Gunakan Sepatu Clipless Beneran Enak Apa Cuma Mitos?

salman faridi
Ngepit.id
Published in
3 min readAug 5, 2019

Sebelum tulisan ini kadung terlalu panjang, perlu saya tempel disclaimer dengan tulisan besar, semuanya kapital: PREFERENSI PRIBADI DILARANG PROTES. Memang tidak ada satu pun jawaban memuaskan kalau bicara selera. Secara ilmiah bisa diurai dengan mengukur efisiensi kayuhan berdasarkan prosentase terhadap posisi kaki yang lebih mantap karena dikunci ke pedal. Shimano menyebutnya SPD alias Shimano Pedalling Dynamics. Ini adalah teknologi yang disematkan Shimano di seluruh line up sepatu sepeda, baik road maupun MTB. Sebagai tambahan saya menggunakan sepatu MTB. Jadi, secara pengalaman pasti terbatas dibandingkan yang pernah mencoba sepatu tanpa clip untuk roadbike.

Sebelum mengenakan sepatu clipless, acap kali saya dengar untuk menjadi mahir dan terlatih menggunakan sepatu dengan kuncian itu minimal harus jatuh tiga kali. Percaya tidak percaya, tetapi pengalaman membuktikan saya jatuh berkali-kali karena lupa melepas sepatu sebelum turun. Ironisnya ini terjadi ketika saya tadinya mau menyalami orang-orang sepuh yang kebetulan saya lewati kalau saya bersepeda menuju Utara Jogja dari arah kampung saya di Kaliurang. Tangan sudah siap-siap menyalami tapi kaki masih nempel di pedal. Olala … gedebug.

Kejadian jatuh semacam ini memang paling tidak enak. Terlebih ketika mendaki jalanan cukup terjal dengan tenaga yang hampir habis. Salah seorang teman biasanya melepas salah satu sepatu saat tanjakan curam karena khawatir tidak bisa “melepaskan diri” pada waktunya dan bergedebum mencium aspal pada akhirnya. Saya kadang-kadang merasakan juga hal yang sama meskipun kunci utama agar menjaga irama nyatanya sulit juga ketika dipraktikkan. Irama mendaki ini berbeda untuk setiap pesepeda, akan tetapi tanpa irama, dipastikan sepeda nyendal-nyendal. Artinya, besar kemungkinan ban depan terangkat dan berakibat wheelie. Yang berbahaya tentu jatuh terjengkang. Seringkali nyerinya tak seberapa, tapi malunya itu lho ….

Dalam dua tahun terakhir saya selalu menggunakan sepatu clipless, utamanya saat bersepeda jarak jauh. Keuntungan utama tentu pada efisiensi. Meskipun ada jarak sangat minimal ketika sepatu bisa bermanuver secara horisontal (baca: kiri-kanan), letak telapak kaki tidak akan bergeser. Kenyamanan ini seringkali didapat dari setting mekanisme Cleat atau tapal yang dapat dimajumundurkan. Akan tetapi akhir Juni kemarin saya mendapat insight baru.

Selepas rapat marathon seharian di Jakarta, di antara event J150K yang dengan berat hati harus saya tinggalkan, akhir pekan adalah hari-hari yang ditunggu. Saya sudah menyiapkan sepeda lipat untuk keperluan pulang gowes ke Jogja. Seorang kawan mengirim file gpx dan total kilometer berhenti di angka 600 sampai finish di Jogjakarta. Di sinilah saya kembali merasakan setelah sekian lama tidak mengenakan sepatu clipless, ternyata menggunakan sneaker saja lumayan nyaman. Heran juga, padahal dulu alasan pindah menggunakan sepatu clipless karena posisi kaki yang cenderung bergeser dari pedal. Berkali-kali.

Nah, berdasarkan pengalaman terakhir bersepeda dengan sepatu sneaker dan atau sepatu sepeda lainnya, Termasuk sepatu sandal untuk outdoor, rasa nyaman mengayuh nyatanya bisa didapat juga. Sudah barang tentu ini personal saja. Akan tetapi dapat saya pastikan di antara dua orang pesepeda terkuat di Audax adalah Lord Aseng dan Lord Toto. Keduanya menggunakan Brompton dan melahap rute 600 km dalam 30 jam saja. Uniknya, keduanya sering kali saya pergoki gowes antar kota antar propinsi dengan sepatu biasa saja, bukan jenis clipless dengan tapal di bagian bawah sol sepatu untuk mengunci. Nah, bagaimana, mungkin Anda punya pengalaman berbeda?

--

--