Berlari Pada Mimpi Konservasi

dithaa
Nyarita
Published in
4 min readJul 15, 2024

Sebelum memulai tulisan yang mungkin terdengar klise, aku ingin membagikan sebuah lirik dari lagu yang memberi kesan mendalam ketika aku mendengarnya untuk pertama kali.

The world in Technicolor (Ooh-ayy)

Shone so bright, but (Ooh, ooh-ooh)

The black-and-white perspective

Drains the colors away (Oh, oh, oh)

KANGTA, BoA, U-KNOW, TAEYEON, LEETEUK, ONEW, SUHO, IRENE, TAEYONG, MARK, KUN & KARINA — The Cure (English Translation) Lyrics

Photo by CHUTTERSNAP on Unsplash

Sebagai seseorang yang mengaku menyukai literasi karena merasa nyaman dengan konten yang disediakan oleh majalah National Geographic Kids, sebenarnya aku merasa cukup malu karena belum memberikan kontribusi nyata kepada lingkungan. Jika dipikirkan kembali, satu-satunya kegiatan yang pernah aku lakukan yang berhubungan dengan ekosistem hanyalah menjadi Pahlawan Hemat Energi di SMP Darul Hikam pada tahun 2017.

Tetapi, tampaknya titik balik dalam menghargai lingkungan terjadi ketika aku mulai merapikan kehidupan setelah kekacauan.

Sepertinya benar ucapan orang-orang, bahwa ketika satu masalah terpecahkan, masalah lain pun dapat terselesaikan.

Setelah dua tahun, aku memutuskan untuk mendownload kembali aplikasi media sosial seperti Instagram, Twitter, Weibo, dan Discord. Aku menjelajahi beranda, menghapus beberapa pengikut dan yang diikuti, serta mengikuti beberapa orang yang aku rasa dapat memberikan manfaat. Diantaranya, ada Kak Indi dan Pak Purbo yang bekerja di bidang konservasi, Kak Asta yang senang membagikan fakta-fakta menarik tentang hewan, dan ada akun Garda Animalia yang selalu menginformasikan tentang kejahatan perdagangan satwa liar.

Satu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) berjenis kelamin betina ditemukan mati pada tanggal 10/07/2024 di Kalimantan Barat

Saat aku mengonsumsi sebuah berita, aku merasakan perasaan yang abstrak seperti senang, kecewa, dan marah, dan hal ini membuat aku merenung. Aku bertanya-tanya, selain membagikan berita di Instastory, apakah langkah-langkah lain yang bisa dilakukan untuk membantu hewan, tumbuhan, dan ekosistem tersebut?

Dunia yang dipenuhi oleh tangan manusia yang serakah tampaknya bukan tempat yang layak bagi orangutan yang saling menyayangi, harimau Sumatra yang senantiasa menjaga puncak-puncak tertinggi pulau tersebut, dan gajah-gajah yang setiap langkah kakinya mendukung kehidupan hewan lain.

Dunia yang dipenuhi oleh orang-orang arogan tampaknya menjadi tempat yang menyebalkan bagi paus, sang mamalia terbesar, penyu yang ingin makan ubur-ubur tetapi malah menelan plastik, serta terumbu karang yang dipenuhi coretan akibat ulah iseng manusia.

Dunia tampaknya sudah hancur berantakan, bukan?

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah alam ini masih bisa diperbaiki tanpa adanya wabah virus seperti COVID-19?

Mungkin beberapa dari kita berpikir bahwa hal tersebut bisa tercapai selama ada regulasi yang jelas dari para pembuat kebijakan. Namun, jika kita melihat lebih dalam pada isu-isu di tahun 2024, seperti alih fungsi hutan seluas 36 ribu hektar menjadi perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di Papua atau pemerintah yang sibuk mengeluarkan izin tambang dan penebangan hutan untuk IKN, apakah keputusan-keputusan tersebut terlihat sudah dikaji dengan benar? Apalagi, kita mendengar bahwa kebijakan-kebijakan tersebut sering kali bergesekan dengan masyarakat adat yang ketika mereka menyuarakan pendapatnya malah dibungkam.

Lalu, bagaimana dengan hewan dan tumbuhan yang suara-suara mereka tidak bisa kita pahami?

Sejujurnya, aku sudah lelah dengan segala problematika yang ada di negeri ini. Namun, aku tidak mungkin mengabaikan jeritan para hewan dan tumbuhan, bukan?

Langkah Kecil Menuju Perubahan?

Ini bukan tagline pasangan paslon terkait, ya.

Pernahkah kalian mendengar tentang MoNa? MoNa, atau Members of Nature, adalah komunitas yang terbuka untuk semua kalangan masyarakat yang ingin berperan aktif dalam konservasi alam bersama WWF-Indonesia. Sebagai anggota MoNa, kita tidak hanya berkontribusi langsung pada konservasi alam Indonesia, tetapi juga turut menjaga ‘rumah’ berbagai flora dan fauna yang ada di bumi pertiwi ini (World Wildlife Fund Indonesia, n.d.).

Ya, aku benar-benar berkeinginan untuk menjadi bagian dari MoNa.

Namun, aku tidak hanya ingin menjadi anggota yang hanya membayar biaya keanggotaan setiap bulannya untuk mendukung konservasi di negara ini. Aku ingin terlibat secara langsung dalam kegiatan WWF-Indonesia, baik sebagai relawan di lapangan maupun melalui program magang.

Namun, saat ini, sebagai seorang mahasiswa yang baru saja naik tingkat, aku masih memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan. Aku berharap bisa melakukan hal tersebut di masa yang akan datang.

Untuk saat ini, merencanakan pelbagai rencana dalam rencana dan membiarkan imajinasi terbang di langit-langit kepala selalu menjadi kegiatan yang menyenangkan bagiku.

Oh ya, untuk teman-teman SMA yang tertarik pada bidang konservasi tapi masih bingung memilih perguruan tinggi, Universitas Padjajaran bisa menjadi pilihan, lho. Jangan selalu memilih ITB, hahaha. BEM Kema Unpad memiliki proyek bernama Eksplorasi Nusantara yang merupakan bukti nyata mahasiswa berperan dalam konservasi satwa endemik di Indonesia. Pada tahun 2024 ini, mereka akan mengeksplorasi habitat bekantan di pulau Kalimantan setelah pada tahun 2023 lalu menjelajahi habitat Gajah Sumatra di Pegunungan Leuser. Program yang sangat menarik, bukan? Sayangnya, aku tidak diizinkan mendaftar oleh ayah karena alasan kesehatan.

Mimpi-mimpiku dalam bidang konservasi menyisakan banyak hal untuk dicapai, haha! Namun, kembali lagi, menjadi bagian dari MoNa adalah awal dari impianku untuk membantu dunia.

Langkah berikutnya? Tentu saja, aku ingin mengeksplorasi lebih banyak hal baru. Aku tertarik untuk mengikuti program Muhibah Budaya Jalur Rempah yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristek. Kalian bisa lihat informasi selengkapnya disini, ya. Barangkali kalian tertarik untuk mengikuti program yang akan membawa kita mengarungi lautan luas, menggunakan kapal Republik Indonesia dan menjelajahi berbagai tempat menarik yang hanya dikenal dari catatan sejarah. Selain itu, menjadi bagian dari keluarga WWF-Indonesia atau World Resources Institute (WRI) Indonesia juga menjadi cita-citaku.

Mimpi-mimpiku terdengar cukup ambisius, tetapi apakah aku mampu mewujudkannya?

Entahlah, mari kita lihat kembali pada tulisan ini beberapa tahun ke depan. Mungkin aku akhirnya akan menjadi seseorang yang berdampak bagi lingkungan, atau mungkin aku akan tetap menjadi manusia yang biasa-biasa saja.

Tulisan ini dibuat untuk Pekan #NyariTantangan sekaligus Lingkar Nyarita #2 dengan tema “Harapan”.

--

--

dithaa
Nyarita
Writer for

write freely with a lemonade, @dithaana on instagram.