Kehilangan Rasa

Kehilangan Tak Pernah Tak Menyakitkan

kataziaa✿
Nyarita
3 min readJul 9, 2024

--

Kehilangan seperti apa yang membuatmu takut? Kehilangan seperti apa yang membuatmu trauma? Kehilangan apa yang membuatmu se-bersedih itu?

There is a loss, there is grief.

Semua orang dengan kehilangannya masing-masing, punya caranya masing-masing pula untuk berkabung. Seseorang yang denial ketika orang yang dicintainya pergi meninggalkannya. Orang yang marah dengan barangnya yang hilang. Pun, orang yang menyesali dan berpikir jika ia tidak melakukan suatu hal, maka kehilangan itu tak akan terjadi. Atau bahkan depresi atas kehilangannya. Tapi ada juga, orang yang memilih menghadapi kehilangannya dengan full acceptance. Menerima dengan ikhlas, seperti ikhlasnya awan menaungi dari terik mentari.

Siklus itu sangat normal, bagi seseorang yang kehilangan sesuatu, atau mungkin seseorang. Kehilangan adalah satu hal yang pasti. Begitupun berduka, yang justru tak akan terlepas dari rasa kehilangan itu sendiri. Bahkan Psikiater dari Swiss, Dr. Elisabeth Kubler Ross, dalam bukunya, On Death and Dying, menjelaskan kalau siklus siklus itu termasuk tahapan yang pasti dalam fase kehilangan. Karena setelah habis masa berkabung, akan tumbuh harapan. Dan itulah yang membuat kita tetap hidup.

Kehilangan adalah hukum alam, bahwa apa yang kita miliki adalah titipan, tidak akan kekal selamanya. Setiap orang tentu pernah mengalami kehilangan, kehilangan barang, kehilangan kesempatan maupun kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita.

Tapi kehilangan yang satu ini terlalu menyiksa. Lebih menyiksa daripada kehilangan orang tersayang sekalipun. Aku tak mau lagi berada di posisi ini. Aku merasa tak hidup.

Aku mati rasa

Aku kehilangan kendali akan perasaan emosionalku. Termasuk rasa kehilangan itu. Semua rasa, rasanya sudah tidak aku rasakan lagi. Perpisahan tak lagi menyedihkan. Melakukan sesuatu yang kusuka tak lagi membahagiakan. Tak memiliki siapapun tak lagi menakutkan. Aku tak lagi marah ketika orang lain melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan kepadaku.

I lost my boundaries.

Rasa-rasa itu tiba-tiba sirna. Entah akibat apa. Adakah yang lebih menyesakkan daripada kehilangan semua rasa itu? Hidup rasanya seperti sudah berhenti. Hanya dilanjutkan oleh jiwa yang sudah mati. Tubuh itu bergerak autopilot.

Aku sama sekali tak mengenali diriku.

Can you imagine? When Riley has Joy, Sadness, Fear, Anger, Disgust, and even her new emotions, Anxiety, Envy, Ennui, and Embarrassment? And I don’t feel it at all. Isn’t God unfair?

Ilustrasi :Film Animasi ‘Inside Out 2’. (Foto: IMDb)

Emosi-emosi itu tidak ada di dalam diriku. Mungkin hanya envy, aku cemburu. Aku cemburu ketika mendapati aku tidak seperti orang lain. Rasanya tidak adil. Aku kehilangan sesuatu hal yang semua orang memilikinya. Apakah aku tidak normal? Karena apa aku begini? Tanpa sadar, aku ternyata memiliki emosi cemas. Bahkan karena rasa cemas itu, aku jadi merasa perlu untuk mencari tau apa yang terjadi dengan diriku. Kenapa aku begini, kenapa aku tidak merasakan itu, dan banyak kenapa kenapa lainnya.

Hingga aku sampai pada kesadaran bahwa aku mengalami stress. Stress berlebih dan berkepanjangan sangatlah melelahkan, menguras emosi. Lantas aku sendiri yang merasa tidak harus melibatkan emosional, agar semuanya tak jadi rumit. Aku baru sadar, aku sendiri lah yang melepas emosi emosi itu. Aku merasa emosi menyulitkanku, padahal ketiadaanya lebih menyulitkan.

Aku begitu bodoh, ketika mempertanyakan kepada tuhan, kenapa aku begini — begitu. Padahal penyebabnya adalah diriku sendiri. Aku seharusnya bisa memvalidasi semua emosiku, termasuk emosi yang menguras. Karena dengan aku mengabaikannya, aku kehilangan semua emosi emosiku, termasuk kebahagiaan.

Tapi aku rasa, aku tak benar benar kehilangan emosiku. Karena menurutku, kehilangan hanya akan dirasakan karena sense of belonging. Rasa memiliki. Aku memiliki dan merasa memiliki emosi itu. Mereka hanya pergi ke suatu tempat, sebentar. Dan membuat aku sadar, kalau aku tetap harus melibatkan mereka.

Joy, Sadness, Fear, Anger, Disgust, Anxiety, Envy, Ennui, Embarrassment, and all my emotions. Thanks for reminding me how important it is to validate these emotions.

Hargai emosi mu walau se-sepele apapun. Karena aku benar benar merasakan, kehilangan mereka lebih menyesakkan.

Untuk bisa menghargai tempias hujan, kita perlu terpanggang matahari kemarau. Agar bisa menikmati bunga mawar, kita harus belajar menghadapi tanah gersang.

Tulisan ini dibuat untuk Pekan #NyariTantangan dengan tema harian “Lost and Found”. Yuk #NyariTantangan bersama Nyarita!

--

--