Harapan Si Bocah

safinaism
Nyarita
Published in
2 min read1 day ago
Photo by Rodion Kutsaiev on Unsplash

Seorang bocah sedang duduk di teras depan kelas menghabiskan waktu jamkos, bercerita ini itu dengan teman-temannya saat salah seorang teman lainnya tiba-tiba datang bertanya.

“Apa harapanmu dalam hidup ini, Fin?”

“Maksudnya? Kok tiba-tiba?” Dia balik bertanya, agak heran kenapa tiba-tiba temannya menanyakan pertanyaan berat begitu.

“Iya ini untuk konten. Biasa…buat yang lagi trend itu, jadi kamu ada mengharapkan sesuatu nggak, misalnya kayak ‘I wish that I have never met him or I wish that I could…apaa gitu. Nanti kayak ditulis di sini terus difoto..(dan seterusnya, dan seterusnya).”

“Hoo…” Bocah ini lantas berpikir sebentar lalu melanjutkan, “Aku harap aku bisa hidup tanpa smartphone.

Teman-temannya heran mendengar jawaban si Bocah dan pada akhirnya jawabannya itu ditolak untuk jadi bahan konten temannya. Dia terpaksa memikirkan harapan yang lain.

“Kira-kira bagaimana rupa dunia tanpa smartphone?”

Pemikiran itu sempat terlintas di dalam benak bocah ini. Memang pada kesehariannya ia tidak lebih banyak terpapar dengan hal lain kecuali layar smartphone-nya. Sama seperti kebanyakan gen-z lainnya bisa dibilang tidak terbayangkan olehnya dunia tanpa smartphone. Namun ironisnya ia tidak menyukai kenyataan tersebut. Kenyataan harus terikat dan belajar mengendalikan diri sendiri agar tetap waras menggunakan mesin bermata dua yang diamanahkan seluruhnya padanya.

Semacam love-hate relationship hubungannya dengan smartphone itu. Suatu waktu dia begitu senang dan bersyukur dengan kemudahan yang ia rasakan, di lain waktu ia begitu murka dengan betapa mudahnya ‘keseharian sehat manusia’ direnggut oleh benda pipih kecil tersebut.

Pertanyaan yang ia pikir tidak terbayangkan jawabannya sebenarnya begitu jelas, tak perlu ia pikirkan malah, sebenarnya ia sudah tau bagaimana rupa dunia tanpa smartphone. Tinggal menengok ke belakang saja, ke masa sebelum smartphone ditemukan. Mungkin seperti di sinetron Si Dul Anak Betawi kira-kira(hanya itu saja film lawas yang ia tau).

Pertanyaannya yang tidak terbayangkan jawabannya oleh bocah ini sebenarnya adalah;

“Apakah mungkin aku bisa hidup tanpa smartphone?”

Nah ini yang sulit dan mungkin tidak ingin ia tanyakan. Tentu saja manusia bisa hidup tanpa smartphone.

“Tapii..”

Tapi apa? Bisa ya bisa. Tanpa tapi.

“Hooo..Oke.”

Bocah ini tidak percaya. Tentu saja, dunianya memang begitu sempit ditambah dirinya yang begitu bodoh. Aku kasihan sekaligus khawatir padanya.

Tulisan ini dibuat untuk Pekan #NyariTantangan dengan tema harian “Utopia-Dystopia”. Yuk #NyariTantangan bersama Nyarita!

--

--