Tentang 2020

Numpang Menulis
Numpang Menulis
Published in
4 min readMar 8, 2021
Photo by Andrey Metelev on Unsplash

Pandemi covid-19 akan selalu berada dalam ingatan setiap manusia di planet ini. Kita telah melalui banyak hal akibat pandemi ini. Sekarang di bulan Februari 2021, pandemi masih belum selesai. Banyak hal menyakitkan yang kita alami di tahun lalu masih akan berlangsung. Kita semua masih harus melalui hari-hari yang akan datang seperti kita berada di tahun 2020. Entah sampai kapan kita harus melalui hari-hari seperti ini. Entah sampai kapan kita sanggup untuk tetap bertahan.

Meskipun kita tengah berada di tengah masa yang suram, saya yakin tetap ada cerita atau pengalaman menarik yang bisa dijadikan pelajaran hidup. Ada dua hal yang akan selalu saya ingat dari tahun 2020. Pertama adalah pengalaman saya menjadi relawan untuk membantu kawan-kawan transpuan. Kedua, adalah waktu bersama keluarga di rumah. Kali ini saya akan mencoba merefleksikan kedua hal ini di tulisan ini. Dua hal ini sangatlah spesial bagi saya. Sepertinya akan mengubah cara pandang saya terhadap beberapa hal.

Meningkatnya sentimen negatif dan perilaku diskriminasi terhadap kawan-kawan Transpuan nampaknya tidak akan surut dalam waktu dekat. Menguatnya kaum-kaum konservatif kolot di arena politik Indonesia adalah salah satu penyebab banyak kaum minoritas dan rentan tidak kunjung mendapat kehidupan yang telah dijanjikan oleh negara ini. Mereka yang berkuasa dan memiliki kekuatan banyak menggunakan isu agama demi keuntungan mereka sendiri membuat beberapa kelompok menerima dampak negatif dari tindakan ini. Salah satunya adalah teman-teman Transpuan.

Selama pandemi ini masih berlangsung, kelompok Transpuan di berbagai daerah di Indonesia belum mendapat bantuan resmi dari Pemerintah. salah satu hal yang menghambat mereka mendapat bantuan adalah karena mereka tidak memiliki identitas seperti KTP. Tidak memiliki KTP membuat nama mereka tidak terdaftar sebagai calon penerima bantuan sosial selama pandemi. Pada akhirnya, mereka hanya bisa bertahan dengan apa yang mereka miliki. Itu pun tidak banyak.

Beberapa teman saya berinisiatif untuk membentuk sebuah gerakan untuk menyalurkan donasi berupa uang tunai dan sembako kepada kawan-kawan Transpuan. Tak disangka gerakan banyak mendapat dukungan dari banyak pihak. Beberapa bantuan pun datang dari kawan yang berada di luar negeri. Gerakan bantuan untuk Transpuan berhasil membantu ratusan kawan-kawan yang tersebar di area Jabodetabek, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Malang, Surabaya, Bali, hingga NTT. Kami tim dari gerakan sangat bersyukur atas bantuan kawan-kawan. Bantuan dari berbagai pihak telah membantu kawan-kawan Transpuan untuk melalui tahun 2020.

Efek yang tidak kami duga adalah banyaknya perhatian media kepada gerakan ini. The Jakarta Post dan Tribunnews membuat video liputan tentang perjuangan kawan-kawan Transpuan menghadapi kehidupan di era pandemi. Majalah National Geographic mejadikan kawan-kawan Transpuan sebagai liputan utama mereka. Ketika beberapa kawan Transpuan mengalami musibah, banyak pihak justru bersimpati. Saya kira mereka akan mencaci seperti biasanya. Kami menganggap sikap masyarakat yang mulai sedikit berubah adalah hal baik. Masih banyak kawan Transpuan yang mengalami diskriminasi sampai hari ini. Setidaknya perubahan kecil ini adalah sebuah progres yang baik menuju penerimaan secara luas.

Saya tidak pernah membayangkan bisa kembali bersama keluarga selama hampir tujuh bulan. Saya bersyukur memiliki kesempatan untuk bekerja dari rumah tahun lalu. Saya beruntung karena bisa kembali ke rumah sebelum seluruh penerbangan komersial diberhentikan sebagai langkah menghentikan laju penyebaran virus covid-19. Saya merasa ini adalah kerja dari alam semesta untuk mengembalikan saya kepada keluarga.

Dari rumah, saya bisa melihat dengan jelas dampak mengerikan pandemi ini terhadap perekonomian di Bali. PHK dimana-mana. Banyak toko dan hotel tutup. Kawasan pariwisata yang biasanya ramai turis terlihat seperti kota hantu. Sebelumnya saya tidak pernah melihat pemandangan semengerikan ini. Bali sudah berkali-kali dihantam oleh krisis ekonomi. Namun, dampak yang ditimbulkan tidak separah ini.

Meskipun berada di Bali, saya lebih banyak menghabiskan waktu berada di rumah. Saya sangat ingin jalan-jalan dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan menghabiskan waktu di pantai atau tempat wisata lainnya bersama keluarga atau kawan saya di Bali. Karena saya jarang kembali ke Bali, seharusnya ini menjadi sebuah kesempatan untuk memuaskan hasrat berpetualang dan melepas rindu bersama mereka. Namun, kali ini kita semua harus berada di rumah untuk menjaga diri sendiri maupun orang lain supaya tidak tertular virus covid-19.

Berada di rumah membuat saya merefleksikan tentang keluarga. Saya merasa beruntung kami semua masih sehat sejauh ini. Kami masih memiliki tempat tinggal, pekerjaan, dan banyak sumberdaya untuk bertahan hidup. Sebelumnya saya tidak terlalu sering memikirkan hal ini. Selain itu, saya juga memikirkan setiap momen kebersamaan dengan keluarga. Saya dan adik saya yang kuliah di Jogja dapat kembali ke rumah tepat waktu. Banyak orang yang tidak dapat kembali ke rumah masing-masing dan terjebak di tanah rantau menghadapi pandemi sendirian. Sekarang saya memikirkan hal ini dan merasa sangat bersyukur. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa jika saya harus berada di dalam kamar kos selama tujuh bulan sendirian.

Ketika harus kembali ke Jakarta saya merasa sedih. Saya merasa masih membutuhkan lebih banyak waktu bersama keluarga. Meskipun sudah hampir tujuh bulan, entah kenapa masih terasa kurang. Saya merasa belum memanfaatkan waktu di rumah sebaik-baiknya. Masih banyak hal yang saya dan keluarga belum saya lakukan. Kapanlagi saya bisa memiliki waktu sebanyak ini bersama keluarga. Sambil menunggu dipanggil untuk naik ke pesawat, saya melihat matahari terbenam sebagai penutup kunjungan kali ini.

Tahun 2020 akan selalu menjadi topik pembicaraan bagi generasi yang hidup melalui pandemi covid-19. kita melalui banyak hal sulit, kita kehilangan, dan kita juga mendapat pelajaran selama bertahan melaluinya. Saya banyak berubah. Sebelumnya saya tidak nyaman dengan kawan-kawan Transpuan. Nilai-nilai maskulinitas beracun dalam diri saya membuat saya menilai mereka bukan sebagai manusia seutuhnya. Sekarang pandangan itu mulai luntur. Sebelumnya saya tidak pernah memikirkan arti dari pergi untuk pulang. Sekarang saya belajar bahwa saya harus hidup seutuhnya setiap hari, karena saya tidak akan pernah bisa mendapatkan kembali waktu yang telah lewat.

Ditulis oleh Blikrishna

--

--