Tulisan yang Bagus dan Menyentuh

Alvaryan Maulana
Nama Nama Kebon
Published in
3 min readFeb 8, 2024

Setelah sekian tahun dan ribuan bacaan, pagi ini, di Kota Bandung, agaknya saya baru memahami bagaimana cara kepenulisan bekerja untuk melunturkan penat dan jenuh. Sebelum lebih jauh, saya ingin mengklarifikasi bahwa saya menggunakan kata kepenulisan untuk menggantikan kata sastra. Menurut saya kata sastra itu pretensius jika digunakan oleh orang seperti saya.

Setiap anak manusia punya hal-hal yang menyentuh sanubarinya. Para sinefil misalnya, tersentuh dalam format multimedia bercerita. Pada audiofil, tersentuh oleh stimulus audio yang menyampaikan rasa. Saya, masuk pada kelompok orang-orang yang tersentuh dengan sangat gampang dengan kata-kata yang profound. Sejujurnya saya tidak punya kata ganti yang tepat untuk menjelaskan kata profound dalam Bahasa Indonesia. Jadi, terima saja, ya.

Tulisan-tulisan yang bagus tidak hanya membuat hati saya bergetar dan pikiran saya berkelana. Tulisan-tulisan yang bagus melunturkan kesinisan saya terhadap kehidupan. Di tengan sorak-sorai politik elektoral yang pada akhirnya akan sama saja ini, tulisan-tulisan yang bagus membuat saya masih percaya bahwa masih ada bagian yang indah dari kelakuan manusia. Setidaknya saat menulis, manusia-manusia yang tidak usah diharapkan ini masih menuliskan tulisan-tulisan yang bagus.

Genre tulisan bagus pun bermacam-macam, dan kadang tidak saling subtitutif. Ada kawan saya yang gampang tersentuh dengan sastra Rusia. Ada yang tenggelam dalam sastra Jepang. Ada juga yang melayang lewat novel-novel terjemahan dari negara dunia ketiga di Afrika Selatan dan Amerika Selatan. Saya, sementara itu, lebih suka pada sastra-sastra internet, yang ditulis oleh mahasiswa setengah tersesat-setengah yakin tentang hidup, yang disunting alakadarnya.

Penulisan di internet adalah penulisan paling jujur. Tidak lewat penyuntingan editor untuk kebenaran atau mengikuti selera pasar. Para sastrawan internet ini adalah mata air yang lebih jernih dan menyegarkan dibandingkan mata air di kaki gunung yang melepaskan dahaga setelah berlari jauh. Luapan kegelisahan, kemarahan, dan juga kesedihan mereka menjadi penyejuk pekerja ibukota yang sehari-hari tidak lagi bisa merasa.

Mungkin itu alasan kenapa akhirnya kepenulisan bisa melepas penat dan jenuh. Pertama, karena mereka mengingatkan saya soal perasaan-perasaan apa saja yang bisa muncul dan bisa dirasakan, seandainya tidak terlalu sibuk menjalani kehidupan yang sama-sama saja selama beratus-ratus hari. Tulisan-tulisan yang bagus yang mereka hasilkan kemudian mewakili perasaan-perasaan yang selama ini terabaikan.

Kedua, seandainya tulisan mereka tidak mewakili perasaan apapun dari diri saya, tulisan yang bagus yang mereka hasilkan bisa menjadi pemantik untuk saya untuk turut menyampaikan sendiri perasaan-perasaan yang tidak terwakili oleh apapun dan siapapun itu. Tulisan ini mungkin jadi salah satu contoh konkrit soal pantikan perasaan akibat membaca tulisan orang lain yang bagus dan profound.

Menulis yang bagus punya metriks yang jelas. Tapi menulis untuk menyentuh orang lain itu tidak pernah bisa dibayangkan. Maka sebenarnya tulisan-tulisan yang bagus dan menyentuh itu adalah tulisan-tulisan yang ditulis di tengah kondisi merasa. Bila kita mendapati tulisan yang membuat cirambay atau terharu, pada dasarnya kita sedang membaca sesuatu yang ditulis penulisnya di saat cirambay dan terharu pula, atau setidaknya di saat merasa.

Ya, itu suka-duka menjadi seorang perasa, yang semakin ke sini semakin mendapat posisi tidak enak karena punya kata peyoratif seperti “baper”, di saat sebenarnya ada kata lain seperti ngambek, atau pundung. Orang yang merasa dan perasa harusnya tidak dianggap seperti penyakit atau benalu di masyarakat. Orang perasa, jika menulis, akan menjadi penulis yang menulis tulisan-tulisan yang bagus dan menyentuh.

Saya tidak menyalahkan anda-anda jika tidak memahami perasaan ini, sebagaimana saya tidak menyalahkan anda-anda jika anda-anda tidak membaca dan tidak tidak merasa.

--

--