Anggaplah Dirimu Seorang Pengunjung

oleh His Holiness 14th Dalai Lama, Tenzin Gyatso

Nisvasati (to Inspire)
Nisvasati
5 min readJun 2, 2018

--

Waktu berlalu tanpa henti.

Ketika kita melakukan kesalahan, kita tidak dapat memutar balik waktu dan kembali mencoba. Yang bisa kita lakukan adalah menggunakan SAAT INI sebaik mungkin, sehingga ketika hari ajal tiba, kita dapat menoleh ke belakang dan menyadari bahwa hidup ini telah kita jalani secara maksimal, produktif, dan bermakna, di mana hal ini setidaknya membawa rasa lega. Jika tidak, kita mungkin sangat bersedih. Tapi mana di antara kedua kondisi tersebut yang akan kita alami, sepenuhnya tergantung diri kita.

Cara terbaik untuk memastikan agar kita bisa menghadapi kematian tanpa penyesalan adalah memastikan SAAT INI kita bertindak dengan penuh tanggung jawab dan berwelas kasih terhadap orang atau makhluk lain.

Sebenarnya, ini demi kebaikan kita sendiri dan bukan karena hal ini akan bermanfaat untuk kita di masa depan. Seperti yang bisa kita lihat, welas asih adalah salah satu hal utama yang membuat hidup kita bermakna. Welas asih adalah sumber kebahagiaan dan sukacita yang langgeng. Dan welas kasih adalah landasan bagi kehangatan hati, yakni hati yang bertindak atas dasar ingin membantu orang atau makhluk lain. Dengan kebaikan hati, dengan kasih sayang, dengan kejujuran, dengan ketulusan, dan dengan sikap yang adil terhadap orang lain, pastinya bermanfaat untuk diri kita sendiri.

Ini tidak butuh teori yang rumit. Ini urusan akal sehat. Tak teringkari bahwa kepedulian terhadap orang lain adalah hal yang berguna. Tak teringkari bahwa kebahagiaan kita tak lepas dari kebahagiaan orang lain. Tak dapat disangkal bahwa jika masyarakat menderita, kita sendiri juga menderita. Juga tak dapat disangkal bahwa semakin hati dan pikiran kita diliputi niat negatif, kita sendiri semakin menderita. Karena nya, kita tidak harus mengikuti agama, ideologi, atau pengetahuan tertentu yang didapat, tapi kita tidak bisa lepas dari kebutuhan akan cinta kasih dan welas asih.

Jadi, inilah agama saya yang sesungguhnya, keyakinan sederhana saya. Dalam konteks ini, tidak perlu vihara atau gereja, masjid atau sinagoge (tempat ibadah orang Yahudi), tidak perlu filsafat, doktrin, atau dogma yang rumit. Hati kita sendiri, pikiran kita sendiri, adalah tempat ibadah. Ajarannya adalah welas asih. Mengasihi orang lain serta menghormati hak dan martabat mereka, tidak soal mereka itu apa atau siapa: pada akhirnya itulah yang kita butuhkan. Selama kita jalankan hal ini di kehidupan sehari-hari, tidak soal apakah kita terpelajar atau tidak, apakah kita percaya pada Buddha atau Tuhan, menganut agama tertentu atau tidak sama sekali, selama kita berwelas asih terhadap orang lain dan bertindak dengan rasa tanggung jawab, maka tak perlu diragukan, kita akan bahagia.

Lalu, jika sesederhana itu, mengapa begitu sulit bagi kita untuk hidup bahagia? Sayangnya, meskipun kebanyakan dari kita menganggap diri kita penuh welas asih, kita cenderung mengabaikan akal sehat ini. Kita lalai menantang pikiran dan emosi negatif kita. Tak seperti petani yang mengikuti musim dan tidak ragu-ragu untuk menggarap tanah ketika waktunya tiba, kita menyia-nyiakan begitu banyak waktu untuk kegiatan yang tidak berarti. Kita begitu menyesal atas hal-hal sepele seperti kehilangan uang, tapi tidak melakukan apa yang benar-benar penting, tanpa sedikit pun rasa penyesalan. Ketimbang bersukacita atas kesempatan yang kita miliki untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan orang lain, kita hanya mencari kesenangan diri sendiri sedapat mungkin.

Kita tidak memedulikan orang lain dengan alasan terlalu sibuk. Kita kesana-kemari, penuh perhitungan, dan sibuk dengan panggilan telepon, menganggap ini lebih baik dari itu. Kita melakukan satu hal tetapi khawatir jika terjadi hal lain, lebih baik kita melakukan sesuatu yang berbeda. Dengan demikian, kita hanya menggunakan kemampuan manusia yang paling minimal dan mendasar. Terlebih lagi, karena tidak memperhatikan kebutuhan orang lain, tak terhindarkan akhirnya kita mencelakai mereka. Kita pikir kita sangat pintar, tetapi bagaimana kita menggunakan kemampuan kita? Seringkali kita gunakan itu untuk menipu sesama, memanfaatkan mereka, mengambil keuntungan untuk diri sendiri dengan mengorbankan mereka. Dan ketika sesuatu tidak berjalan seperti yang diharapkan, kita penuh pembenaran diri, dan menyalahkan mereka atas kesulitan kita.

Tapi rasa sentosa yang langgeng tidak bisa diperoleh dari mengejar dan mendapatkan objek-objek. Tidak soal berapa banyak teman yang kita punyai, mereka tidak bisa membuat kita bahagia. Memanjakan diri dalam kesenangan indrawi tak lain adalah gerbang menuju penderitaan. Itu seperti madu yang dioleskan pada mata pedang. Tentunya, tidak berarti kita harus membenci tubuh kita. Kita tidak bisa membantu orang lain tanpa tubuh ini. Tapi seyogianya kita tinggalkan jalan buntu yang dapat mencelakai.

Jika fokus kita hanyalah urusan keduniaan, maka hal yang benar-benar penting tak terlihat oleh kita. Tentunya, jika kita benar-benar bisa bahagia dengan itu, maka sepenuhnya masuk akal untuk hidup demikian, tapi itu mustahil. Paling-paling, kita hanya bisa lewati hidup ini tanpa terlalu banyak persoalan. Tapi ketika persoalan datang, di mana hal ini pasti akan terjadi, kita tidak siap. Kita tidak bisa mengatasinya. Kita putus asa dan tidak bahagia.

Oleh karena itu, dengan kedua tangan beranjali, saya memohon pada kalian, para pembaca, agar menggunakan sisa hidup kalian untuk hal-hal yang bermakna sebisa mungkin. Lakukan hal ini dengan menjalankan praktik spiritual sebisa kalian. Saya harap saya telah membuatnya jelas bahwa tidak ada misteri tentang hal ini. Intinya hanyalah bertindak atas dasar kepedulian terhadap orang lain. Dan asalkan itu dijalankan dengan tulus dan tekun, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah, secara bertahap kalian dapat mengubah kebiasaan dan sikap kalian sehingga kalian tidak terlalu picik memikirkan kepentingan diri sendiri dan lebih memikirkan orang lain. Dengan demikian, kalian sendiri akan menikmati kedamaian dan kebahagiaan.

Tinggalkan keirian hati, lepaskan hasrat ingin menang atau mengalahkan orang lain. Sebaliknya, cobalah memberi manfaat untuk mereka. Dengan kebaikan hati, dengan keberanian, dan keyakinan bahwa dengan melakukan itu, kalian pasti akan berhasil. Sambutlah orang lain dengan senyuman. Bersikaplah jujur dan tulus. Dan cobalah untuk tidak pilih kasih. Perlakukan semua orang seolah-olah mereka adalah sahabat dekat. Saya katakan hal ini bukan sebagai Dalai Lama atau seseorang yang memiliki kekuatan atau kemampuan khusus. Saya tidak punya kekuatan atau kemampuan khusus apa pun. Saya berbicara sebagai seorang manusia: seseorang yang seperti kalian, ingin bahagia dan tidak ingin menderita.

Jika karena alasan tertentu, kalian tidak bisa membantu orang lain, paling tidak, jangan mencelakai mereka.

Anggaplah diri kalian seorang pengunjung. Pandanglah dunia ini seperti dari angkasa, begitu kecil dan tidak berarti, namun begitu indah. Mungkinkah benar-benar ada sesuatu yang bisa diperoleh dari mencelakai orang lain selama keberadaan kita di sini? Apakah tidak lebih baik dan lebih masuk akal, untuk rileks dan menikmati diri dengan tenang, seolah-olah kita sedang mengunjungi lingkungan yang berbeda? Oleh karena itu, di tengah-tengah keindahan yang kalian nikmati, jika ada waktu sejenak, dengan cara sekecil apa pun, cobalah membantu mereka yang tertindas dan mereka yang karena alasan tertentu, tidak dapat atau tidak mampu menolong diri sendiri. Cobalah untuk tidak berpaling dari orang-orang yang penampilannya mengganggu, baik mereka yang compang-camping maupun mereka yang kurang sehat. Cobalah untuk tidak menganggap mereka lebih rendah darimu. Jika bisa, cobalah untuk tidak menganggap dirimu lebih baik daripada pengemis yang paling papa sekalipun. Saat di kuburan, kalian akan terlihat sama.

Saya ingin berbagi doa singkat yang sangat menginspirasi saya dalam upaya memberi manfaat untuk orang lain:

Di setiap saat, sekarang dan selamanya, agar saya menjadi:
Pelindung bagi mereka yang tanpa perlindungan
Pemandu bagi mereka yang tersesat
Kapal bagi mereka yang ingin menyeberangi lautan
Jembatan bagi mereka yang ingin menyeberangi sungai
Tempat perlindungan bagi mereka yang berada dalam bahaya
Pelita bagi mereka yang tanpa cahaya
Tempat bernaung bagi mereka yang tidak memiliki naungan, dan
Pelayan bagi semua yang membutuhkan.

***

Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh tim #Nisvasati.

--

--