Lo Bukan Badut yang Punya Kewajiban Bikin Orang Happy

Hebbie Agus Kurnia
No Drama
Published in
4 min readOct 11, 2019
Hebbie Agus Kurnia

Gue dulu sempat jadi seseorang yang paling hobi bikin semua orang senang. Gue selalu berpikir, pokoknya semua orang harus happy deh sama keputusan yang Gue ambil. Gue mencoba bertahan dengan prinsip Gue yang ini bertahun-tahun. Tapi yang Gue rasain, sepertinya Gue engga bisa happy dan engga bisa leluasa kalau masih berprinsip seperti itu. Gue seolah — olah berkata “YA” pada orang lain, tapi berkata “ENGGA” pada diri sendiri. Dan semakin hari, Gue melihat kenyataan yang ada bahwasannya kita sama sekali engga bisa membuat semua orang untuk happy atas keputusan kita. Meskipun itu baik dan memiliki manfaat yang luar biasa luas bagi orang banyak.

Kita bisa lihat Pak Presiden. Dalam mengambil keputusan, pasti ada saja media atau pengamat yang engga setuju dengan keputusannya. Contoh : RUU KPK, Lo bisa googling tentang isu tersebut. Beliau adalah orang nomor 1 di Indonesia, tapi engga menjamin beliau disenangi oleh semua rakyat Indonesia.

Nabi Nuh as. juga ditinggal oleh anak dan istrinya saat memutuskan untuk membuat bahtera besar. Seorang Nabi Nuh pun engga bisa membuat lingkaran terdekatnya untuk senang atas pilihannya.

Gue memilih untuk menjual klappertaart, jersey, kambing, dan lain sebagainya (saat yang lain sibuk sekolah, gue malah dagang) karena Gue yakin memilih jalan itu. Gue sama sekali engga memperdulikan orang — orang yang bilang Gue “tukang dagang” dulu. Sama sekali engga. Gue BANGGA dengan pilihan hidup Gue. Gue sangat mencintai pilihan hidup Gue. Gue rasa pilihan hidup Gue engga menguras uang siapapun kan? Engga membuat orang lain sakit kan? Terus untuk apa Gue berhenti?

Tujuan hidup kita adalah untuk bahagia di dunia dan akhirat.

Kita kadang suka berfokus sama orang-orang yang engga suka sama kita. Itu jelas MASALAH. Coba lihat lagi, sadari lagi, lebih banyak mana orang yang engga suka dengan kita sama orang yang peduli dan sayang sama kita? Insya Allah lebih banyak jumlahnya yang peduli dan sayang sama kita. Kalaupun Lo merasa lebih banyak yang orang yang engga suka, coba introspeksi. Alangkah lebih baik bila kita berfokus kepada orang-orang yang tulus peduli dan sayang dengan kita.

Umur kita terlalu pendek untuk memikirkan orang yang engga suka sama kita.

Tapi bukan berarti kita ikut membenci orang yang engga suka sama kita. Gue orangnya traumatik ya, terkadang kalau Gue disakiti atau ada yang membuat Gue malu, kesal, bahkan marah besar yang sampai kena hati banget, Gue cenderung menghindar untuk engga bertemu.

Gue maafin, Gue berdamai dengan orang itu, tapi Gue sangat membatasi untuk bertemu lagi dengan orang-orang yang membuat luka.

Tentu beberapa orang punya caranya sendiri untuk mengatasi “drama” interpersonal ke orang lain. Ibarat The Sims, gue tuh langsung aja “Relationship Meter” nya 0 aja biasa. Engga ada dengki, engga ada kesel, engga ada dendam. Balik lagi ke 0. Ada yang begini juga?

  • Orang yang engga suka sama kita engga akan menghasilkan “uang” untuk kita
  • Biarkan itu menjadi pilihan mereka untuk engga suka sama kita. Kita fokus berkarya saja, insya Allah lebih solutif!
  • Orang-orang yang peduli dan sayang sama kita, lebih pantas mendapatkan kesenangan dari kita.

Seperti cerita Gue di awal, saat Gue mendengar banyak komentar dari orang banyak tentang klappertaart Gue, yang Gue yakini adalah kalau komentar itu baik, Gue akan jadikan itu sebagai rasa syukur yang luar biasa. Tapi kalau itu buruk, seperti saat Gue melihat ada klappertaart yang dibuang di tong sampah dan masih utuh, Gue jadikan itu introspeksi mendalam. Dibilang bencong pun, Gue cuek aja. Gue engga memperdulikan itu. Yang Gue pedulikan adalah bagaimana Gue menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak.

Dan selalu ingat, kita engga akan pernah bisa membahagiakan semua orang.

Belajarlah untuk “cuek”, namun dalam arti yang positif.

Anna-Maija Tolppanen, peneliti dari University of Eastern Finland yang terlibat dalam riset soal sinisme dan demensia, mengatakan sudah ada studi yang menyebut orang yang mudah sinis lebih cepat meninggal atau kesehatannya buruk. “Belum ada (pula) yang menghubungkan sikap sinis dengan demensia. Namun, ada studi yang menyebutkan orang yang terbuka dan optimistis punya risiko lebih rendah terserang demensia,” kata Tolppanen.

Penelitian tersebut menurut Gue sudah sangat jelas, bahwasannya kita punya hidup masing-masing yang harus dijalani dan disyukuri. Kalau masih sinis juga, engga bagus buat kesehatan. Kalau disinisin? Urusan dia, yang sakit mah bukan kita.

Jadi dari sini juga ada sebuah pesan :

Rezeki orang lain, yang memberikan itu Allah langsung. Allah aja ridho, masa kita engga?

Baik dari sudut pandang yang dibenci maupun yang membenci, selalu ingat bahwa kehendak Allah ada diantara keduanya.

Kalo lo suka sama tulisan gue, silahkan beri “Clap”. Kalo lo rasa tulisan gue bermanfaat, silahkan Share tulisan ini di media sosial lo. Semoga kebermanfaatan ini terus berlanjut!

Hubungi gue disini :

Instagram : @hebosto
Website : www.hebosto.com
Podcast : www.hebosto.com/podcast

--

--