Mengunjungi Kembali 2020

Numpang Menulis
Numpang Menulis
Published in
5 min readMar 8, 2021
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

We can never know what to want, because, living only one life, we can neither compare it with our previous lives nor perfect it in our lives to come
The Unbearable lightness of Being oleh Milan Kundera

2020 telah berlalu, namun kisahnya tak seketika bermakna dahulu.

2020 menjadi tahun dimana aku banyak menamatkan judul buku yang selama ini hanya bertumpuk di daftar bacaan. Suatu hal yang cukup membanggakan, namun juga cukup memprihatinkan karena itu adalah indikasi aku memiliki terlalu banyak waktu luang. Bukan sesuatu yang buruk. Memiliki waktu luang adalah hal yang sangat melegakan. Waktu luang membuka ruang dalam diri kita untuk menjelajah hal baru. Namun perngertian ini sedikit berbelok untuk 2020 karena keistimewaan yang dimilikinya. Aku, kau, dan kita semua dipaksa memiliki sedikit lebih banyak waktu luang karena kita pada akhirnya dipaksa kembali untuk merenung. Apa tujuan hidup ini. Apa hal yang ingin kita raih jika mencapai esok saja harus dilakukan dengan gigih? Hal kecil apa yang ingin kita kembalikan menuju normal andai saja semua ini tidak terjadi?

Kutipan dari buku The Lightness of Being yang aku baca menjelang akhir tahun lalu adalah rangkaian kalimat yang lebih kurang menggambarkan kehidupanku dan (mungkin) kehidupanmu. Tidak ada hal yang benar-benar bisa kita lakukan selain bertahan. Kita tak bisa seenaknya membandingkan, ataupun menyempurnakan hal yang telah terjadi. Kita hanya bisa melihat aliran sungai dari tepi. Berharap bahwa semua hal yang terjadi pada 2020 akan bermuara ke ujung yang penuh pengharapan.

***

Ada beberapa cerita yang ingin aku bagikan, namun aku bingung harus memulainya darimana. Ada cerita suka, tetapi lebih banyak kisah duka. Kupikir akan lebih baik jika katalog cerita-cerita ini kusimpan untukku sendiri saja dan kubagikan kelak jika aku telah menemukan maknanya.

Aku tidak bisa katakan aku melalui 2020 dengan baik dan cemerlang, penuh dengan optimisme bahwa aku akan baik-baik saja. Nyatanya ada hal yang harus kutunda sampai waktu yang belum bisa ditentukan, mengambil 3 langkah mundur, dan terpaksa duduk diam mengamati keadaan. Situasi yang sungguh membuatku tidak berdaya. Tenaga, hasrat, dan ide-ide rasanya mampet tersumbat dalam waktu yang berjalan lambat.

Di 2020 banyak orang berusaha sekuat tenaga untuk tetap berada diambang batas.

Banyak yang mampu bertahan dengan baik, dengan sumberdaya yang mencukupi, namun tak sedikit pula yang harus mati-matian mengapung ditengah situasi dan kondisi yang sulit. Keadaan ekonomi merosot tajam, pola hidup berubah drastis, permasalahan yang semula tak ada mendadak muncul ke permukaan.

Mendadak kita semua menyadari pentingnya mencuci tangan, akses internet cepat, dan kegiatan bertemu dengan sahabat dan kolega. Kegiatan keagamaan dilarang, hari raya di rumah, komunikasi tanpa tatap muka dan hanya tatap layar, nongkrong di kafe tanpa khawatir, reuni di acara pernikahan teman hanya tinggal di tahap wacana. Segala hal yang terlihat sepele saat normal menjadi sesuatu yang paling kita rindukan pada masa pandemi.

Tanpa sadar kita memiliki banyak privilese yang sering kita abaikan karena kemudahan-kemudahan yang selama ini ditawarkan oleh hidup.

Aku beruntung aku masih memiliki pekerjaan saat pandemi, sesuatu yang amat sangat kusyukuri. Aku jadi sangat menghargai nilai uang dan menyadari setiap sennya berharga. Aku memang belum bisa banyak menyumbang atau membantu untuk orang-orang yang membutuhkan, tapi aku berusaha untuk selalu memastikan keadaan orang-orang di sekitarku, seperti tetangga, kerabat, dan kawan. Setiap mereka membutuhkan bantuan aku berusaha semampuku untuk membantu. Ketika kawan baikku tertular COVID dan harus kehilangan Ayahnya, kupastikan aku selalu ada memberikan dukungan psikis saat Ia butuh bercerita.

***

Bagiku 2020 adalah tahun akan kekhawatiran tak berujung atas kondisi kesehatan orang tuaku. Bapak berada di usia rentan tertular dan terinfeksi COVID. Sementara itu setiap hari masih melakukan pekerjaan hariannya, yaitu memelihara kambing dan mencari rumput. Bapak, dengan fisik yang mulai lemah, tak urung sering jatuh sakit. Selain itu posisinya sebagai ketua RW membuatnya kerap harus bertemu banyak orang. Belum lagi jika membicarakan kebiasaan bapak-bapak di komplek rumahku yang hobi menghabiskan waktu di teras rumahku hingga tengah malam layaknya situasi normal. Kekhawatiranku pada kesehatan Bapak yang tak ada hentinya tanpa kusadari juga sangat melelahkan. Aku bahkan tak terlalu peduli pada keadaan diri dan mentalku.

Selain kisah-kisah kesulitan hidup, 2020 adalah tahun tentang penemuan diri. Tak pernah kubayangkan sebelumnya aku akan membuat akun instagram, dan hebatnya kuisi dengan ilustrasi yang kugambar sendiri. Aku tidak pernah percaya diri dengan kemampuanku dalam hal seni, utamanya menggambar. Kakakku sangat jago menggambar, gambarannya persis seperti manga jepang Slamdunk atau Detective Conan. Sangat mendetail. Hal ini membuat gambar buatanku seperti corat-coret anak SD. Tetapi entah darimana kudapatkan keberanian untuk akhirnya menunjukkan karyaku pada orang lain melalu platform digital.

Aku banyak mendapat pencerahan dari kicauan Pinotski, seorang animator asal Indonesia yang saat ini berbasis di New York. Aku menemukan dunia baru yang bisa kusinggahi saat hati dan pikiranku mulai penat. Dan meski aku baru memulai, komunitas seni yang aku jajaki sangat suportif. Aku merasa jauh lebih baik. Hidupku terasa jauh lebih berwarna dan imajinatif, sebuah pelarian dari rutinitas normal baru yang tak pernah lepas dari layar.

Menggambar di atas kertas, mengoles cat air, mengombinasikan warna, menjadi kegiatan yang therapeutic. Jiwa anak-anak yang bebas yang selama ini tersembunyi mendapatkan kembali tempatnya dan menyalurkan pemikirannya. Suatu hal yang menurutku sangat istimewa dan pantas kurayakan.

***

Dunia belum menunjukkan tanda-tanda menuju pulih. Sedikit turun, banyak naik. Agaknya kita diminta untuk bersabar untuk waktu yang sedikit lebih lama. 2020 adalah tahun yang luar biasa dalam berbagai hal. Banyak cerita mewarnai perjalannya. Tahun istimewa yang didominasi oleh warna biru dan abu-abu. Tahun yang penuh air mata, tetapi juga penuh dengan pelajaran berharga.

Pandemi menyerang tanpa aba-aba dan menghajar dunia tanpa jeda. Dalam keadaan serba tak pasti kita semua dipaksa untuk sejenak berhenti. Kembali bertanya pada hati apa makna dan tujuan hidup ini. Kembali menata diri untuk kembali pada yang hakiki. Melewati masa ini bukan perkara ringan, tapi setidaknya kita melewatinya bersama-sama sambil bergandengan tangan. 2020 selamanya akan terpatri abadi sebagai waktu kita berserah diri dan refleksi tanpa henti.

Aku berdoa semoga 2021 memberi energi positif yang lebih menguatkan kita sebagai manusia, menjadikan kita semakin peduli pada sekitar sebagai individu.

But let us get one thing straight: the best years of our lives are not behind us. They’re part of us and they are set for repetition as we grow up.”
The Opposite of Loneliness Essays and Stories oleh Marina Keegan

Ditulis oleh Melani

--

--