Menanti Hidung Ganjar Pranowo Memanjang

Nurcholis Art
nurcholisart
Published in
3 min readMar 31, 2017

Saya lahir di kawasan perkotaan. Sejak kecil, ibu sering membelikan saya buku-buku bergambar dengan kertas tebal. Di dalamnya, saya bisa membaca dongeng-dongeng yang sangat mengasyikkan. Misalnya saja dongeng tentang Bambabiru dan tujuh lumba-lumba. Seingat saya, ibu membelikan buku dongeng itu dari pedagang buku di pinggir jalan. Kami membelinya saat saya sedang berobat di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.

Ibu juga pernah membelikan buku dongeng Pinokio. Saya tak terlalu ingat kapan ibu membelikannya. Tapi saya ingat betul jalan cerita dongeng itu. Pinokio adalah sebuah boneka kayu milik paman Gepeto, seorang tukang kayu. Paman Gepeto kesepian lantaran tak memiliki seorang pun anak. Ia berangan-angan untuk memiliki seorang anak. Lalu, pada suatu malam, akhirnya angan Paman Gepeto akhirnya terwujud saat Pinokio, boneka kayunya, disihir oleh seorang/seekor peri (saya bingung menyebut peri sebagai apa) menjadi anak kecil.

Peri tersebut, saat menyihir Pinokio menjadi hidup, ternyata juga menyihir Pinokio agar kalau dia berbohong, hidungnya akan memanjang. Terus bertambah panjang sedikit demi sedikit tatkala dia berbohong. Nah Pinokio yang bandel, senang sekali berbohong. Akhirnya hidungnya betulan bertambah panjang. Di akhir cerita, Pinokio menyesal karena telah berbohong. Dia meminta sang peri mengembalikan bentuk hidungnya seperti semula.

Ingatan saya akan dongeng Pinokio dapat tertancap dalam ingatan saya mungkin karena ibu sering betul menakut-nakuti saya. “Jangan bohong, nanti hidungnya panjang kayak Pinokio.” Tapi, saya yang memang pada dasarnya bandel ini, masih saja sering berbohong. Dari pada saya diomeli, kan.

Mengingat dongeng Pinokio hari ini, saya sering kali tertawa-tawa sendiri, tatkala melihat para pejabat yang doyan sekali membohongi rakyatnya sendiri. Dalam hati, saya sering berandai, “Ah coba hidungnya jadi panjang.” Nah perihal dongeng Pinokio ini saya juga jadi ingat Ganjar Pranowo yang sering betul membohongi rakyatnya sendiri. Saya selalu menunggu-nunggu, kapan hidungnya memanjang seperti Pinokio.

Misalnya saja Ganjar berbohong kalau tuannya adalah rakyat seperti yang dia pasang dengan percaya diri di setiap akun media sosialnya. Lah bagaimana mungkin tuannya rakyat, kalau rakyat saja dibohongi terus sama dia.

Lalu juga soal kampanyenya yang dengan bangga berucap, “Jawa Tengah ijo royo-royo.” Lah, bagaimana mungkin ijo royo-royo kalau izin lingkungan pabrik semen PT Semen Indonesia saja dia bela mati-matian. Mending kalau pabrik semennya dibangun dengan asas kejujuran. Nah, pabrik semen di Rembang misalnya, dibangun di atas lapisan kebohongan.

Soal dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) misalnya. Di Amdal katanya titik-titik gua dan mata air berada di luar lokasi tambang. Eh tapi ternyata gua-gua dan mata air tersebut berada di areal penambangan.

Lanjut soal Ganjar, dia pernah bilang kalau warga mau menggugat izin lingkungan PT Semen Indonesia, silahkan gugat ke pengadilan. Ganjar katanya akan menaati putusan pengadilan. Tapi ternyata, saat di Mahkamah Agung warga Rembang sudah memenangkan gugatan izin lingkungan PT SI, ternyata Ganjar malah menerbitkan izin lingkungan yang baru.

Ya, memang sempat dicabut dulu izin lingkungan yang lama. Tapi habis itu diterbitkan lagi izin yang baru. Itu sih namanya sama saja dengan mengakali putusan pengadilan. Padahal si Ganjar ini Sarjana Hukum. Dia harusnya mengerti hukum dan taat pada hukum! Ini kan sudah kebohongan berlapis-lapis namanya.

Jadi sekarang, kita tinggal tunggu saja kapan hidung si Ganjar mulai memanjang (mumpung hari jum’at saat doa diijabah, hehe). Kalau perlu, kita sama-sama menghitung, berapa kali dia membohongi rakyat. Nanti kalau tidak diawasi, bisa bohong juga tuh orang sama panjang hidungnya! Jadi, kapan hidung si Ganjar mulai memanjang? Dan kalau misalkan Ganjar nanti menyesal, kira-kira, dia akan minta ampunan ke siapa ya? Ah, mungkin saja ke mamak banteng (mengutip pemilik blog ini), Mewagita Sukirnoputri, sang peri pusat suri teladan.[]

--

--