusaha menarik berbagai kejadian atau fenomena dalam pandangan pribadi. Tapi mengingat saya bukan jurnalis dan tidak punya tanggungjawab moral untuk menjadi objektif dan netral, yak tak ada salahnya juga.

Pertanyaan lain adalah: siapa yang butuh dan perduli dengan pandangan atau pengalaman pribadi saya tentang sesuatu? Ya tidak ada juga.Tapi bukan berarti penulisan esai personal ini menjadi tidak diperbolehkan. Motivasi utama saya menulis esai personal ya karena saya memang suka menulis dengan gaya begini. Itu saja alasannya. Ya mungkin ada alasan lain bahwa terkadang saya punya keinginan untuk dibaca dan ditemukan orang lain. Tapi seringkali saya malah tidak nyaman ketika tulisan tersebut dimunculkan.

Tapi kadang iri juga dengan orang-orang punya repertoar lengkap soal tulisan-tulisannya. Sebenarnya bukan soal publikasinya, tapi soal ketekunan untuk mengarsipkan pikirannya. Ada yang memang mengarsipkan melalui bentuk lain. Tapi buat saya kebetulan cara yang paling luwes yang melalui tulisan. Punya repertoar tulisan tentu artinya punya ketekunan untuk mengarsipkan pemikiran, yang juga berarti sekalian merevisi pikiran yang dimiliki. Punya pikiran yang secara konsisten diuji oleh diri sendiri tentu akan membuat pikiran (dan mungkin juga mental) akan lebih segar dan terlatih. Jadi itu motivasi utamanya.

Ya kalau penjelasan yang lebih sederhana ya tinggal menjelaskan bahwa saya menulis untuk diri sendiri. Tapi menulis untuk diri sendiri yang tidak dipublikasikan itu tidak produktif. Menulis untuk diri sendiri yang tidak dipublikasikan itu tidak memaksa saya untuk memikirkan dengan sebegitunya hal yang saya tulis. Implikasinya, tulisan yang saya arsipkan jadi tidak bagus atau setengah matang, karena ya tidak ada dorongan atau paksaan apa-apa untuk membuatnya seperti ini.

Kebetulan saya punya publikasi ini (yang sempat berjalan untuk sekedar menumpahkan kemelut pikiran waktu itu) untuk menampung kembali hal-hal yang sebenarnya adalah lagu lama dan sudah berulang kali muncul. Meski tidak masuk akal dan terdengar mengada-ada, saya akan membuat pengecualian untuk diri saya kali ini.

Mengapa tidak di Tumblr? Ya karena itu sudah kadung menjadi diari, bukan lagi personal esai. Isinya terlalu receh dan terlalu mundane. Saya merasa tetap membutuhkan arena yang abu-abu, dimana batas personal dan batas publik masih samar-samar. Makanya yang dipublikasikan kepada publik adalah esai yang sifatnya personal. Jadi bentuk negosiasi publik dan personal yang saya maksud terjewantahkan dalam bentuk seperti itu. Masuk akal kan?

Seperti penyakit penulis jadi-jadian seperti saya, ya konsistensinya, atau bergulat dengan masalah platform. Dalam dua tahun ke belakang ada beberapa pergulatan platform yang terjadi. Mulai dari pilihan untuk membuka alamat baru di blogspot, melanjutkan di Substack, menulis menggunakan pensil di kertas, atau bahkan menulis menggunakan pencil dan iPad. Kalau orang menulis beneran mungkin sudah tertawa melihat problem ini, kok ya remeh-temeh sekali.

Solusinya, saya menganggap diri ini masih muda, masih banyak pengarsipan yang bisa saya lakukan kedepannya. Misal nanti jika punya anak yang konsep dan bentuk pengarsipannya sudah banyak referensi. Kalau sudah tua nanti, saya juga sudah punya draft autobiografi atau memora yang bisa saya tulis, meski ndak perduli juga siapa yang mau membaca. Minimal buat keturunan dan kolega terdekat yah?

Ya apapun itu lah, ini bentuk iterasi ke sekian dari upaya untuk (kembali) mengarsipkan pikiran. Minimal ada momentum tuk memulainya (kembali).

Matahari, sudah di penghujung petang~~

--

--