A/B Test: Pengenalan & Cara Memulainya (Part I)

Misbahul Munir
Niagahoster Product
6 min readJan 5, 2021

Mungkin Anda pernah bertanya-tanya, bisakah desain berkontribusi terhadap bisnis secara nyata?

Tentu bisa. Akan tetapi, pertama-tama, desain sebaiknya tidak hanya dipandang sebagai kosmetik saja.

Kualitas visual dan estetika adalah keniscayaan. Cantik dipandang merupakan keharusan yang tidak boleh tidak dimiliki suatu desain.

Meskipun demikian, desain yang baik tidak semata masalah estetika. Dalam dunia UI/UX, desain sebaiknya mampu mengakomodasi kebutuhan pengguna. Kebutuhan seperti apa?

Kebutuhan pengguna perlu divalidasi melalui serangkaian tes. Begitu juga dengan desain yang Anda buat. Mana yang lebih baik? Mana yang lebih disukai pengguna? Bagian mana yang perlu diperbaiki? Desain seperti apa yang menghasilkan konversi?

Anda bisa mendapatkan jawaban sahih melalui metode pengujian yang dinamakan A/B test.

https://www.pexels.com/photo/banking-business-checklist-commerce-416322/

A/B test merupakan metode pengujian di mana Anda dapat membuat perbandingan antar varian. Hasil pengujian yang berbasis data riil mampu menyajikan jawaban desain mana yang lebih baik sesuai kebutuhan.

Definisi A/B test secara terang dijelaskan oleh Interaction Design Foundation berikut ini:

A/B testing (also known as split testing and multivariate testing) is a scientific experiment used to test multiple versions of a design or interface to determine which version generates the most conversions.

Beragam (atau malah semua) aspek dapat Anda uji. Beberapa di antaranya meliputi: warna tombol, ukuran tombol, UX copy, hingga urutan bagian di tiap halaman.

Manfaat Melakukan A/B Test

Bayangkan Anda berada dalam situasi kesulitan memilih satu dari dua desain yang sama baiknya. Anda tidak yakin akan memilih yang mana mengingat kedua desain tersebut memiliki fitur & atribut serupa. Perbedaan hanya terletak pada beberapa bagian, itu pun terlihat kurang signifikan.

Kemudian, Anda memutuskan untuk meminta saran kepada teman terdekat guna memvalidasi sekaligus memutuskan desain mana yang akan Anda pilih. Teman Anda lantas memberikan saran berdasarkan desain pilihannya.

Begitu pula A/B test biasa dilakukan. Metode ini mampu membantu Anda melakukan validasi desain secara akurat.

Desain memang bersifat relatif. Baik atau buruknya suatu desain selalu kembali pada asumsi awal pengujian, berikut kebutuhan dan konteks yang ingin Anda temukan.

Data yang Anda dapatkan selama menjalankan A/B test bisa dijadikan pijakan untuk mengambil keputusan. Selain itu, ada beragam manfaat lain yang bisa Anda dapatkan dari menjalankan A/B test.

1. Membantu menemukan masalah yang dihadapi pengguna

https://www.pexels.com/photo/doctor-offering-choice-to-patient-in-office-4021817/

Tentu Anda menginginkan website yang ramai dikunjungi dan menghasilkan banyak konversi. Membuat pengunjung betah berlama-lama membaca artikel serta menghabiskan waktu melihat-lihat produk yang Anda tawarkan … Ah sungguh impian yang menggiurkan!

Di sisi lain, para pengunjung mendambakan website yang mudah digunakan dengan beragam fungsi berjalan sempurna.

Nah, di sinilah penawaran dan permintaan kerap tidak mencapai titik temu. Ada saja kesulitan yang dihadapi pengunjung.

Kesulitan yang kerap terjadi misalnya tombol checkout sulit ditemukan, kurangnya informasi panduan, font terlalu mencolok, dan lain-lain.

Permasalahan pada website biasanya terkesan sepele. Hanya saja, permasalahan yang ada dapat memengaruhi performa bisnis dalam jangka panjang. Jika tidak diperbaiki, bukan tidak mungkin Anda mengalami kerugian tak terkira.

Anda dapat menemukan permasalahan yang dialami pengunjung website atau pengguna sistem dengan menjalankan A/B test. Setelah permasalahan diketahui, Anda bisa melakukan perbaikan berdasarkan data yang Anda miliki.

2. A/B test menjadi salah satu cara mudah dan cepat untuk meningkatkan rasio konversi

https://www.pexels.com/photo/person-writing-on-notebook-669615/

Ada banyak cara untuk meningkatkan rasio konversi (conversion rate). Cara paling ampuhnya, tentu saja, kembali pada masalah apa yang dialami pengguna ketika berinteraksi dengan sistem Anda.

Menggunakan A/B test, Anda bisa mengetahui desain atau elemen mana yang secara efektif berpengaruh terhadap rasio konversi.

A/B test pada website relatif cepat dan mudah dilakukan karena Anda tidak perlu melalui proses development. Anda hanya perlu menyiapkan beberapa alternatif untuk diuji, tentukan berapa lama A/B test akan berjalan, dan data berhasil Anda dapatkan.

3. Mengurangi bounce rate

Bounce rate adalah rasio pengunjung yang hanya mengakses satu halaman website kemudian keluar tanpa melakukan interaksi apa-apa.

Metrik ini terkadang membuat frustrasi. Apa yang bisa Anda lakukan supaya pengunjung betah berlama-lama?

Ada dua dugaan kuat. Pertama, pengunjung meninggalkan website Anda karena tidak menemukan apa yang mereka cari. Kedua, bisa jadi informasi pada website Anda sulit ditemukan.

Anda dapat menjalankan A/B tesr dengan beberapa varian. Gunakan asumsi atau perkiraan informasi apa saja yang diinginkan para pengunjung. Agar lebih terarah, Anda turut dapat melakukan wawancara dengan pengunjung website Anda.

Ingat, perubahan kecil dapat berpengaruh signifikan pada hasil A/B test!

4. Perbaikan dengan risiko minimal

Perbaikan menyeluruh memerlukan banyak pertimbangan, sumber daya, dan upaya. Hal ini tentu menjadi pertaruhan besar, terutama jika Anda hanya memiliki sedikit waktu.

Sebaliknya, semakin sedikit elemen yang Anda uji, semakin kecil risiko buruk yang Anda tanggung semisal terjadi kegagalan.

A/B test menawarkan solusinya. Anda dapat melakukan pengujian sedikit demi sedikit, bagian tiap bagian. Sebagai contoh, Anda bisa saja mengetes UX copy pada header dan warna tombol aksi secara terpisah.

Hasil pengetesan terpisah ini sangat mungkin Anda jadikan landasan pengambilan keputusan berskala kecil. Anda juga dapat mengumpulkannya hingga menjadi laporan utuh sebelum mengambil keputusan krusial.

5. Hasil perbaikan cepat dan mudah dianalisis

Anda dapat dengan leluasa mengatur berapa lama A/B test berjalan.

2–3 minggu adalah durasi lazim ketika menjalankan A/B test. Jika ingin lebih cepat lagi, meskipun bisa jadi tidak akurat, Anda dapat mengaturnya menjadi beberapa hari saja.

Laporan hasil A/B test bisa Anda dapatkan segera setelah selesai. Kemudian, Anda hanya perlu membuat kesimpulan berdasarkan data yang ada dan merencanakan langkah apa yang selanjutnya akan Anda ambil.

Asumsi Ketika Menjalankan A/B test

Pada dasarnya, A/B test digunakan untuk mengukur serta memvalidasi suatu asumsi. Validasi asumsi dapat dijadikan pijakan guna menentukan perbaikan desain seperti apa yang perlu Anda lakukan.

Asumsi di sini adalah “dugaan” yang berdasar pada data. Ketika melihat rasio konversi, bounce rate, maupun metrik lain turun secara drastis, sebaiknya Anda tidak langsung menyimpulkan hal tersebut terjadi karena faktor X.

Yang perlu Anda lakukan adalah melakukan analisis lanjutan. Sebagai awalan, pasang heatmap tracker agar tahu perilaku pengguna dan letak permasalahan utama.

Selanjutnya, buat catatan berdasarkan data temuan Anda. Lihat dan analisis polanya. Langkah ini, jika dilakukan dengan benar, mampu melahirkan gagasan tentang bagaimana Anda dapat membantu pengguna melewati permasalahan tersebut.

Terkadang permasalahan yang muncul lebih kompleks dari penampakannya. Ingat, jangan buru-buru menarik kesumpulan. Gali lebih dalam permasalahan pengguna agar Anda mendapatkan solusi secara utuh.

Anda bisa menerapkan teknik “5 Whys” untuk menggali akar permasalahan lebih dalam.

The “5 whys” method is an iterative approach to uncovering the root of a problem. It encourages you to dig deeper into surface-level problems in order to figure out the underlying issue.

https://images.pexels.com/photos/355952/pexels-photo-355952.jpeg?auto=compress&cs=tinysrgb&dpr=2&h=750&w=1260

Setelah mengumpulkan asumsi, Anda perlu membuat hipotesis.

Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih perlu Anda uji kebenarannya. Dalam A/B test, hipotesis biasanya berisi tiga komponen. Ketiga komponen tersebut adalah ide solusi, perkiraan hasil, dan alasan mengapa hasil tersebut didapatkan.

Anda dapat memformulasikannya ke dalam kalimat seperti ini:

Jika ___, maka akan ___, hal tersebut dikarenakan ___.

Hipotesis Anda kira-kira akan berbunyi seperti ini:

Jika saya mengubah teks pada header dengan kalimat lebih ramah, maka akan meningkatkan rasio konversi pada homepage, hal tersebut dikarenakan teks pada header saat ini sangat teknikal dan sulit dimengerti pengguna.

Untuk sekarang samapi disini dulu ya, lanjut di part II

--

--