SCIENCE. ASTROPHOTOGRAPHY.

Apakah Anda Melihat Supermoon?

Salah satu momen langka ketika Supermoon dan Harvestmoon terjadi bersamaan. Anda beruntung jika sempat melihatnya.

Rudi Widiyanto
Nusantara Banget

--

Penampakan Supermoon dari langit Jakart. Dok.Pribadi. Diabadikan dengan Celestron Travelscope 80 dan Samsung FE Notes.

Supermoon adalah fenomena bulan purnama yang terjadi bersamaan dengan perigee bulan, yaitu titik di mana bulan berada paling dekat dengan Bumi dalam orbit elipsnya. Pada saat Supermoon, bulan dapat terlihat hingga 14% lebih besar dan 30% lebih terang dibandingkan bulan purnama yang terjadi saat bulan berada di apogee.

Pada tanggal 18 September, Supermoon ini bertepatan dengan Harvest Moon, yang merupakan bulan purnama terakhir di musim panas sebelum memasuki musim gugur. Harvest Moon terjadi paling dekat dengan ekuinox musim gugur, biasanya di bulan September, dan terkenal di belahan Bumi Utara karena memberikan cahaya yang cukup untuk membantu petani dalam memanen tanaman mereka di malam hari.

Saya berkesempatan memotret Supermoon di langit Jakarta. Sejak tanggal 16 September, saya telah memantau pergerakan bulan dan mencari posisi yang memungkinkan untuk memotret bulan di antara gedung pencakar langit Jakarta. Awalnya, saya ingin menampilkan bulan di antara deretan gedung tinggi, namun permukaan bulan menjadi tidak terlihat jelas. Akhirnya, saya memutuskan untuk memotret bulan secara close-up.

Dok.pribadi. Celestron Travelscope 80

Pada tanggal 17 September, saya memantau pergerakan awan. Beruntung, pengalaman saya selama 8 tahun berdinas di BMKG memungkinkan saya untuk mengamati kondisi awan dengan baik. Sejak tanggal 16 September, meskipun bulan sudah muncul di ufuk timur, selalu terganggu oleh awan yang bergerak dari selatan ke utara. Hal ini berlangsung hingga sekitar pukul 20.30 WIB. Setelah itu, angin dan awan sangat bersahabat, dan bulan masih dalam jangkauan teleskop.

Pada tanggal 18 September, saya telah mempersiapkan diri setelah makan malam dan berangkat keluar untuk melakukan pengamatan menjelang pukul 20.00. Sesuai perkiraan, awan mulai berkurang, dan purnama berada pada ketinggian optimum untuk diamati. Merakit teleskop tidak terlalu rumit, hanya memerlukan waktu kurang dari 7 menit. Namun, melakukan koreksi sudut pandang dan pembesaran lensa memerlukan kesabaran.

Celestron Travelscope ini mudah dirakit, tetapi sangat peka terhadap getaran, yang sebaiknya dihindari saat memotret benda langit. Saya mengatur pembesaran lensa secara perlahan sambil menyiapkan smartphone di eyepiece 10mm.

Voila!

Setelan foto untuk memotret purnama.

Walaupun Jakarta penuh dengan polusi cahaya, ternyata kita masih bisa melakukan pemotretan purnama. Hasilnya mungkin masih jauh dari profesional, tetapi saya cukup bangga dengan hasil ini.

Sepertinya saya perlu menabung lagi untuk membeli teleskop yang lebih stabil. Bolehkan sayang? … ujar saya kepada istri.

Ad Astra.

✍️ — Diedit dan Diterbitkan oleh Tim PNB, di Publikasi ꈤꀎꌗꍏꈤ꓄ꍏꋪꍏ❤ꌃꍏꈤꁅꍟ꓄. Klik di sini untuk pengajuan menjadi penulis (Publikasi Nusantara Banget).

--

--

Rudi Widiyanto
Nusantara Banget

Psych Graduate who love to observe life, diving into astronomy, and riding fast-evolving AI. What's yours?