Analisis Empati untuk Pengembangan Produk yang Lebih Baik

ryan restyawan
Niagahoster Product
6 min readMar 25, 2021

Empati adalah sikap yang diperlukan dalam proses pengembangan produk. Sayangnya, hal ini sering kali terlupakan.

Berempati dapat membuat layanan semakin dicintai. Sebaliknya, tanpa empati, layanan dapat saja ditinggalkan pengguna karena mereka tidak merasa nyaman.

Tidak memiliki empati pada pengguna dapat berwujud sesederhana. Ambil contoh Anda menerapkan ikon yang memiliki makna bias. Anda dapat dikatakan tidak berempati dengan pengguna karena mereka kebingungan dengan makna ikon tersebut.

Kebingungan dapat merupakan awal mispersepsi yang mengganggu jalannya alur penggunaan layanan.

Jadi, Apa Itu Empati?

Menurut Wikipedia, empati merupakan kemampuan untuk memahami atau merasakan apa yang dialami orang lain melalui sudut pandang mereka. Kata lainnya, empati adalah memampuan menempatkan diri pada posisi orang lain.

UXPlanet mendefinisikan empati sebagai kemampuan memahami orang lain, termasuk “menangkap” dan berbagi perasaan dengan mereka.

Empati adalah tentang putting yourself in someone else’s shoes.

Saya sendiri menyimpulkan empati sebagai cara menempatkan diri pada sudut pandang orang lain. Bukan berarti pakai sepatu mereka buat jalan-jalan, tapi mengubah perspektif diri supaya bisa memahami lebih baik.

Berbeda dengan simpati yang “hanya” merasakan belas kasihan, empati lebih kepada menyelami apa yang benar-benar orang lain rasakan.

Tentu sudut pandang setiap orang terbatas. Anda memang tidak sepenuhnya berada di posisi orang lain dan mengalami kejadiannya sendiri.

Memiliki sikap atau perilaku empati berarti Anda meluangkan waktu, pikiran, dan perasaan untuk memahami orang lain lebih baik.

Karenanya, empati menjadi celah paling efektif menghubungkan diri dengan orang lain. Dalam proses pengembangan produk, memiliki sikap empati sangatlah membantu memahami apa yang benar-benar dirasakan orang lain.

4 Tips Empati dalam Pengembangan Produk

UX Designer, UX Researcher, dan Product Manager adalah profesi yang perlu menempatkan rasa empati secara tepat.

Mengapa? Lingkup kerja tiga profesi tersebut sangat lekat hubungannya dengan pengguna sistem. Pengguna harus menjadi the center of the universe. Kurang lebih gambarannya seperti ungkapan “tamu adalah raja.”

Keinginan, kebutuhan, dan kesulitan pengguna sebaiknya menjadi fokus utama. Tidak ada jalan lain, Anda harus benar-benar memahami mereka agar penilaian serta hasil analisis jernih seperti kristal.

Berawal dari sikap empati, Anda dapat menemukan kesulitan apa yang dihadapi pengguna.

Saya memiliki beberapa tips menempatkan empati dalam konteks pengembangan produk.

1. Setel pikiran ke titik nol

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Pertama-tama, Anda perlu menjadi pendengar yang baik. Hilangkan semua asumsi dan opini dalam pikiran. Dalam situasi wawancara riset, misalnya, serap apa yang dikatakan pengguna. Jangan selipkan atau arahkan asumsi yang membuat subyek riset perlu berpikir sebelum mengutarakan pendapat.

Ingat, fokus Anda bukanlah membuktikan asumsi semata. Fokus Anda sebaiknya adalah mencoba memahami, membangun hubungan, serta menemukan solusi bagi para pengguna.

2. Atur ekspektasi

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Memiliki ekspektasi berlebihan tidak disarankan sejak awal riset. Anda tidak perlu berekspektasi terhadap apapun, baik itu data maupun temuan lapangan selama proses berlangsung.

Semua jenis data sama berharga. Anda hanya tidak tahu kegunaannya karena belum melihat dari sudut pandang yang tepat.

3. Observasi segala hal

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Selama berinteraksi dengan subyek riset, sebaiknya Anda tidak hanya mengamati apa yang dibicarakan. Amati juga gestur, gerak-gerik, ekspresi wajah, lingkungan sekitar, maupun cara subyek merespon pertanyaan.

Agar hasil riset lebih maksimal, sangat disarankan Anda tidak melakukannya sendiri. Ajak rekan sesama UX Researcher atau stakeholder yang berkaitan untuk ikut serta. Pengamatan jelas lebih optimal karena mengandalkan dua sudut pandang sekaligus.

4. Catat perilaku

Photo by Ketut Subiyanto from Pexels

Tidak semua tindakan dalam sistem diingat dengan jelas oleh pengguna. Sebaiknya Anda mempertimbangkan menggunakan tool atau alat bantu tes yang dapat merekam perilaku mereka.

Google Analytics dan Hotjar adalah dua piranti yang kerap digunakan. Anda bisa memanfaatkannya untuk mencari tahu flow serta perilaku pengguna ketika berinteraksi dengan sistem. Percayalah, data ini akan sangat berguna bagi riset Anda!

Cara Analisis Empati

Memahami perilaku orang lain bisa jadi cukup tricky. Maksud dan tujuan dapat bersembunyi di balik kata-kata yang mungkin tidak ada hubungannya.

Terkadang saya menemui subyek riset yang tidak dapat mengutarakan maksud secara verbal dengan jelas. Ada juga tipe orang yang gesturnya begitu mengalihkan perhatian sehingga esensi pembicaraan menjadi kabur.

Dalam sesi riset, apa yang Anda tangkap perlu dicatat dan dipetakan. Hal ini akan memudahkan Anda membuat simpulan dengan baik.

Berempati terhadap pengalaman subyek riset adalah kuncinya. Agar lebih jeli, Anda dapat memanfaatkan piranti pemetaan bernama Empathy Mapping.

Ada dua jenis pemetaan empati yang bisa Anda gunakan. Saya menyebutnya Traditional Empathy Mapping dan Conventional Empathy Mapping.

Idealnya, pemetaan ini dilakukan ketika Usability Testing. Anda dapat melanjutkannya ketika proses wawancara dengan subyek riset.

Traditional Empathy Mapping

Traditional Empathy Mapping

Traditional Empathy Mapping adalah bentuk pemetaan paling mendasar. Terdapat empat bagian di sini: Says, Thinks, Feel, dan Does.

Says berisi hal apa saja yang dikatakan responden. Interaksinya verbal, artinya ujaran harus benar-benar terucap ketika sesi wawancara atau dalam situasi pendukung lain.

Thinks berisi hal apa yang kira-kira sedang dipikirkan oleh responden. Catat saja terlebih dahulu, kemudian tanyakan apa yang dipikirkan pengguna ketika sesi wawancara lanjutan.

Anda dapat saja menemui momen tertentu di mana pengguna sebetulnya memikirkan sesuatu tapi tidak mengakuinya. Jika ini yang terjadi, gali why atau alasan mereka. Anda niscaya akan mendapatkan temuan menarik.

Feels berisi apa yang dirasakan responden. Sama seperti bagian Thinks, Anda dapat membuat catatan terlebih dahulu, kemudian tanyakan kembali pada sesi wawancara lanjutan.

Sementara itu, Does berisi hal apa saja yang dilakukan pengguna selama berlangsungnya masa riset.

Menurut pengalaman saya, bagian Thinks dan Feels membutuhkan jam terbang tinggi agar Anda dapat benar-benar menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan responden.

Kadang, mengernyitkan dahi tanda berpikir. Di situasi lain, ekspresi serupa bisa memiliki arti berbeda. Anda perlu mengamati microexpression responden secara saksama dan menerjemahkannya.

Conventional Empathy Mapping

Conventional Empathy Mapping

Conventional Empathy Mapping disebut juga sebagai 6-Part Customer Empathy Map. Pemetaan ini kerap digunakan untuk keperluan pemasaran. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan turut digunakan dalam proses pengembangan produk.

Pada dasarnya, Conventional Empathy Mapping memiliki empat bagian yang sama dengan Traditional Empathy Mapping. Hanya saja, bagian Think bergabung bersama Feel dan Say menjadi satu dengan Do.

Perbedaan utama terletak pada tambahan kolom panca indera yaitu Hear dan See. Terdapat juga dua kolom tambahan yaitu Pain dan Gain.

Photo by Fabiano Rodrigues from Pexels

Think and Feel berfokus pada emosi dan perasaan responden. Anda perlu memerhatikan apa yang mereka rasakan, apa yang menjadi pertimbangan, bagaimana reaksi mereka terhadap sesuatu, dan lain sebagainya.

Untuk mengisi Say and Do, Anda perlu mengamati apa yang benar-benar dikatakan responden berikut apa yang mereka lakukan selama proses riset. Amati mendalam responden melakukan apa di situasi apa.

Hear artinya Anda perlu menggali apa yang didengar dan siapa yang didengar responden sebelum mereka melakukan suatu tindakan. Sebagai contoh, cari tahu siapa influencer yang mereka ikuti, pertimbangan apa yang memengaruhi keputusan responden, jenis musik apa yang mereka dengarkan, dan lain-lain.

Pada bagian See, Anda perlu menggali apa yang dilihat responden dan vosualisasi seperti apa yang menarik fokus pandangan mereka. Anda turut dapat menggali preferensi mereka, misalnya apakah lebih berfokus pada desain atau konten yang ada di dalamnya.

Untuk bagian Pain, Anda perlu mencari tahu hal apa yang menyulitkan atau membuat frustrasi responden ketika menggunakan layanan. Catat apa yang tidak mereka sukai, bagian mana yang membuat tidak nyaman, dan lain-lain.

Gain berarti Anda perlu mencari tahu tujuan responden selama proses riset. Kaitkan jugadengan sikap mereka ketika menggunakan layanan. Cari tahu tujuan mereka, hal apa yang mendorong mereka melakukan tindakan, nilai yang ingin mereka dapatkan, dan lain sebagainya.

Akhir kata, empati bukanlah sikap eksklusif yang hanya ditampilkan kepada pengguna saja. Sebagai UI/UX enthusiast, Anda perlu berempati dengan rekan satu tim, stakeholders, programmer, dan pihak lain yang mampu membantu Anda memberikan solusi permasalahan terbaik.

Sampai bertemu di lain kesempatan. Pesan saya, berempatilah tapi jangan lupa untuk berempati kepada diri sendiri.

“One of the most beautiful things I’ve learned while researching empathy is that as we realise empathy with “others”, we get better at realising empathy with ourselves.”

--

--