Tentang Stafsus Milenial.

Aktsa Efendy
Nukilan Media
Published in
3 min readMay 6, 2020
Integritas, etika bisnis, & menduduki takhta bean bag.

Sepertinya, eksistensinya stafsus milenial memang membuat pusing orang-orang, tapi lumayan dapat menjadi bahan guyon, sekaligus pelajaran, lho. Orang kalau dipikir-pikir mereka itu first generations milenial di pemerintahan, and many yet to come.

Nampaknya asik juga, menilai seberapa milenialnya Belva Devara & Andi Taufan Garuda Putra, hehe.

Entah, menurut saya bahwasannya hadirnya stafsus milenial (aduh, “milenial”) itu memang hanya sebatas menjadi bahan narasinya Pak Presiden untuk supaya tetap relate dengan jaman, buat apa dia kastem motor Chopper dan pakai Vans Metallica, dan susah-susah naruh bean bag sambil duduk di lantai sama tujuh anak muda kalau bukan untuk relate sama millenials itu?!

Entah nyambung atau engga, kesukaan Pak Presiden dengan band-band rock nyatanya berpengaruh dengan line up “band” nya yang tiba-tiba hengkang sendiri.

Sedikit tarik mundur, ketika Andi Taufan mengirim surat untuk para camat di Sumatera untuk kerja sama terkait penanganan Corona bersama perusahaan fintech P2P Amarthanya itu, sorotan terhadap inisiatif ini amat besar sekali. Padahal, peran Andi sejatinya sebatas menjadi penasihat terpercaya Pak Presiden. Ucuk ucuk ucuk, kok malah kerjasama dan melangkahi kepala daerah di bawahnya. Disengaja atau tidak, dia menggunakan kop Sekretariat Kabinet. Belum lagi dengan kesalahan KBBInya yang saya yakin tidak akan dimaafkan Ivan Lanin.

Kemudian ada Belva. CEO Ruangguru yang berhasil menjadi mitra program Kartu Prakerja dengan anggaran miliaran, kemudian tiba-tiba mundur setelah dihajar netizen habis-habisan. Sepertinya tekanan amat berat alhasil deru bising publik terkait konflik kepentingan (lagi, & lagi). Merasa terserang, kemudian ajaibnya dia langsung introspeksi diri.

Setelah itu, kedua-duanya, baik Belva maupun Andi, resign.

Mungkin, mereka berdua memang belum siap berdiri tegak di pemerintahan dan menerima segala ucapan publik yang setajam ucapan ibu kos. Padahal, mereka belum merasakan saja dibedah habis-habisan dengan shitpost ala-ala Luhut. Atau mungkin karena Luhut ini memang boomer yang amat chill dan tidak peduli terhadap omongan tetangga, sedangkan bung Belva dan bung Andi adalah “milenial” yang mengerti segala omongan netizen? Bisa jadi.

Kalau dipikir-pikir, sebagai “prototipe” awal para millennials pertama yang mendampat “panggung” di pemerintahan, Bung Belva dan Bung Andi ini millennials banget, lho.

Sebuah laporan dari Gallup pada 2016, yang berjudul: “How Millennials Want to Work and Live”, bilang katanya ada empat karateristik seorang millenial, yaitu:

1. Tidak memiliki attachment yang berlebih pada pekerjaan dan brand yang mereka konsumsi

2. Millenials terhubung melalui internet, sehingga mereka memilih perspektif global

3. Perspektif mereka menyebabkan mereka memiliki pendekatan yang berbeda pada cara bekerja yang “umum” dan mereka cenderung ingin bebas dari peraturan kantor dan standar perusahaan.

4. Mereka percaya bahwa hidup dan pekerjaan mereka harus memiliki makna.

Woooow tercengang enggak, benar-benar sesuai ya karateristik dari Gallup ini dengan mereka berdua yha?!

Saya paham. Menjadi bahan guyonan nasional itu tidak enak, apalagi sampai dipertanyakan idealisme diri. Saya yakin bahwa pada mula nya, baik perusaahan pribadi maupun keterlibatan di pemerintahan merupakan “eksplorasi” makna masing-maskng pribadi. Tapi tentu, Belva dan Andi tidak pernah mau citranya rusak karena beban sebagai stafsus rawan akan celaan netizen. Makannya ungkapan “hati-hati di internet” itu emang sebenarnya benar ada.

Tapi sejujurnya, saya betul-betul mendoakan yang terbaik untuk bung Belva dan Andi kedepannya. Semoga dapat mengkokohkan integritas dan selalunya mempraktikkan etika bisnis yang sepatutnya.

Netizen memang kejam. Sayapun enggan sejujurnya digoreng oleh mereka.

Tapi saya juga enggak duduk-duduk sama presiden di bean bag depan istana negara sih.

So, what do I know?

***

Ditulis oleh Denissa Almyra Putri
Creative Director (denissa@nukilan.co)
Divisualisasi oleh Aktsa Efendy
Managing Editor (aktsa@mejakita.com)
Disunting oleh Aktsa Efendy & Dzaki Aribawa
Managing Editor (aktsa@mejakita.com) & Editor-in-Chief (dzaki@nukilan.co)

Diterbitkan oleh Redaksi Nukilan Media (redaksi@nukilan.co)

--

--

Aktsa Efendy
Nukilan Media

Pseudo educational activist. UWashington Econs ’24. I write when I’m pissed. Challenging the educational status quo with @MejaKita (www.mejakita.com).