The story-telling

Helsy Shelfyda
Nyarita
Published in
4 min readJul 8, 2024

Halo, kenalin aku Helsy. Ini adalah kali pertamaku membuat tulisan di Medium. So, let me try it.

Selama kurang lebih sudah setahun aku menjadi seorang mahasiswa, pastinya aku banyak menemukan hal baru sesimple lingkup pertemanan di perkuliahan yang sangat luas dan jauh berbeda ketika aku masih sekolah di SMA, yang bisa dibilang mungkin 1 angkatan hanya berjumlah sekitar 200 an siswa. Rasanya pasti agak struggle yaa dan butuh waktu untuk beradaptasi saat pertama kali memasuki fase ini. Dari beragam jurusan, fakultas dan pastinya orang-orang disana berasal dari berbagai daerah namun tetap terhubung dengan satu visi untuk melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, kegiatan semacam OSPEK ataupun OSJUR benar-benar sangat membantu untuk mengenali lingkungan kampus dan sistem perkuliahan yang akan dijalani selama beberapa tahun kedepan. Namun beruntungnya, aku tidak se culture shock itu ternyata saat pertama kali memulai masa peralihan ini.

Why? Saatnya bernostalgia…

Karena aku adalah angkatan gapyear dan berhubung sekolah SMAku dulu adalah Boarding School. Maka dari pihak sekolah mewajibkan bagi setiap lulusannya untuk mengabdi selama kurun waktu setahun di sebuah lembaga pendidikan atau lembaga lainnya dalam wujud bentuk pengamalan atas segala ilmu dan pelajaran yang sudah kita dapatkan selama sekolah. Finally, aku mengajukan ke staff sekolah untuk mengabdi sambil belajar di sebuah Lembaga pendidikan yang berlokasi dekat UNPAD Jatinangor. Namun selama kurun waktu beberapa bulan aku dipindahkan ke cabang lainnya yang berlokasi di Kabupaten Cianjur.

Maka disinilah rangkaian cerita, momen, perjuangan, tragedi, dan beragam kisah perjalanan yang membuatku mempunyai tempat khusus untuk menyimpan memori ini dengan baik. Can you wonder it? Aku sebagai orang yang menyelesaikan 12 tahun S3(SD, SMP, SMA) di Bandung akhirnya dikumpulkan langsung bersama mereka yang rata-rata berasal dari ujung Sabang sampai Merauke noted kecuali Pulau Papua. Its Unbelievable moment!! Tapi gapapa aku anggap ini adalah sebuah pengalaman berharga yang kelak akan menjadi bekal serta mempunyai kesan dan pesan sendiri untuk masa depan kelak. Actually, aku lumayan struggle untuk beradaptasi dengan berbagai kultur yang mereka bawa dari daerahnya masing-masing.

Mulai dari orang Medan dengan nadanya yang level up dan gesit dalam kecepatan bicaranya, orang Sulawesi yang sangat khas sama nada bicara ke-timurannya. kalo Sundanese people yaa yang sangat slow dan paling soméah (ramah) kalo menurut mereka ceunah

Sesekali aku dan teman-temanku yang berasal dari lingkup Jawa Barat kadang dibuat speechless dan kaget. Biasalah sebagai orang yang udah lama tinggal di Bandung berasa aneh karna cara bicara mereka yang mempunyai kekhasan logat/dialek seperti yang sudah kita bicarakan diatas.

Pernah sewaktu itu temanku bertanya

“ Naha nya si éta téh ngambek atawa kunaon si ?” Ucap salah satu temanku. Ku jawab “ Duka atuh, meureun siga kitu upami badé nyarios ka babaturan mah”.

Rasanya kalo dingat-ingat itu adalah sebuah hal yang sangat lucu saat kita berbicara mengenai hal apapun dan hanya aku serta teman lingkup daerahku saja yang dapat memahaminya.

Setelah beberapa bulan dan hampir setahun kami bersama-sama. Alhamdulillah kami mulai biasa dan terbiasa akan segala keragaman yang ada. Bahkan kita menjadi dekat satu sama lain dengan berbagi cerita dan belajar bersama tentang budaya, kebiasaan, dan kuliner dari daerahnya masing-masing.

Namun, ada satu hal yang tak terlupakan yaitu saat tragedi gempa Cianjur November 2022 kemarin. Alhamdulillah, wilayah kami termasuk wilayah yang aman dan hanya terkena dampak yang bisa dibilang cukup ringan. Alhasil, aku dan teman-temanku menjadi relawan dadakan sekaligus mendirikan posko bencana yang targetnya setiap hari kami memasak sebanyak 500 porsi nasi bungkus yang akan disalurkan secara langsung ke tempat-tempat yang terkena dampak cukup parah akibat gempa tersebut. Masih sangat terbayang betapa lelah dan capenya karna hampir 3–4 bulan kami melakukan hal yang sama seperti itu setiap hari dan terus menerus. Sampai kemudian ada satu temanku yang bercanda “auto latihan buat bisnis catering inimah karna setiap hari buat 500 porsi hahaha”. Dan kami semua yang ada disitu pun tertawa sembari melepas kelelahan yang sedari subuh sudah mulai sibuk dengan jobdesknya masing-masing. Karena nyatanya memang seribet itu, dari segala well preparation lalu teamwork dan ngebagi-bagi siapa aja yang jadi tim belanja bahan-bahan, tim masak, tim bungkus-bungkus sampai tim pendistribusian.

Wuhoo.. What An Unforgettable Moment.

Tapi sungguh, memori ini sangat bernilai dan benar-benar membekas di ingatanku. Nyatanya, semua kejadian itu sekarang sudah menjadi cerita yang kerap menjadi bahan obrolan saat kami kemarin merayakan Idul Adha bersama sambil bernostalgia ria.

Kembali ke awal pembukaan tadi. Maka saat aku memasuki fase perkuliahan (peralihan) ini. Aku sudah sedikit ada gambaran dan mulai memahami atas segala keberagaman, bentuk penyesuaian diri, cara beradaptasi dengan lingkungan baru dan bagaimana menguatkan diri untuk selalu meningkatkan rasa syukur, rasa menerima, juga menghargai atas apa yang akan terjadi kelak di masa depan.

"Memories are not just memories. Behind the joys and sorrows, memories also often provide valuable lessons."

Tulisan ini dibuat untuk Pekan #NyariTantangan dengan tema harian “Nostalgia”. Yuk #NyariTantangan bersama Nyarita!

--

--