Organ

V. Wenno
Nawalaprana
Published in
1 min readMar 24, 2017

Ada beberapa untaian perasaan yang alhasil harus dituangkan. Emosi ini akhirnya melonjak ingin dilahirkan.

Alkisah, sedikit membuka luka lama. Alasan kenapa Aku memutuskan untuk hengkang.

Perihal pergi bukan klise yang mudah dilakukan. Pergi tiba, tatkala memori indah sudah dikalahkan oleh tabiat ikatan manusia bernama keluarga itu. Pihak luar tidak empati dengan apa yang aku rasakan, atau apa pasal Aku bertolak diri.

Inilah sedikit kisahku.

Semua terasa indah, apabila Kau hanya melihat dari jendela. Semua terasa sempurna, mimpi-mimpi yang sering dilontarkan terasa fana bagiku. Privatisasi, Egois. Ah. Hal yang kalian tidak cicipi jika hanya sekedar lewat dan menengok dari jendela.

Itulah yang Aku kecam. Saat keluarga, bahkan hanya sekedar nama. Akademik, bosan? Itu hanya alasan sepele untuk pembenaran. Bagiku, melepas hati yang lalu adalah organnya.

Aku pergi, Aku lupa.

Namun, akhirnya omongan pedas lah yang Aku terima. Berkorban untuk manusia tidak kompeten?

Hah. Congormu Mas, Mbak!

Rumah itu, kenapa? Tak mau tanggung jawab?

Halah. Berapapun yang dijebolkan, kalian masih tidak kenyang.

Lagi dan lagi, ketika hati sudah waras, dialog pedas masih berlalu lalang.

Niat tulus pun sekarang punah. Tiada kata, bahkan melihat batang hidungmu pun aku tidak dapat bernafas.

Ingin berkata kasar, namun ah sudahlah. Kalian sudah kebal beretorika.

Organku kini tumpas, sebab dibabat desas-desus.

(Bandung, 24 Maret 2017)

--

--

V. Wenno
Nawalaprana

Pikiranku menetapkan ilusi belaka. Aku suka Kamu, Sunyi.