5 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Riset User Persona di Masa Pandemi COVID-19

Amanda Veranita
Niagahoster Product
7 min readJun 2, 2021
Photo by Luis Quintero from Pexels

Jika Anda kerap memainkan video game bergenre RPG, mungkin Anda cukup familiar dengan aktivitas memilih karakter.

Karakter yang disediakan dalam video game tersebut biasanya terbagi dalam kategori seperti penyihir, ksatria, atau peri yang dilengkapi dengan statistik bakat, senjata, dan sifat.

Sebagai pemain, Anda juga akan menghabiskan waktu untuk menentukan elemen pribadi seperti kostum karakter, tujuan, preferensi, dan klan atau tim. Hal ini membuat karakter lebih mudah untuk digambarkan karena mereka sekarang memiliki kecenderungan, masalah, dan perasaan manusia yang relatable.

User Persona juga memiliki konsep yang sama.

Apa Itu User Persona?

User Persona merujuk pada card atau dokumen yang memuat data pola interaksi dan keseharian pengguna. Tujuan dibuatnya User Persona adalah membantu pengembang produk agar dapat merumuskan strategi yang tepat sasaran dan sesuai dengan ekspektasi pengguna.

Ketiadaan User Persona dalam perusahaan berpotensi menimbulkan pembengkakan waktu, effort, dan biaya ketika mengembangkan produk.

Dengan kata lain, User Persona dapat berfungsi sebagai alat bantu dan guideline untuk memahami siapa pengguna produk kita serta menjadi dasar pengembangan produk yang berpusat pada kebutuhan pengguna.

Alan Cooper — orang yang mengembangkan konsep persona — menekankan bahwa Persona tidak merepresentasikan pengguna. Ia merepresentasikan goals dan rasa frustasi pengguna.

Bentuk akhir User Persona berupa karakter fiksi yang dibangun di atas rangkaian fakta. Berikut ini adalah contohnya.

Contoh template user persona (https://xtensio.com/)

Sama seperti karakter dalam video game yang berkembang seiring meningkatnya level permainan, User Persona juga tidak bersifat abadi. Suatu Persona harus diperbarui dalam kurun waktu tertentu, menyesuaikan tren pengguna dapat saja berubah dengan cepat.

Beberapa waktu lalu, Niagahoster baru saja memperbarui User Persona dengan memanfaatkan data pengguna yang membeli atau melakukan perpanjangan layanan setelah pandemi COVID-19 melanda Indonesia.

Prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Apabila di situasi normal riset serupa cukup menguras tenaga & pikiran, riset User Persona di masa pandemi memiliki tantangan tersendiri.

Proses data gathering hingga persona crafting yang saya lakukan, misalnya, harus dilaksanakan secara remote. Tanpa tatap muka sama sekali.

Menghadapi situasi seperti ini, saya perlu beradaptasi agar tujuan riset tetap tercapai, meskipun cara pelaksanaannya sedikit berbeda.

Ada banyak hal lain yang terjadi selama proses riset User Persona berlangsung. Berdasarkan pengalaman, saya telah memetakan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan seorang periset ketika menjalankan riset di masa pandemi.

1. Memahami Tujuan User Persona

Bagian awal ini terlihat sepele dan klise. Tentu saja kita bisa mengetahui apa itu tujuan persona hanya dengan googling atau setidaknya membaca ringkasan paragraf awal dari tulisan ini.

Akan tetapi, praktik di lapangan tidak semudah itu, terutama jika periset bekerja dalam tim dan dilakukan dengan remote dan komunikasi antar anggota hanya bisa dilakukan melalui video conference.

Briefing perencanaan penelitian persona harus dilakukan dengan mendalam. Masing-masing anggota tim riset harus memiliki pemahaman yang sama terkait User Persona seperti apa yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Anda dan tim harus memiliki kesamaan pandangan dalam aspek-aspek yang diwakili melalui pertanyaan di bawah ini. Tentu saja, jika diperlukan, Anda dapat menambahkan lebih banyak pertanyaan supaya proses riset berjalan lebih baik.

  1. Bagaimana metode penelitian ditentukan?
  2. Tool/alat apa yang akan dipakai?
  3. Mengapa menggunakan metode riset tersebut?
  4. Mengapa menggunakan tool/alat tersebut?
  5. Mengapa penelitian harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu?
  6. Informasi apa saja yang harus didapatkan melalui riset?
  7. Pertanyaan apa yang akan digunakan sebagai panduan selama proses wawancara?
  8. Bagaimana mengantisipasi masalah yang mungkin muncul selama riset? dsb.

Kesamaan pemahaman dan sudut pandang menjadi sangat penting karena proses riset biasanya bersifat collaborative effort.

Artinya, meskipun secara formal proyek ini digagas oleh tim yang beranggotakan beberapa periset, day-to-day task seperti pengumpulan data dan wawancara tetap dilaksanakan tiap anggota tim secara terpisah.

Kesatuan pemahaman dan sudut pandang mampu menghindarkan miskomunikasi yang tidak perlu. Di samping itu, secara bersamaan, mampu membuat proses riset lebih efektif.

2. Data Awal Pengguna

Sebagai pengguna, ketika ingin mendaftar atau menjadi member untuk mendapatkan produk yang diinginkan, umumnya kita akan diminta untuk mengisi informasi dasar seperti nama, usia, jenis kelamin, domisili, nomor telepon, dan lain sebagainya.

Ilustrasi pop up data collection (https://econsultancy.com)

Data tersebut dikumpulkan dalam suatu database dan ditujukan bukan hanya untuk pengarsipan, melainkan juga sebagai pijakan paling awal dalam memahami siapa pengguna produk kita.

Penting bagi perusahaan untuk memberikan perhatian lebih tentang bagaimana data dikumpulkan, diarsipkan, dan dikelola dalam database agar dapat diakses untuk kebutuhan pengembangan produk di kemudian hari.

Untuk keperluan pembuatan User Persona, data yang ada diharapkan mampu memberikan gambaran awal tentang kategori pengguna produk.

Proses persiapan penelitian Persona akan jauh lebih mudah apabila sejak awal periset memiliki data terkait target subjek yang akan diteliti.

3. Merekrut Partisipan

Dokumen User Persona tidak dibuat berdasarkan temuan dari satu pengguna saja, melainkan dari kesamaan pola perilaku banyak pengguna.

Selain menjadi peta awal yang memberikan informasi terkait persebaran dan kategori pengguna, data di dalam database perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai leads untuk menghubungi calon partisipan.

Biasanya, saya menggunakan informasi kontak untuk menghubungi pengguna melalui aplikasi WhatsApp. Agar lebih cepat, saya mengaplikasikan metode blasting, mengirimkan pesan ke banyak pengguna sekaligus.

Selain sebagai notifikasi pemberitahuan, pesan tersebut juga bertujuan untuk mendapatkan consent atau izin atas sepengetahuan pengguna.

Pesan perlu memuat informasi terkait riset: nama peneliti, tujuan menghubungi, tujuan riset, dan diakhiri dengan penawaran apakah pengguna bersedia menjadi partisipan dalam proyek riset atau tidak.

Setelah mendapatkan consent, hal yang sebaiknya tidak terlewat adalah mengikat komitmen penelitian dengan calon partisipan. Caranya bisa dengan menggunakan surat pernyataan kesediaan menjadi partisipan atau NDA (Non-Disclosure Agreement).

Illustrasi NDA (www.spotdraft.com)

Setelah langkah perekrutan partisipan selesai, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data kualitatif dari para pengguna produk. Sebelum memulainya, pastikan juga Anda memberi tahu partisipan tentang bagaimana riset akan dilakukan.

4. Diary Studies Melalui WhatsApp

Salah satu metode penelitian yang dapat digunakan untuk menemukan data terkait perilaku pengguna adalah diary studies.

Diary studies ditujukan untuk mengetahui bagaimana pengguna atau partisipan melakukan kegiatan sehari-sehari serta menemukan kebiasaan ketika berinteraksi dengan produk/layanan.

Mirip seperti menulis buku harian, periset akan mencatat keseharian pengguna setiap hari dan menanyakan hal-hal yang berkaitan selama jangka waktu tertentu.

Jangka waktu yang dimaksud dapat berkisar antara beberapa hari, beberapa minggu, bahkan lebih dari satu bulan. Penentuan jangka waktu ini bergantung pada seberapa luas cakupan proyek User Persona yang tengah dijalankan.

https://blog.netcore.in/whatsapp-business-guide

Ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan untuk mengeksekusi diary studies tanpa melanggar protokol kesehatan. Proses diary studies dilakukan 100% melalui media online.

Diary studies pada umumnya dilakukan dengan partisipan merekam kegiatannya sehari-hari dan mengirimkannya ke periset. Sayangnya, cara ini tidak efektif dan tentunya cukup menyulitkan partisipan.

Metode yang akhirnya kami gunakan dalam riset persona beberapa waktu lalu adalah semi-structured interview. Meskipun memiliki panduan terkait informasi yang ingin ditanyakan, obrolan tidak dilakukan dengan formal dan mengalir selayaknya obrolan dengan teman biasa.

Interview dilakukan melalui teks obrolan aplikasi WhatsApp. Pada hari terakhir riset, interview dilakukan dengan obrolan melalui telepon atau video call.

WhatsApp dipilih sebagai medium riset dengan pertimbangan banyaknya pengguna Niagahoster yang memiliki dan memanfaatkan platform ini dalam kehidupan sehari-hari.

5. Menjaga Komitmen Partisipan

Ini bagian yang paling sulit. Di antara pilihan metode penelitian yang bisa dilakukan oleh UX Researcher, proses menciptakan persona bisa jadi adalah yang paling “mahal.”

“Mahal” di sini bukan hanya dari sisi biaya yang dibutuhkan, melainkan juga waktu, dan tenaga yang harus dikorbankan. Persona dihasilkan dari proses penelitian panjang dengan metode yang beragam.

Waktu yang dihabiskan untuk mengumpulkan data persona bisa mencapai hitungan minggu bahkan lebih. Waktu yang panjang ini berpotensi menimbulkan kejenuhan dari partisipan.

8 dari 14 partisipan riset diary study kami, mulai menunjukkan gejala kejenuhan di hari keempat. Ini ditandai dengan cara mereka membalas pesan, panjang dan detail jawaban yang mulai berkurang, kecenderungan mengabaikan pesan, dan semacamnya.

Ilustrasi jenuh (https://favim.com/image/2665556)

Strategi pertama yang bisa dipakai untuk mengantisipasi kejenuhan ini adalah dengan informasi terkait reward partisipan. Reward di sini bukan hanya sebagai bentuk terima kasih untuk dedikasi partisipan yang telah meluangkan waktu dan usahanya, melainkan juga sebagai pengikat komitmen partisipan terhadap proses riset.

Jumlah reward disesuaikan dengan berapa lama proses riset dan seberapa besar effort yang perlu dikeluarkan oleh partisipan. Tentu saja hal ini perlu dikonsultasikan dengan divisi finansial sebelumnya.

Strategi kedua adalah mengalihkan topik ke bahasan yang disukai partisipan untuk menghidupkan kembali antusiasmenya dalam berbagi. Misalnya: dari hasil background checking, kami menemukan bahwa seorang partisipan riset adalah pria paruh baya yang baru saja memulai hobi fotografinya dan gemar membagikan hasil fotonya di Instagram.

Pertanyaan tentang mengapa ia menyukai fotografi, siapa fotografer yang menjadi panutannya, brand kamera apa yang dipakai, bisa menjadi awalan yang baik untuk memulai percakapan saat partisipan mulai mencapai titik jenuh.

Selain hal-hal di atas, ada kalanya periset juga terpaksa mengorbankan waktu di luar jam kerja untuk mengikuti schedule partisipan. Kesepakatan ini biasanya diatur sebelum riset dengan partisipan dimulai, namun bisa berubah dalam prosesnya.

Beberapa partisipan dalam riset User Persona kami ada yang hanya bisa menyediakan waktu luang untuk dihubungi setelah pukul 8 malam dikarenakan kesibukannya.

Ada pula yang baru membalas pesan setelah jam 10 malam.

Melakukan riset persona di masa pandemi bisa jadi lebih menantang. Meskipun demikain, saat ini merupakan momen yang tepat untuk memperbarui User Persona.

Pandemi COVID-19 memengaruhi kehidupan manusia secara langsung dan dalam jangkauan yang luas. Eksistensi pandemi ini menghasilkan perubahan masif dalam regulasi, manajemen kebutuhan, memunculkan nilai-nilai baru dalam masyarakat, dan mengubah pola hidup seseorang.

Perubahan pola, kondisi, dan kebiasaan ini tentunya mempengaruhi motivasi dan pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan, termasuk keputusan dalam penggunaan produk. Perubahan pola kerja juga terjadi dalam UX research — dimana riset dengan kontak langsung tidak mungkin dilakukan. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan catatan kecil tentang hal-hal yang perlu diperhatikan.

Bagaimanapun, hal paling penting dalam riset yang menggunakan semi-structured interview adalah improvisasi periset untuk menggali data tanpa meninggalkan tujuan awal dari riset itu sendiri.

--

--