Melihat Kota sebagai Organisme: Sebuah Pembuka

Nekropolis
Nekropolis
Published in
3 min readMar 7, 2019

Oleh: Dimas Hatta

Dulu ketika masih mengeyam pendidikan di sekolah, kita belajar bahwa sel adalah unit terkecil dari satuan kehidupan. Kumpulan sel akan membentuk jaringan, organ, dan sistem organ. Dari sistem organ, bersinergi menjadi manusia fungsional secara biologis. Ketika melihat kota, bisakah kita menerapkan sudut pandang ini?

Jawabannya tentu saja bisa! Kota sebagai sebuah organisme akan membuat kita melihat kota sebagai sesuatu yang dinamis alih-alih statis. Seperti organisme lainnya, kota berevolusi dan beradaptasi untuk dapat bertahan hidup di dunia yang terus berubah. Hal ini membuat pilihan kota menjadi sederhana, berkembang dan beradaptasi atau binasa. Ketika saya katakan binasa, saya mengacu pada menyerah pada tekanan kekuatan pasar, ketidaksetaraan, dan persaingan dengan kota-kota lain. Mari melihat Sheffield di Inggris atau Detroit di Amerika Serikat yang mengalami penyusutan karena gagal menghadapi pergeseran industri abad 20 ke abad 21. Ada juga kota yang tetap berjuang untuk hidup walaupun berada di tengah konflik seperti Damaskus atau kota yang sedang tumbuh dengan pesat seperti fenomena megacities di Tiongkok.

Sebuah kota harus sadar akan kebutuhannya untuk berkembang. Kota akan menjadi tidak relevan sebagai tempat untuk menarik, pekerjaan, sumber daya, dan manusia, jika ia memilih untuk tidak melakukannya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, ada banyak sekali contoh kota yang dulu pernah menjadi pusat kegiatan ekonomi dan kini menjadi kota yang terpinggirkan karena ketidakmampuan mereka untuk berkembang. Ada juga contoh kota yang telah berevolusi dan dipandang sebagai pesaing utama untuk pertumbuhan ekonomi.

Jika melihat dalam sudut pandang Darwinian, survival to the fittest menjadi relevan dalam melihat kota sebagai sebuah organisme. Dalam kasus kota sebagai organisme hidup, aturan yang sama juga berlaku. Kota harus cukup kuat untuk mengurus kebutuhan kolektif warganya dan melawan segala masalah nyata atau yang dirasakan yang dapat melemahkan kemampuannya untuk berkembang. Kota sebagai sebuah kesatuan kolektif menjadi kebutuhan yang penting disini.

Sebagai tema dalam kegiatan Nekropolis ke depan, kami berusaha untuk membedah kota sebagai sebuah organisme dan akan membaginya sesuai dengan syarat-syarat sebuah organisme untuk disebut sebagai makhluk hidup: Bergerak, Bernapas, Butuh akan makanan, Tumbuh dan Berkembang, Bereproduksi, Peka terhadap rangsangan, Metabolisme, dan Mengeluarkan Zat Sisa. Harapannya ketika membedah kota kedalam poin tersebut, akan didapat sebuah pandangan baru yang lebih luas ketika melihat kota.

Pada akhirnya, kota memiliki naluri untuk bertahan dan terus hidup. Tiap kota memiliki tantangan yang berbeda untuk bertahan. Namun yang akan menentukan kota akan terus bertahan atau tidak adalah warga yang hidup di dalamnya. Bagaimana warga akan menentukan visi dari kota, warga yang merasakan dampak dari perubahan kota dan/atau warga yang meninggalkan kota.

Kepustakaan:

Glazer, Sidney (1965). Detroit: A Study in Urban Development. New York: Bookman Associates, Inc.

Horacio Samaniego and Melanie E. Moses. “Cities as organisms: Allometric scaling of urban road.” Journal of Transport and Land Use, 2008: 21–39.

Maheshwari, Tanvi. “Redefining Shrinking Cities. The Urban Fringe, Berkeley Planning Journal

Schnore, Leo.F. “The City as a Social Organism.” Urban Affairs Quarterly 1, no. 3 (March 1966): 58–69.

Strappa, Giuseppe. “City as a process. Rome urban form in transformation.” City as Organism: New visions for urban life. Rome: Dipartimento di Architettura e Progetto, 2015. 17–32.

--

--